info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Tentang Aku dan NangaLungu

Erni Yunita Sari 15 September 2014

Nanga Lungu adalah sebuah desa yang berada di kecamatan Silat hulu, Kabupaten kapuas Hulu, kalimantan barat. Dengan penduduk suku Dayak Ensuan Silat yang tinggal di tepi sungai Suang Silat, anak sungai Kapuas. Masyarakat di daerah yang berpenduduk Protestan ini, mayoritas bermatapencaharian dengan berladang dan menoreh. Berladang dilakukan di ladang dengan menanam segala macam biji-bijian. Sedangkan menoreh adalah kegiatan mencari getah karet.

Untuk menuju desa ini dari kota kabupaten Kapuas Hulu, Putussibau, dapat ditempuh dengan naik bis, dilanjut dengan naik motor kemudian naik speed (semacam kapal perahu) kurang lebih 9 jam. Ketika musim kemarau, jalur satu-satunya adalah jalur darat. Dan perjalanan darat menuju desa ini adalah jalur yang sangat ekstrim. Dengan naik turun bukit, tanpa aspal, persis seperti jalan ketika kita mendaki gunung.

Daerah yang jauh dari peradaban ini sungguh terasa sangat tertinggal. Sumber air satu-satunya adalah air sungai. Disanalah warga melakukan segala aktivitas seperti mandi, mencuci baju, mencuci pakaian dan lain-lain. Listrik hanya menyala pada jam 18.00 – 21.00. itupun tidak setiap hari menyala. Sinyal hanya dapat diperoleh di spot-spot tertentu (seperti: lapangan sekolah).

Rute Menuju Desa:

Pontianak-Putussibau: jarak 800 km, dengan bus: 18-23 jam, biaya 250 - 400 ribu

Pontianak-Putussibau: jarak 800 km, dengan pesawat: 1,5 jam, biaya 700 ribu - 1.2 juta

Putussibau-Nanga Lungu: 300 km, dengan bis, motor dan speedboat : 7-10 jam, biaya 600 ribu rupiah

 

 

Dan daerah ini adalah daerah yang akan menjadi tempat tinggal saya selama setahun kedepan (insyaAllah). Bagaimana perasaan saya ketika pertama kali saya menginjakkan kaki di tempat ini? Rasanya Luar Biasa Dahsyat. Kedatangan saya disambut dengan musim kemarau yang panjang. Air bersih sangat susah didapatkan. Air sungai menjadi sangat surut dan dangkal. Bahkan air sungai terlihat seperti tak mengalir. Ditambah lagi listrik yang sudah berbulan-bulan mati. Jadi, tanpa penerangan sama sekali. Pikiran berkecamuk. Hidup sendiri ditengah hutan belantara. Tanpa fasilitas seperti biasa di pulau jawa. Ditengah suku baru, suku dayak. Saya bukan lagi menjadi kaum minoritas, tapi benar-benar menjadi orang suku berbeda satu-satunya dan muslim satu-satunya.

Ditengah shock culture yang saya alami, saya mengalami degradasi semangat dan iman yang luar biasa. Sempat saya berfikir, kenapa saya harus berada ditempat seperrti ini? Siang itu, ketika bulan puasa. Ada satu kabar datang. Satu kabar yang membuatku malu jika aku tak bersemangat. Satu kabar yang akhirnya membuatku mengerti kenapa Tuhan membuatku terdampar ditempat seindah ini. Sebuah kabar yang mengabarkan bahwa 2 muridku lolos Kalbe Junior Scientist Award (KJSA). Siapa sangka anak dari daerah yang sangat jauh dari peradaban ini ternyata mempunyai potensi yang Luar Biasa. Inilah yang membuat saya merasa malu jika saya tak bersungguh-sungguh.

Nama mereka adalah Pebri Kristian Yafet dan Minarti. Anak dari SDN 09 nanga lungu ini akhirnya mendapat kesempatan untuk melihat “dunia luar”. Anak yang bahkan ke kota kabupaten saja belum pernah ini, akhirnya mendapat kesempatan untuk melihat ibukota. KJSA membuat mereka untuk pertama kalinya bisa merasakan naik bis. Jangankan pesawat terbang, bis saja belum pernah naik. Dan kabar gembira ini menjadi kabar gembira semua warga. Anak pelosok pergi ke ibukota propinsi. Anak pelosok berangkat ke metropolitan, ibukota negara, Jakarta.

Ditengah keterbatasan, mereka mampu tetap berkarya. Dan sekarang aku mengerti, kenapa Tuhan membuatku terdampar ditempat seindah ini. Karena disini aku banyak belajar.

Disini aku belajar bahwa ketulusan itu mampu menembus tembok-tembok pembatas, bahkan memburamkan kata minoritas.

Disini aku belajar toleransi yang tinggi, tanpa mengenal kamu seperti itu, aku seperti ini. Disini aku belajar bahwa perbedaan suku tak jadi penghalang untuk bersatu.

Perbedaan agama tak jadi penghalang untuk saling memberi makna.

Perbedaan budaya tak jadi penghalang untuk melangkah bersama.

Disinipun aku belajar, Bahwa sebenarnya sesuatu yang terindah di dunia ini tidak dapat kita lihat ataupun kita sentuh. Tapi kita harus merasakannya.

Seperti semangat, ketulusan, keberanian, kesetiaan dan cinta. Termasuk cinta kita pada Nusantara.

 

Apa kabar Nusantara?

Salam hangat dari Pulau Borneo,

Untukmu yang percaya pada mimpi dan cita.

Untukmu yang percaya bahwa ketulusan itu nyata adanya.

Untukmu yang selalu tersenyum menatap sorot mata harapan anak-anak perbatasan. Untukmu hati yang terlanjur cinta pada Indonesia.

Dari tepi kapuas, aku kabarkan.....

Aku melihat wajah Indonesia dari sudut yang berbeda.

Aku mendengar langkah-langkah sederhana penuh tawa.

Aku mendapati bahwa perbedaan ada untuk dirayakan sebagai keberagaman, bukan dipertentangkan.

Disini, aku menjadi saksi bahwa panasnya khatulistiwa tak menguapkan semangat mereka untuk meraih cita.

Bahwa masih ada harapan yang tak pernah padam meski tanpa penerang kala malam datang

Bahwa teriknya mentari tak menyilaukan deru langkah mereka untuk terus berlari meraih mimpi

Mereka adalah inspirasi....

 

Kita hanya satu. Kita tak dapat melakukan semua. Tapi kita dapat melakukan sesuatu.

Dan karena aku tak dapat melakukan semuanya, maka aku tidak akan menolak untuk sesuatu yang dapat aku lakukan (quote)

 

*Dan dari tepi kapuas, aku titipkan cinta orang-orang yang mencintaiku juga orang-orang yang aku cintai, kepada Sang Maha Segala Maha. 


Cerita Lainnya

Lihat Semua