Ceritaku Menjadi "Baby Sitter" di Sekolah

Novia Budiarti 4 Oktober 2014

        Dahulu, saat aku hidup di kota besar, tak jarang aku melihat para guru dan dosen yang memiliki bayi menitipkan anak mereka di tempat penitipan anak ataupun diasuh oleh baby sitter. Menurutku itu sangat wajar, apalagi dengan kesibukan jam mengajar mereka yang tinggi. Berbeda dengan di sini, di sekolah tempatku mengabdi setahun ke depan. Di sekolah ini ada tiga orang guru wanita yang saat ini memiliki bayi. Jelas di rumah, mereka tidak memiliki baby sitter.

         Di desa ini juga tidak terdapat tempat penitipan anak khusus bayi. Mereka membawa bayi mereka ke sekolah. Tak jarang mereka menitipkan bayi-bayi mereka yang mungil untuk kujaga. Terutama pada hari kamis, jumat, dan sabtu. Hari dimana aku tidak ada jam mengajar, sedangkan jam mengajar mereka lumayan tinggi pada hari-hari tersebut. Ya....aku sengaja meloby kepala sekolah untuk memberiku jam pada hari senin, selasa, dan rabu. Dengan alasan agar saat aku ke kota di akhir pekan, aku tidak meninggalkan kewajibanku mengajar.

Baiklah, kembali pada ceritaku tentang pengalamanku menjadi baby sitter di sekolah.

a.       Bayi Faqih (Usia 2 bulan)

          Ibu Ratnawati, 2 bulan yang lalu melahirkan Faqih. Saat itu belum genap Faqih berusia 2 bulan, Bu Nau, sapaan Bu Ratnawati, sudah membawa Faqih yang sangat mungil ke sekolah. Memang Faqih mudah diasuh karena masih lebih banyak tidur. Tapi tetap saja, bila mendengar suara keras atau berisik, Faqih merasa tidak nyaman dan menangis. Tentu sangat mengganggu Ibu Nau dalam mengajar. Faqih juga tidak suka ditinggal sendiri. Pernah Ibu Nau meletakkannya di ayunan bayi, tapi Faqih tidak betah dan langsung bangun. Jadi Ibu Nau sangat senang bila menitipkannya padaku. Aku juga sangat senang karena aku juga sangat menyukai bayi dan anak-anak.

          Faqih biasanya tidur di tempat tidur bayi yang setiap hari dibawa oleh Ibu Nau ke sekolah. Tapi tentu saja itu tidak berlangsung lama. Apalagi saat Faqih terbangun karena mungkin ia merasa sendiri atau haus, atau juga buang air. Akulah yang menggantikan popoknya atau menimang sambil keliling sekolah hanya untuk menidurkannya. Yang paling sulit adalah saat Faqih menangis karena haus. Terpaksa aku harus memanggil Ibu Nau untuk memberikan Faqih ASI. Aku juga harus menggantikan jam mengajar Ibu Nau sampai Faqih tertidur lagi.

b.      Bayi Vania (Usia 4 bulan)

          Ibu Nurhayati juga suka membawa Vania yang usianya lebih tua dari Faqih ke sekolah. Ibu Ti, sapaan akrab Ibu Nurhayati, jelas harus menitipkan anaknya ke guru lain yang sedang tidak ada jam mengajar, terutama aku, karena Vania paling tidak bisa diam.

          Dalam mengasuh Vania, aku harus punya energi ekstra karena Vania yang memiliki bola mata indah ini pasti menangis jika tidak diajak berbicara. Memang sangat seru mengajak bicara Vania cantik yang selalu diresponnya dengan tawanya yang lucu. Tapi terkadang merasa sangat sedih ketika vania menangis karena harus menahan gatal dan sakit di jari-jari tangan dan kakinya yang mungil. Ya...Vania sedang menderita alergi sehingga jari-jari tangan dan kakinya gatal, memerah, dan mengeluarkan nanah. Vania...vania...semoga cepat sembuh ya Nak J

c.       Bayi Nayla (Usia 6 bulan)

          Nayla, putri Ibu Asmah memang paling tua dibanding Faqih dan Vania. Usianya sudah 6 bulan. Namun ada sesuatu yang belum kuketahui dan aku juga tidak mau menjudge, menyebabkan Nayla belum bisa merespon apapun selain dingin dan haus, tidak seperti Vania. Nayla yang bertubuh gemuk itu harus kugendong seperti bayi 1 bulan karena belum bisa menegakkan kepalanya. Memang sangat berat dan membuat tanganku pegal. Bila kedinginan atau kehausan, tubuh Nayla, terutama kakinya pasti bergetar hebat. Awalnya aku kaget, tapi sekarang aku sudah bisa mengatasinya.

          Tangisan Nayla juga tidak pernah mengeluarkan air mata. Ibunya juga sudah menyadari hal itu, tapi tak kunjung membawanya ke dokter. Semoga Nayla juga cepat sembuh ya....Aku menunggu tawamu Nak, tawa lucu yang dinantikan kami semua di sekolah ^_^

          Kadang aku berfikir, mungkinkah Tuhan memberikan aku kesempatan untuk belajar menjadi seorang Ibu? Ya....mereka bertiga guru yang hebat, tidak hanya menjadi ibu rumah tangga dan istri yang baik bagi suami mereka, tapi juga sebagai guru yang baik dan bertanggung jawab. Mereka rela membawa anak-anak mereka yang masih kecil ke sekolah dan tidak meninggalkan jam mengajar mereka. Inilah pengalaman lain yang aku dapatkan di Indonesia mengajar ini.

Oh iya, sebentar lagi akan ada anggota baru ^_^. Bu Lilis, wali kelas 2 sebentar lagi akan melahirkan anaknya. Wah....bayinya tambah lagi, pengalamanku akan bertambah lagi JAlhamdulillah....


Cerita Lainnya

Lihat Semua