Superman Wooosh untuk Pak Herwin

FidellaAnandhita Savitri 25 Agustus 2015

Oke. Saya mau 'pengakuan dosa'. Sebetulnya bukan dosa juga sih. Hanya sesuatu yang mau saya akui. Saya ingin menulis kisah para penggerak dengan penuturan yang menyentuh. Alasannya cetek: biar kelihatan keren. Tapi yang ada justru kebalikannya. Malah saya yang tersentuh. Jelas yang keren itu mereka, bukan saya.

Salah satu yang mau saya ceritakan adalah tentang seorang guru honorer di SDN 001 Tanjung Harapan bernama Pak Herwin. Pengajar Muda sebelum saya memanggilnya 'Herwin' saja tanpa embel-embel 'Pak' karena usianya yang masih muda. Saya sih tetap pakai 'Pak' karena sudah terbiasa.

Pria kelahiran 1990 ini aktif luar biasa di berbagai bidang seperti seni tari, bola voli, olah vokal, paskibra, dan silat. Tiap sore, ia biasa latihan voli bersama teman-temannya. Tiap hari Minggu sore melatih ekskul silat Perisai Diri untuk anak SMA. Tiap tahun menjadi pasukan pengibar bendera untuk upacara 17 Agustus. Tiap ada acara, ia melatih tari untuk segala umur, dari SD sampai SMA. Kesibukannya yang terdekat adalah menyiapkan koreografi lomba tari tradisional tingkat SMP-SMA di awal September. Ia juga aktif membina Forum Pemuda Kecamatan Tanjung Harapan (Forpektan), sebuah wadah untuk menyalurkan energi positif para remaja melalui berbagai macam kegiatan sejak 2 tahun yang lalu.

Intinya, pria penyuka warna merah ini sibuk sekali. Beberapa tahun belakangan, Pak Herwin bahkan memegang juga les untuk persiapan Olimpiade Sains Kuark.

“Saya berjanji dalam hati ingin memajukan Desa Tanjung Aru, bukan pribadi sendiri. Saya mau Tanjung Aru dikenal di luar. SDM di sini luar biasa. Makanya apa yang saya punya, saya keluarkan tanpa pamrih sedikit pun. Itu ajaran pelatih saya. Jika ingin melakukan sesuatu, jangan dilandasi karena uang. Saya ingin dikenal orang dengan potensi, bukan sensasi."

Saya terheran-heran dari mana ia punya energi yang melimpah dan seakan tidak ada habisnya untuk melakukan ini-itu. Ia pun melanjutkan, "tidak perlu banyak bicara pada semua orang. Biarkan mereka melihat bagaimana dan seberapa besar kemauan kita membangun desa dan orang-orang di sini” 

Pak Herwin merupakan anak ke-3 dari 7 bersaudara. Sebagai seorang guru honorer dan berasal dari keluarga yang kurang mampu, penghasilannya mungkin tidak seberapa untuk membiayai kebutuhan sehari-hari, apalagi ia harus menafkahi adik-adiknya yang masih sekolah. Tapi semangatnya untuk mendidik patut diacungi 2 jempol. 4 bahkan, kalau bisa.

“Mengajar memang cita-cita saya. Sejak sekolah, saya sering ngajarin teman-teman, bahkan menjelaskan di depan kelas. Banyak senangnya ngajar itu, karena bisa berjumpa dengan anak-anak yang berbeda-beda, lucu-lucu, dan luar biasa. Lagipula, mengajar adalah pekerjaan mulia. Seandainya saya nggak senang, dari awal saya udah pergi dan ambil kerja yang menghasilkan banyak duit.” Ujar pria yang punya mimpi terpendam untuk menjadi artis Dangdut Academy.

Prestasinya juga tidak diragukan lagi. Dibesarkan oleh keluarga yang pendidikannya rendah tidak menjadi halangan bagi Pak Herwin untuk menjadi langganan juara kelas saat masih duduk di bangku sekolah. Dalam hal non-akademis, ia pernah menjuarai lomba silat di tingkat kabupaten, provinsi, bahkan nasional. Di tingkat internasional, ia pernah berangkat ke Singapore sebagai perwakilan budaya dan pendidikan Paser, menampilkan tari daerah.

Baginya, hasil usaha dan jerih payahnya tersebut adalah agar bisa membanggakan keluarganya.

“Luar biasa tuh jika bisa buat orang tua tersenyum dan mengangkat derajat keluarga, jadi  tidak terlalu direndahkan. Saya ingin membuktikan bahwa kami bisa walaupun dari keluarga yang kurang mampu. Terlalu banyak hal yang pahit, tapi insya Allah ada hikmahnya” ujarnya, mengakui bahwa membicarakan hal ini membuatnya sedih.

Mendengar dan menyaksikan sendiri sikap positif, kerja keras, perjuangan, dan dedikasi Pak Herwin untuk keluarga dan kemajuan desa ini membuat saya malu. Apalah artinya melakukan sesuatu agar terlihat keren. Apa yang dilakukan Pak Herwin, betapa ia lebih memikirkan orang lain ketimbang dirinya sendiri, membuat saya seperti disadarkan kembali pada kutipan yang pernah saya baca di salah satu tulisan alumni Pengajar Muda:

“Everything I have done, I have done for hope of recognition and fame. But now, let me do it for none”

Mari tepuk Superman Wooosh untuk Pak Herwin! Superman Wooosh on three: Prok prok prok. Teteret tereeet..... WOOOSH!!!


Cerita Lainnya

Lihat Semua