Refleksi Diri - 6 Bulan
Nur Azizah Nasution 10 Agustus 2020
Kemarin, saya seorang perempuan yang keras kepala, tidak kenal kompromi dalam banyak hal, saya juga jarang meminta bantuan. Saya tidak melihat kebutuhan untuk membebani orang lain, terutama ketika itu berhubungan dengan perasaan diri saya.
Namun, saya telah melalui beberapa titik yang agak kasar, terutama ketika berhadapan dengan kehilangan, kegagalan, dan penyesalan, dan melihat kembali ke kehidupan yang naik dan turun, mungkin bukan hal yang paling bijaksana untuk selalu ingin bisa melakukan apa-apa sendirian.
Lalu, dari segala yang saya alami ini bukan tentang 'bagaimana' saja, tetapi ini tentang 'mengapa'. Karena jika saya menemukan alasannya, semisal mengapa saya perlu bangkit kembali, maka tidak akan ada pertanyaan tentang caranya. Lakukan saja. Saya tahu bahwa omong kosong tidak benar-benar menjawab apa pun tetapi orang lupa (termasuk saya juga) bahwa 'alasan' saya untuk melakukan sesuatu adalah motivasi utama mengapa saya melakukan sesuatu. Beberapa alasan basi dan dangkal menyebabkannya berumur pendek, tetapi beberapa alasan yang mendalam dan pribadi akan menelan dan menjadi jangkar dari semua yang saya lakukan.
Akhir-akhir ini saya sering menyimpan banyak kata-kata di dalam pikiran saya. Saya menutup mulut jika saya ingin mengatakan sesuatu dan saya memikirkannya dulu (tidak selalu) dan jika saya bisa melihat bahwa implikasi yang mungkin dari mengatakan kata-kata itu tidak akan menyakiti siapa pun, saya akan mengatakannya. Meskipun sejujurnya saya juga mengatakan hal-hal kadang hanya untuk melihat bagaimana orang akan bereaksi.
Bukannya saya takut menantang orang-orang, yang saya lihat sebagai kebutuhan karena kita semua harus ditantang oleh ide-ide kita, tetapi beberapa kata dapat secara pribadi menghancurkan sehingga mematikan dan menghancurkan mereka bahkan saya sendiri. Sebuah ledakan diri.
Saya telah berbicara dengan banyak orang yang memiliki pandangan yang sangat berbeda dari saya. Saya suka menantang pikiran lain tetapi sekarang saya mencoba melangkah hati-hati dalam melakukannya, karena saya telah memperhatikan kata-kata dan pikiran yang orang bagikan kepada saya bukan hanya sekedar kata-kata dan pikiran tetapi itu adalah ide yang banyak dipegang, ide-ide yang hidup oleh banyak orang, ide-ide yang menghabiskan seluruh keberadaan mereka, dan tanpa ide-ide itu mereka akan menjadi (atau mereka pikir akan menjadi) tidak lebih dari kulit kosong yang kosong. Merasa tidak aman dan tidak nyaman.
Ide memberi kita tujuan, rasa arah, bahkan mungkin pembenaran logis atas tindakan kita asalkan kita memegang ide-ide itu, karena ide nantinya membentuk nilai-nilai. Tidak hanya tentang bagaimana kita menghargai dunia ini, tetapi juga bagaimana kita menghargai diri kita sendiri. Dan orang-orang melekat pada ide-ide ini dan tidak hanya menjadi tetapi dengan cara orang-orang menjadi ide itu.
Dengan menjadi, atau membentuk ide baru, lalu menantang pandangan mereka, itu adalah untuk menantang nilai-nilai mereka, tujuan mereka, harapan mereka, impian mereka dan keinginan. Untuk membuat orang mempertanyakan inti dari diri mereka, keberadaan mereka.
Bukankah itu menakutkan? Dan apa yang kita lakukan ketika kita takut?
Kita menjadi gelisah, kesal, marah, marah. Seringkali kita bahkan tidak menyadari emosi-emosi ini yang muncul secara tak terduga dan kita termakan olehnya.
Melihat pertanyaannya sekarang adalah, bisakah kita berpegang pada rasa aman? Keamanan batin diri. Tidak memiliki rasa takut akan hari esok, kematian, atau kegagalan, untuk memiliki harapan dan tujuan tanpa perlu motif eksternal.
Jangan berpegang pada apa pun kecuali dirimu sendiri. Dirimu sendiri.
Enam bulan ini saya mencoba belajar makna kedewasaan. Kemampuan untuk menyadari bahwa segala tindakan kita, sekecil apapun, memiliki sebuah konsekuensi terhadap lingkungan di sekitar kita termasuk segala bentuk makhluk hidup yang berada di dalam lingkungan itu. Atau dengan kata lain mencoba kritis terhadap segala tindakan.
Dengan menyadari hal tersebut, maka segala tindakan kita akan digunakan bukan hanya untuk kepentingan pribadi namun juga untuk kepentingan bersama atau dengan kata lain dilandasi oleh empati dan welas asih.
Berlatih dewasa. Berlatih kritis. Berlatih untuk berempati dan welas asih. Berlatih untuk memahami dan meredam ego masing-masing.
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda