Majene Volunteers; Sebuah Keberlanjutan di Tanah Mandar.

NoviaDebi Wicaksono 25 Agustus 2015

Tahun 2015 adalah tahun terakhir penempatan pengajar muda di kabupaten Majene, Sulawesi Barat. Mulai dari pengajar muda pertama sampai ke empat telah melakukan kerja bakti dan akhirnya memberikan tongkat estafet kepada kami, para pelari terakhir di kabupaten Majene. Majene adalah sebuah kota pesisir dan pegunungan kapur di provinsi Sulawesi Barat yang memiliki sumber daya alam yang melimpah khususnya dalam bidang perikanan. Sebagian besar penduduk Majene berasal dari suku Mandar. Suku yang terkenal akan kehebatannya mengarungi lautan bersama dengan perahu khas nya “sandeq” yang legendaris.

 Delapan bulan sudah saya tinggal di tanah Mandar tempat lahirnya pendekar hukum almarhum “Baharuddin Lopa”. Selama delapan bulan ini saya melihat, mendengar dan juga merasakan sebuah kata yang tidak asing lagi dalam organisasi saya bekerja Indonesia Mengajar yaitu “keberlanjutan”. Majene tidak hanya menyimpan sumber daya alam yang melimpah tetapi juga menyimpan sumber daya manusia yang berharga. Manusia-manusia tercerahkan memang benar-benar lahir di tanah mandar selain pak Baharuddin Lopa yang kharisma dan kebijaksanaannya sudah terbukti. Saya bertemu dengan mereka di bulan pertama saya di Majene. Mereka adalah para relawan yang kata pak Anies Baswedan bukan tak bernilai melainkan tak ternilai. Mereka lebih suka menyebut diri sebagai “Majene Volunteers”. Majene volunteers berdiri pada 26 Juli 2014 yang bertujuan sebagai tempat untuk menghidupkan setiap potensi dan bergerak bersama mencerdaskan anak-anak di pelosok Majene. Majene Volunteers digagas oleh beberapa alumni Kelas Inspirasi Majene yang melihat jika pendidikan adalah tanggung jawab bersama. Sebagai orang-orang yang lahir dan di besarkan di tanah Mandar mereka merasa memiliki tanggung jawab untuk “do something”. Majene volunteers berasal dari berbagai latar belakang profesi seperti TNI, Bidan, Guru, Pegawai Pemerintahan dan Mahasiswa. “Siapapun bisa bergabung dalam Majene Volunteers, manusia-manusia yang tergerak untuk berbuat sesuatu demi pendidikan yang lebih baik di Majene” kata Nurul Hasbi Pratiwi salah satu anggota Majene Volunteers yang juga alumni Forum Indonesia Muda. Nurul juga menambahkan jika Majene Volunteers adalah gerakan kerelawanan jadi tidak ada yang membayar di setiap aktivitas nya. Melihat gerakan mereka seperti melihat diri saya sendiri beberapa tahun silam. Pertama kali saya jatuh cinta dengan Volunteerism meskipun banyak teman-teman saya pada waktu itu yang berkata “you just wasted your time for nothing”. Tapi saya sadar jika apa yang saya cari waktu itu adalah bukan betapa besar nya “nominal” melainkan “value” yang di dapat. Saya masih ingat ketika di tahun 2013, saya berkesempatan menjadi delegasi Indonesia dan berkumpul dengan para professional volunteers dari seluruh negara ASEAN dalam seminar bertajuk “Bridging the spirit of volunteerism” di Brunei Darussalam. Hal itu yang meyakinkan jika saya bangga menyebut diri sebagai seorang volunteer. Majene Volunteers sudah melakukan beberapa kegiatan sosial seperti mengelola perpustakaan Sandeq bekerja sama dengan beberapa komunitas yaitu Rumah Relawan Remaja, SIGI Majene dan Makassar, mendirikan rumah baca untuk anak-anak pesisir di daerah Luaor, Majene Volunteers lebaran ceria, melakukan donasi buku dan pakaian di Tutar, dan yang paling baru adalah pendirian rumah baca yang akan dilakukan pada awal september di Limboro. Limboro adalah salah satu daerah penempatan Pengajar Muda 1 Majene tetapi Indonesia Mengajar menghentikan untuk mengirim pengajar muda berikutnya di daerah itu.

Majene Volunteers berharap dapat terus memberikan kontribusi untuk pendidikan di seluruh pelosok Majene. Serta dapat menginspirasi semua orang untuk bergerak bersama-sama melakukan perubahan yang lebih baik melalui gerakan kerelawanan. Majene volunteers adalah sebuah keberlanjutan di Tanah Mandar. Salam kami dari Tanah mandar.


Cerita Lainnya

Lihat Semua