Setahun dan Rindu

Novia Budiarti 21 Juni 2015

“Ada pertemuan, pasti ada perpisahan.....Sejauh apapun kau meninggalkan kampung halaman, suatu saat pasti akan kembali.........”

 

Setahun yang lalu, aku menginjakkan kakiku di tanah surga “Paradise”, Desa Paradowane. Pertemuan nan indah dengan bocah-bocah penuh keceriaan dan rasa ingin tahu, keluarga angkat, dan semuanya setahun yang lalu, tentu bukan hal yang mudah untuk dilupakan, bahkan memang tidak boleh dan tidak akan bisa dilupakan.

Disini, aku bertemu Farid, bocah kelas 2 yang kesulitan membaca alfabet. Namun Farid rajin datang mengaji ke rumahku, bersama kawan akrabnya Azwar. Bukan aku yang mendampingi mereka mengaji, melainkan Ibuku dan adikku. Farid sangat lantang mengaji, jarang dia melakukan kesalahan dalam membaca. Farid sangat percaya diri. Dari Farid aku belajar untuk tidak fokus pada kekurangan kita, tonjolkan kelebihan yang kita miliki.

Di Desa ini juga aku bertemu Nadia. Siswi kelas V nan cerdas dan ceria. Ayahnya dibunuh secara sadis di depan khalayak umum, akupun berada disana. Sampai saat ini aku masih takut, peristiwa itu masih membekas di ingatanku hingga kini. Nadia hanya seminggu setelah kejadian itu, dia masuk kembali ke sekolah lengkap dengan senyum manisnya. Hanya sesekali kutemui dia menangis sendiri di kebun belakang sekolah. Namun setelah dia menghapus air matanya, Nadia kembali bermain bersama teman-temannya. Tuhan,aku mungkin tidak bisa setegar Nadia. Tapi aku berterimakasih padaMu, mengijinkanku untuk belajar dari peristiwa ini, bahwa kita tidak sendiri, kita tidak boleh berlama-lama terpuruk dalam kesedihan. Nadia, Ibu banyak belajar darimu Nak.

Di tanah surga ini, aku bertemu Bu Nutfah. Guru sukarela yang mengabdi selama sepuluh tahun lebih. Guru yang selalu menjadi sahabat para pengajar Muda. Guru yang berani bergerak untuk kemajuan pendidikan. Guru yang aktif mencarikan jalan untuk beasiswa anak-anak yang kurang mampu. Bu Nutfah, setahun ini kau berhasil menginpirasi diriku.

Banyak hal yang akan kurindukan, yang bahkan saat menulis cerita ini pun aku sedang merindukannya.....

Akan kurindukan anak-anak yang selalu bahagia meski hidup mereka tidak seberuntung anak-anak di kota besar.

Akan kurindukan anak-anak yang masih bermain permainan tradisional, yang sudah jarang kutemui lagi di kampung halamanku.

Akan kurindukan seorang anak berkacamata bernama Hasyim, yang berkata dengan polosnya padaku, “Ibu, saya tidak bisa tidur semalam, mikirin Ibu yang mau pulang, kapan bisa ketemu lagi sama Ibu Via????”

Akan kurindukan semangat mengerjakan soal anak-anak kelas V yang selalu membuatku tertawa oleh tingkah lucu mereka.

Akan kurindukan anak-anak kelas 3 yang tiap sore selalu mendatangi rumahku, meminta diajari menggambar, memintaku untuk mendengar cerita-cerita polos mereka.

Akan kurindukan saat-saat anak-anak berebut mencium pipiku dan memelukku sebelum pulang les di sore hari.

Akan kurindukan saat Ibuku dan adikku berbagi cerita denganku tiap malam yang hanya ditemani suara jangkrik.

Akan kurindukan makan sajian sederhana bersama keluarga angkatku.

Akan kurindukan anak-anak yang berebut menjawab soal yang kuberikan.

Akan kurindukan saat tiap pagi hari di sekolah bekerja sama membersihkan halaman sekolah dengan anak-anak.

Akan kurindukan senyuman hangat tiap orang yang selalu menyapa hariku saat menyusuri jalan menuju sekolah.

Akan kurindukan semua hal tentang Desa Paradowane ^_^

Banyak yang nantinya akan kurindukan saat aku pulang nanti. Tidak bisa kutulis semuanya. Semua akan tersimpan dalam hati. Gambar-gambar yang kuambil sejak awal aku berada disini, akan bercerita tentang kisahku setahun di Paradowane.

Hai tanah surga, terima kasih telah memberiku banyak pelajaran melalui alammu, anak-anakmu, masyarakatmu. Mungkin tetesan air mata tidak bisa mengembalikan lagi waktuku sejak awal bersamamu. Tapi aku berjanji, suatu saat nanti, aku pasti kembali lagi menyapamu. Sampai jumpa lagi......... :-)

 

 

 


Cerita Lainnya

Lihat Semua