Di Sinilah Kami Mengabdi....
Noveri Maulana 16 Desember 2011Sudah lebih satu bulan kami, Pengajar Muda angkatan tiga, berada di daerah penempatan. Berada di daerah yang sama sekali belum pernah kami datangi. Berada di negeri yang sebelumnya hanya sebatas mimpi, atau juga bahkan misteri. Berada di daerah yang begitu beda budaya, bahasa, dan juga adat istiadatnya. Nun jauh di sana, terpisah dari orangtua, sahabat, handai taulan, bahkan berpisah dari kekasih belahan jiwa, tak membuat kami berputus asa.
Semua itu tak membuat kami meronta hendak pulang membungkam cerita. Tapi kami, dengan kewarasan yang masih bertengger di kepala, dengan ketulusan hati yang masih membara, meninggalkan semua gegap gempita suasana kota, berjalan dengan gagah perkasa, mengemban misi untuk secuil ikut berbakti, mengabdi demi kesejahteraan anak negeri.
Di sinilah kami mengabdi, demi satu tekad bakti pada Ibu Pertiwi, kami rela ‘dikucilkan’ dari gemerlapnya panggung Ibukota. Kami ikhlas ditempatkan di ujung pelosok negeri, kami rela ditempatkan di pulau-pulau kecil yang membentang sepanjang nusantara. Kami bahagia ditempatkan di daerah perbatasan dengan negara tetangga. Bahkan, kami pun masih tertawa ditempatkan di tengah kampung di hutan belantara, hidup bersama warga dengan minimnya fasilitas dan berbagai sarana.
Di sinilah kami mengabdi, hanya berbekal semangat dan sedikit idealisme yang terkesan klise, kami pun berani melangkahkan kaki. Mengalahkan gugatan emosi, menentang keinginan dan keegoisan pribadi, lagi-lagi, hanya untuk mencoba sedikit berbakti. Kami yakin dan percaya, negeri ini masih mampu untuk terus bangkit dan berjaya. Negeri ini masih mampu untuk menunjukkan taringnya pada dunia. Negeri ini masih mampu melahirkan sosok-sosok cerdas yang dikagumi banyak bangsa.
Di sinilah kami mengabdi, ikut bertanggungjawab melanjutkan tradisi, menjaga pesan yang telah diwarisi, meneruskan janji yang tak akan pernah diingkari, “....untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.....”, sebuah janji Ibu Pertiwi untuk masa depan anak negeri.
Di sinilah kami mengabdi, di tengah kesederhanaan anak negeri, kami merasakan betapa hidup sangat berarti. Di tengah keterbatasan fasilitas dan sarana kehidupan, kami semakin menyadari arti penting sebuah keikhlasan. Di tengah keramahan dan setumpuk kehangatan, kami semakin menyadari arti sebuah persaudaraan. Dan, di kesunyian pulau kecil di tengah lautan, atau di tengah kesepian hutan yang membentang di atas perbukitan, dengan kesederhanaan anak-anak kampung yang masih ingusan, di Senin pagi, kami meneteskan air mata ketika menyanyikan lagu ‘Indonesia Raya’, bukan di tengah istana, tapi di sini, di negeri yang jauh dari gemerlapnya Ibukota, kami merasakan sebuah guratan cinta pada bangsa.
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda