Cinta Dalam Kesederhanaan

Novia Budiarti 11 Desember 2014

Disini, di desa yang sudah 6 bulan ini kusinggahi, kutemukan kisah cinta. Cinta dalam kesederhanaan..............

****

Siang itu, Sabtu 9 November 2014 lalu, aku mengunjungi rumah kediaman salah satu muridku di kelas VI yang bernama Lutvah. Niatku saat itu adalah bersilaturahmi dengan orang tua Lutvah. Rumah Lutvah terletak di utara sekolah, harus melewati beberapa rumah terlebih dahulu baru sampai di ujung, rumah panggung kediaman Lutvah dan kedua orang tua beserta adik-adiknya.

Aku pergi ke rumah Lutvah ditemani oleh beberapa kawan Lutvah yang juga murid yang sering datang ke rumahku untuk belajar. Setelah sampai di rumah Lutvah, sang ibunda langsung menyambutku dengan hangat. Cuaca saat itu sangat panas karena sejak Bulan Juli, hujan tak kunjung datang mengguyur Desa Paradowane. Jadi sudah hampir 4 bulan desa ini kekeringan. Ibunda Lutvah ternyata sudah menyiapkan air minum. Alhamdulillah.....rasa haus yang luar biasa hilang saat kuminum air yang diberikan Ibunda Lutvah. Setelah bincang-bincang panjang lebar dengan Ibunda Lutvah, kemudian Ibunda Lutvah menyuruh Lutvah mencari kayu bakar untuk menggoreng keripik singkong untukku. Awalnya kuputuskan untuk membantu Lutvah, tetapi Ibunda Lutvah melarangku dan Lutvah juga menolak dengan alasan :

“Sudah Ibu Via, sudah tugas saya kalau disuruh Ibu harus nurut....”

Dan Ibunda Lutvah berkata :

            “Iya Ibu, Lutvah anak pintar kok Bu....”

Sungguh, di tengah banyaknya anak-anak yang sulit menurut perintah orang tua, Lutvah yang kondisinya mungkin lelah setelah pulang sekolah ditambah cuaca yang sangat panas bersedia menuruti perintah orang tuanya. Mungkin bagi banyak orang, hal ini terlihat biasa. Namun bagiku luar biasa, salut dengan pendidikan yang diberikan Ibunda Lutvah pada Lutvah. Padahal banyak sekali muridku yang bicara kasar entah itu pada orang tuanya, teman, atau bahkan gurunya. Hmmm..... semoga masih banyak keluarga-keluarga seperti keluarga Lutvah yang lainnya.

..............................................................

Desa Paradowane termasuk Desa yang kecil, jangankan Desa, untuk ukuran kecamatan saja, Kecamatan Parado adalah kecamatan yang terkecil, hanya terdiri dari 5 Desa saja. Warga di Desa Paradowane rata-rata masih memiliki hubungan saudara, jadi jangan heran bila tetangga-tetangga di sekitar rumah adalah paman, bibi, sepupu, kakek,nenek, dan lain-lain. Di sekitar rumah Lutvah juga ternyata tinggallah saudara-saudara Lutvah. Banyak diantara mereka yang juga muridku di SDN Paradowane.

Ashabul, salah satu muridku di kelas 5 yang sangat hiperaktif dan sangat sulit diatur ternyata sepupu dekat Lutvah. Sekitar dua minggu yang lalu Ashabul terjatuh dari pohon dan menyebabkan tangan kirinya patah, sedangkan tangan kanannya terkilir. Ashabul yang mengetahui aku sedang berkunjung ke rumah Lutvah langsung datang dengan tawa riang gembira menyambutku dengan tangan kiri yang masih dibidai. Sungguh, aku tidak menyangka seorang Ashabul yang di kelas jarang sekali melempar senyum padaku kali ini malah senang sekali aku datang. Sosok Ashabul yang sangat ramah dan penurut kini tampak di depan mataku. Bahkan saat aku pamit pulang, Ashabul mencegahku dan memintaku untuk berbagi cerita bersamanya. Sangat menyenangkan rasanya bisa dekat dengan seorang anak yang saat di sekolah,aku hampir tidak menemukan cara mengambil hatinya. Ashabul juga berbagi keripik singkong yang digoreng ibunya. Ada hal yang membuatku terkejut dan sangat gembira saat Ashabul berkata,”Ibu Via sering ke rumah kami ya, nanti kita cerita-cerita lagi. Saya janji di sekolah saya tidak nakal lagi...”. Ya....Ashabul bukan anak nakal, ia sangat baik. Sejak saat itu, Ashabul menepati janjinya. Di sekolah, dia tidak pernah membantah perintahku lagi. Bahkan kini Ashabul menjadi anak yang sangat antusias saat pelajaran matematika. Alhamdulillah.....berkat silaturahmi, hubunganku dan Ashabul semakin indah dan penuh cinta ^_^.

Cerita tidak berhenti sampai disitu, Lutvah dan Ashabul juga masih sepupu dekat muridku yang bernama Hasyim. Anak berkaca mata ini sangat penurut. Saat itu aku ditawai makan di rumahnya yang bersebelahan dengan rumah Lutvah. Saat makan, Hasyim berbicara banyak karena ia suka sekali bercerita. Ayah Hasyim mengingatkan Hasyim dengan penuh kasih sayang bahwa berbicara saat makan itu tidak baik. Ayah Hasyim yang baru sembuh dari malaria itu juga mengajak Hasyim berdoa sebelum dan sesudah makan. Ini bagiku bentuk cinta seorang ayah pada anaknya. Hari itu adalah hari yang penuh cinta dan makna bagiku. 

Kadang banyak orang yang sulit sekali mencari apa itu makna cinta. Banyak yang jatuh bangun untuk menggapai cinta. Alangkah baiknya, kita sendiri yang “menciptakan” cinta, dimulai dari hal kecil, dimulai dari diri sendiri, dimulai dari keluarga kita, dimulai dari sesuatu sesederhana apapun itu. Cinta itu kelak akan tumbuh perlahan, semakin besar................^_^

*****


Cerita Lainnya

Lihat Semua