info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Tiga Alasan Kenapa Kamu Sebaiknya Nikah Dengan Pengajar Muda

AfifAlhariri Pratama 21 Juni 2015

 

Dibaca untuk hiburan belaka, jangan terlalu serius. Serius sudah bubar. Candil memilih solo karir.

Tulisan ini dibuat untuk kamu – kamu yang sedang bingung dan galau memikirkan pasangan hidup untuk dinikahi, izinkan saya memberikan sebuah rekomendasi tentang calon yang mungkin bisa kamu kategorikan dalam daftar “pasangan hidup yang nikahable”. Sebagai seorang pencari jodoh kualitas super, rekomendasi yang saya berikan ini telah teruji secara klinis. Bobot bibit bebetnya dapat dipertanggung jawabkan. Siapa ia?. Sebut saja Pengajar Muda Indonesia Mengajar (PM).

Setidaknya ada tiga kelebihan yang dimiliki oleh para PM sehingga layak mendapat gelar nikahable.

1.      Kualitas akademik dan organisasi.

Dari tahun ke tahun, pendaftaran untuk menjadi PM mencapai ribuan aplikan. Contoh saja angkatan X yang tercatat memiliki jumlah pendaftar sebanyak 10.555 aplikan. Dari jumlah tersebut terpilih 75 orang (35 laki-laki dan 40 perempuan) dengan seleksi yang ketat mulai dari tes menulis esai, direct assessment hingga tes kesehatan. Mereka yang terpilih adalah pemuda-pemudi yang memiliki motivasi untuk mengabdi pada negeri. Mereka-mereka adalah mahasiswa berprestasi dengan IPK cum laude, pemenang kompetisi tingkat nasional -  internasional, aktivis kampus dan alumni perguruan tinggi luar negeri, bahkan ada yang sempat bekerja di perusahaan ternama. Dari segi akademik dan organisasi, tidak perlu dipertanyakan lagi. Sebab dengan skala perbandingan yang kurang dari 1%, pihak Indonesia Mengajar (menurut saya) ingin menjaga kualitas dari para calon PM yang akan diterima nanti. Katanya, mereka yang terpilih menjadi PM adalah anak – anak muda terbaik bangsa yang ingin turun tangan membantu menyelesaikan sedikit permasalahan pendidikan di Indonesia. Begitu.

2.      Tangguh

Hal yang menarik dari pelatihan intensif dua bulan para calon PM adalah Minggu sederhana. Selama satu minggu, biasanya di Minggu ketiga dan kelima, makanan yang disajikan sangat sederhana. Setiap harinya para PM akan diberikan makanan seperti nasi dengan daun pepaya. Nasi dengan daun genjer. Sarapan pagi yang hanya dengan nasi dan kerupuk. Para PM mau tidak mau dan harus mau memakan makanan sederhana tersebut.

Pada Minggu terakhir, Pengajar Muda juga diberikan pelatihan survival oleh Wanadri. Dimana mereka diajarkan untuk bertahan hidup di hutan dengan kondisi seminim mungkin. Makan dedaunan, tidur sendirian di bawah bivak  dan berjalan menyusuri perbukitan dengan beban carrier di pundak. Tak jarang pula, ketika melakukan kesalahan, satu set push up siap menanti di tengah kondisi tubuh yang sedang kelelahan akibat kurang asupan gizi dan fisik yang telah digunakan untuk berjalan.

Harapannya dari kedua model pelatihan ini, jika nanti telah ditempatkan di desa penempatan masing – masing, para PM tidak kaget lagi ketika memperoleh makanan seperti nasi dengan daun pepaya atau bahkan nasi aking. Juga tidak kaget jika nantinya harus berjalan kaki hingga satu kilometer setiap hari untuk ke sekolah.

Untuk satu tahun pula mereka akan ditempatkan sendirian di desa yang memiliki tantangan masing – masing. Tantangan itu dapat berupa tantangan geografis dan sosiologis. Perjalanan menuju lokasi penempatan yang harus mengarungi lautan hingga berjam – jam lamanya. Terkendala masyarakat yang tidak memahami bahasa Indonesia. Tidak ada listrik dan sinyal. Dan berbagai macam tantangan lainnya. Sehingga boleh dikatakan, setiap harinya pribadi PM akan terus ditempa tantangan – tantangan tersebut. Setiap hari PM harus mengambil keputusan dan jalan keluar dari tantangan – tantangan tersebut. Seperti kata pepatah, pelaut yang tangguh tidak akan lahir dari ombak yang tenang.

3.      Ilmu pedagogis dan sekolah kepemimpinan

Pelatihan intensif calon PM yang dilaksanakan selama 7 minggu diisi dengan materi – materi pedagogis seperti belajar kreatif, brain based teaching dan psikologi perkembangan anak. Selain itu pengembangan soft skill  juga diberikan seperti leadership skill, adaptasi budaya, problem solving, komunikasi dan sebagainya.

Ilmu – ilmu yang diperoleh secara intensif ini merupakan bekal untuk satu tahun di penempatan nantinya. Namun tak bisa dipungkiri juga bisa digunakan dalam  kehidupan rumah tangga.  Saya percaya bahwa pendidikan terbaik itu berasal dari rumah. Sebab mayoritas waktu anak banyak dihabiskan di rumah dengan orang tua. Berbekal ilmu yang didapatkan selama pelatihan dan penempatan, diharapkan dapat diaplikasikan dalam mendidik anak sendiri sehingga diperoleh kualitas generasi penerus yang cemerlang. Generasi penerus yang berkompetensi global dan berpemahaman akar rumput seperti orang tuanya.

Marilah berusaha adil sejak dalam pikiran. Apakah kamu tidak ingin memiliki pasangan hidup seorang anak PM? Tak perlu kamu jawab sekarang. Silahkan nilai sendiri. Rekomendasi yang saya berikan ini hanyalah bahan pertimbangan. Dijamin kamu tidak akan menyesal, barang jelek uang kembali.

 

 


Cerita Lainnya

Lihat Semua