Ding Gurui Wooi! ( Lima Guru Wooi)
Novandi Kusuma Wardana 5 Maret 2017Jika ditanya apakah saya menikmati masa tugas ini? Apakah saya betah di tempat tugas? Saya jawab dengan tegas : “Saya Betah dan dangat menikmati!”. Masa penugasan ini telah masuk pada bulan ke sembilan, bulan dimana musim cakalang sedang berpesta pora. Rumpung-rumpung penuh dengan pencari nafkah. Para nelayan pulang dengan loyang penuh, perahu tenggelam dengan ikan. Ini adalah musim cakalang! Siapkan saja dirimu dirumah untuk satu loyang papeda dicampur air lemon untuk menghajar ikan-ikan yang banyak kepalang.
Sungguh panorama desa Wooi adalah sebuah elegi bagi saya pribadi, terlebih bisa menjadi bagian dari masyarakat bahari, yang basah diterjang ombak, yang harus tetap tegar ketika angina selatan datang. Sejak ditempatkan di SD Negeri Inpres Wooi, saya tidak terlalu banyak berekspektasi. Terlebih sejak nasihat seorang alumni PM yang saya lupa namanya berkata “Nikmati setiap detik dalam masa penugasan, nikmati dan rayakan setiap perubahan meskipun itu kecil, jangan sampai bernafsu untuk perubahan besar tapi alpa dengan sesuatu yang kecil yang akhirnya malah jatuh sendiri.”
Mengajar di SD ini tidak sendirian, ada 7 guru yang mengajar sebelum akhirnya di bulan Desember lalu dua guru kontrak dari Pemerintah Kabupaten Kepulauan Yapen selesai masa tugasnya. Berarti tinggal 5 guru dengan saya masuk hitungan didalamnya. Lima guru itu adalah Nikson Wihyawari, Friets Werimon, Yohanis Kirihio, Melkyas Kendi (Penjaga Sekolah), dan Keis Wihyawari.
Perkenalkanlah guru-guru tersebut, yang pertama adalah Friets Werimon. Seorang lulusan SMA yang lama mengabdikan diri sebagai sekolah minggu di Gereja Immanuel Wooi selama puluhan tahun. Atas permintaan mantan kepala sekolah akhirnya beliau menjadi guru honor di SD selama kurang lebih 8 tahun dan sampai akhirnya beberapa tahun sebelumnya beliau diangkat menjadi PNS melalui rekruitman pegawai K-2. Tugasnya sebagai administrasi, namun dilapangan sebagai guru kelas. Saat ini pak Guru Friets berusia 54 tahun. Hobinya adalah bercanda, bermanin musik, dan makan papeda. Pak Guru Friets mengajar kelas 2 SD.
Yang kedua adalah Pak Guru Agama Yohanis Kirihio. Biasa anak-anak panggil Pak Guru Pae. Pae adalah anak pertama dari Pak Guru Yohanis, disini orang tua bisa dipanggil dengan nama anak pertama. Pak guru Pae kurang lebih menjadi honor di SD Inpres Wooi selama lebih dari 12 tahun. Beliau mengjar agama Kristen, namun terkadang juga mengajar membaca anak-murid. Beliau diangkat menjadi pengawai negeri sekitar tahun 2005. Murid-murid yang diajar Pak Guru Pae adalah murid generasi kedua, yang artinya adalah orang tua siswa dulu adalah murid beliau sampai sekarang mengajar anak-anak dari murid beliau dulu. Saat ini usia pak Guru pae 54 tahun, hobi beliau adalah bercerita. Tidak ayal setiap pembelajaran beliau lebih sering murid mendengarkan dongengan beliau (story telling).
Guru yang lain adalah Keis Wihyawari, Nikson Wihyawari, dan Melkyas Kendi. Keis Wihyawari kurang lebih menjadi honor baru 4 tahun. Belum lama beliau mengikuti tes untuk ujian guru kontrak di kabupaten. Beliau adalah lulusan D-2 PGSD di Wasior, Papua. Nikson Wihyawari adalah penjaga sekolah yang sudah kurang lebih 8 tahun bekerja sebagai penjaga sekolah. Lulusan SMP yang kemudian (mungkin) mengikuti ujian kesetaraan SMA. Tugasnya memang menjadi penjaga sekolah, membuka kelas, membersihkan halaman sekolah, dan membantu menjaga keamanan sekolah. Namun sejak beliau diangkat menjadi penjaga hingga hari ini beliau masuk menjadi guru kelas. Hari ini beliau adalah wali kelas 5. Soal bercanda beliaulah rajanya. Kala suasana sepi di kantor ketika semuanya bosan, beliaulah yang biasanya meramaikan suasana dengan berbagai macam becandaan. Beberapa bulan lalu beliau diangkat menjadi pegawai negeri melalui jalu K-2.
Yang terakhir adalah Melkyas Kendi, setelah pak guru Nikson diangkat mencadi CPNS dan diberi tugas secara resmi untuk masuk kelas. Melkyas Kendi lah yang menggantikan tugas dari pak Guru Nikson sebagai penjaga sekolah. Namun bukan guru Inpres Wooi namanya kalau hanya menjadi penjaga sekolah, Meky (sapaannya) juga menjadi guru di kelas 1. Sudah 2 bulan sejak guru kontrak pulang Meky secara sukarela membantu mengajar di kelas 1.
Kadang muncul pertanyaan dibenak beberapa warga “kalau gurunya sesuai bidang ilmunya boleh!”. Namun dari pada mengutuk keadaan seyogyanya adalah mengapresiasi apa yang saat ini ada. Saya pribadi sangat beruntung bisa bekerja bersama mereka. Tanpa mempertanyakan jabatan dan tugas pokok yang harus dikerjakan mereka terus masuk kedalam kelas, memastikan bahwa pembelajaran untuk siswa dapat terus berlangsung. “yang penting murid tau baca!” bahasa sederhana yang digunakan untuk menyampaikan bahwa proses belajar harus terus berlangsung. Sesekali karena harus mengambil hak di kabupaten, kami bergantian masuk kelas mereka. “Pa Vandi, besok saya ke Serui. Tolong kasih belajar ke anak kah?” juga ketika saya harus turun ke Kabupaten.”Pa Guru, titip anak kelas 6 ya?”. Hari ini ada 175 siswa SD Inpres Wooi yang tercatat sebagai siswa. Menariknya adalah pertanyaan mereka bukan “Pak Guru, kasih kitong guru PGSD kah?” tapi pertanyaan mereka lebih sederhana “Pa Guru, kasih belajar ke kitong kah” “Pa Guru masuk ke kelas kitong kah?” dan juga “ Pa Guru, toki lonceng sudah tong belajar!”.
Jika hari ini beliau ini masih mau masuk kelas tanpa berkeberatan tidak sesuai dengan tugas pokoknya, namun dengan niatan tulus bahwa pembelajaran dapat terus berjalan. Mungkin saya harus mengoreksi ulang bagaimanakah kinerja saya selama ini? Apakah saya sudah cukup semangat seperti mereka? Apakah hari ini masih banyak keluhan? Atau berbagai alasan lain?
Yang jelas suatu kebahagian bisa bekerja dengan beliau semuanya, bisa belajar bersama, dan menjadi satu keluarga hingga hari ini. Semoga esok hari ketika lonceng berbunyi Tuhan berkahi dengan semangat di diri, untuk bekerja lebih baik untuk anak-anak disini, di Teluk Rembai desa Wooi. Hormat lima jempol pak Guru!
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda