Bekal Buat Yoris

Novandi Kusuma Wardana 5 Maret 2017

Rapat orang tua murid jilid dua yang menghadirkan wali kelas siswa kelas 6. Rapat tersebut lebih membahas kepada persiapan siswa menghadapi Ujian Sekolah dan Ujian Nasional. Harapan dari guru-guru tidak lebih adalah adanya kerja sama antara wali murid supaya anak-anak diusahakan tidak boleh alpa hingga ujian nanti. Sebagai wali kelas 6 aku sendiri memang menunggu momen ini, terlebih disesi ini bisa kusampaikan beberapa kendala yang kuhadapi dan apa saja yang bisa dipersiapkan nantinya sampai bulan April dan Mei tiba.

Sebagai wali kelas enam, poin penting yang cobaku sampaikan adalah tentang kealpaan siswa yang memang lebih sedikit dari semester sebelumnya, namun harus perlu didorong supaya terus sekolah. Dan yang kedua adalah tentang permasalahan materi yang masih banyak belum disampaikan kepada siswa. “Bapak Ibu semua yang saya hormati, ijinkan saya selaku wali kelas memohon ijin kepada bapak ibu sekalian untuk menyampaikan pendapat. Untuk menyapaikan ketertinggalan materi yang belum tersampaikan bagaimana kalau jam sekolah siswa ditambah. Dari jam 7.30 pagi sampai 3 sore.” Sampai kalimat yang ku sampaikan belum ada tanggapan dan akhirnya kulanjutkan lagi “namun saya minta bantuan kepada bapak ibu sekalian, kalau belajar sampai jam 12 saja siswa sudah mengeluh lapar, apa lagi kalau jam 3, nah bapak ibu bagaimana ini, saya kembalikan ke bapak ibu sekalian. Jika orang tua murid bersedia, kita akan laksanakan ini besok hari senin, 1 Februari besok!”. Pergumulan mulai terjadi, antara orang tua saling berbicara pelan sampai akhirnya moderator bapak Nikson guru kelas 5 menengahi “Bapak Ibu dorang silahkan sampaikan pendapat langsung saja, tara apa, semua untuk kebaikan anak murid”.

“tok…tok…tok” bapak Kornelis Horota wali dari Moses kecil mengetuk meja ijin untuk berpendapat. “Bapak guru kalau saya itu terserah pak guru saja. Tapi kalau saya pribadi kok merasa itu terlalu lama pak guru, saya pribadi saja kalau disuruh belajar selama itu juga belum tentu kuat!”. Setelah Bapak Kornelis bertanya Bapak Tercus Wihyawari wali dari Yoris juga menyatakan keberatan “Pa Guru, kalau saya boleh mengingatkan, waktu rapat di bulan oktober lalu bukankah sudah ada kesepakatan supaya anak-murid diberikah les sore. Apa tidak baik jika tetap melaksanakan les sore itu?”.

Sebenarnya tambahan jam pelajaran ini meruapakan cara yang saya adopsi dari jaman sekolah dulu, mendekati ujian nasional dan ujian sekolah guru memberikan jam pelajaran tambahan yang disambung dari waktu belajar efektif sehari-hari. “bapak ibu, ijin untuk menjawab. Memang saya rasa berat juga sepertinya, tapi kebijakan ini saya tawarkan kepada bapak ibu karena jika saya adakan les sore hari tidak ada anak yang datang, malah anak-anak kelas kecil yang datang, atau lebih sering tidak ada yang datang. Saya cari ke jalan-jalan anak-anak malah bermain. Ya namanya anak-anak tidak bisa disalahkan kalau masih suka bermain bapak ibu sekalian. Maka dari itu saya pilih waktu ini supaya semuanya tetap dapat mengikuti pelajaran.”

Orang tua wali murid pun sedikit paham maksud saya. Memang sepulang sekolah adalah hak anak-anak untuk bermain, dan memang setengah mati ketika harus melangkahkankan kaki kembali ke sekolah ditengah godaan bermain batu sepuluh, gicik, dan lari gerobak yang sangat menyenangkan.  

Pak Guru Kirihio disebelah saya pun ikut membantu menjelaskan, “Bapak ibu, kalau memang bapak ibu setuju kebijakan ini bisa dicoba dilaksanakan dulu. Kita lihat di anak kita nanti, apakah berjalan atau tidak. Namun kondisinya kitong pu anak itu lapar bapak ibu. Jadi itu juga persoalan. Kalau memang ini dijalankan, bapak ibu dorang juga supaya siap dengan makan anak-anak. Sagu lempeng kah, nasi kotak kah, atau apa saja. Yang bisa dititip ke kitong pu keluarga atau di rumah kepala sekolah juga bisa.”

Pak Tercus kembali berpendapat “kalau memang begitu nanti saya pu maitua (baca : istri) biar nanti saya bilang untuk siapkan makan bekal untuk sekolah. Kalau saya itu tidak bisa kalau siapkan. Karena pagi saya su pigi kerja. Pulang sore. Tara tau dan tara bisa siapkan anak pu keperluan sekolah” dan celotehan mama mama wali lain yang juga berka “sudah nanti tong siapkan kalau makan, saya bilang ke anak murid tara usah pulang. Makan dibawa kesekolah saja..”

Siang itu akhirnya setelah sesi warna sari doa penutup yang dipimpin oleh bapak Kornelis Horota, guru dan wali siswa kelas enam berfoto bersama , jabat tangan dan semuanya undur diri. Besok Senin tambahan jam belajar siap dilaksanakan, semoga guru dan anak muurid semuanya bisa mengikuti dengan baik.

Tambahan Jam Pelajaran

Jam pelajaran pun telah usai. Murid murid kelas 3-5 berhamburan pulang, kelas 1 dan 2 sudah pulang lebih awal. Pintu ditutup oleh Kak Melkyas penjaga sekolah, terkecuali ruang kelas enam. Sesi istriahat untuk makan pun datang, ini kali pertama anak-anak membawa bekal makanan dari rumah. Ada yang membawa sagu lempeng, ada yang membawa sagu kelapa. Ada membawa kotak nasi berisi nasi dan mie instan yang sudah dingin. Beberapa anak lainnya memilih pulang karena rumah mereka dekat. Namun Yoris masih duduk dan diam. “Yoris, kam bekal?” saya bertanya “dia tersenyum, tara ada pa guru..” lalu saya sarankan Yoris untuk ikut makan dengan kawan lainnya namun dia menolak. Satu dua siswa saling ledek mencandai bekal makanan mereka. Akhirnya saya meminta waktu undur diri untuk melaksanakan sembahyang. Saya susun meja-meja dan dan saya gelar sajadah di atas meja. Air wudlu sudah ada di pancoran bambu dekat sekolah. Ketika memulai gerakan takbir, anak-anak yang sudah tahu bahwa saya sedang shalat langsung hening “Ee, diam pa guru ada sembahyang …”

Selesai sembayang pun juga diikuti anak-anak yang telah menyelesaikan makannya. Anak-aak lain yang rumahnya dekat pun sudah kembali ke kelas dengan-muka puas karena telah memenuhi hajat perutnya. “baik semua, su jam 1 sekarang, tona (baca : kita) mulai belajar ya”. Belajar pun dimulai dengan mata pelajaran IPA, tidak bisa bohong kalau tidak mengisi perut dahulu membuat tidak konsentrasi di kelas. Yoris yang dari tadi memang tidak mau makan terlihat tertunduk terus. Alih-alih mengingatkan daripada jadinya anaknya marah memang saya sengaja tidak menegurnya. Saya anggap pelajaran baru dari pemberlakuan jam belajar ini. Namun belum lama pembelajaran tambahan dimulai ibu-ibu dengan menggendong anaknya mengetuk pintu.”pemisi, selamat siang pak guru. Ada perlu sebentar….” Saya spontan menjawab “iya ibu, ada yang bisa saya bantu?” sambil saya melangkahkan kaki mendekat ke si ibu itu yang sudah berdiri di depan pintu. “Maaf pak guru, bekal nasi untuk Yoris terlambat, saya ada masak untuk anak dirumah dulu jadi.” Ibu itu terlihat terengah-engah, wajar saja mungkin tebakan ala-ala Sherlock Holmes adalah ibu itu lari terbirit birit karena melewati bukit yang memisahkan desa Haihorei menju Wooi sampai selendang untuk menggendong anaknya ikatannya mengendor dan keringat bercucuran diwajahnya. Karena tergesa-gesa kotak nasi itu dititipkan ke rumah Kepala Sekolah yang jaraknya lebih jauh dari sekolah, dan akan lebih efektif jika langsung diantar ke sekolah. Tapi itu hanya tebakan saja.

“Ini berarti ibunya Yoris ya?” saya lanjut bertanya “bukan saya kakaknya Yoris Pa Guru, Yoris pu orang tua ada di Sorong, su lama Yoris tinggal dengan ipar dan saya. Jadi saya siapkan dulu makan untuk Daniel dan adeknya baru bisa antar makan untuk Yoris. Makan Yoris ada di pak guru kep. Begitu saja ya pa guru. Terimakasih. “ ibu itu langsung balik kanan membelakangi saya dan berjalan pulang.

Saya baru tau kalau Yoris ternyata tidak tinggal dengan orang tuanya sejak lama. Dan dia besar dengan kakaknya yang sudah berkeluarga. “Yoris, kam bekal ada di pa guru kep, kam jalan sudah makan bekal dulu, kalau sudah kembali ke kelas”. Yoris dengan sedikit mengangguk berjalan meninggalkan kelas. Saya tidak tahu bekal apa yang disiapkan kakaknya untuk Yoris. Harapan saya di siang itu Yoris tidak lagi menahan lapar. Dan Yoris semakin kuat untuk menahan jumpa dengan orang tuanya yang tinggal jauh di Sorong sana. Selamat menikmati bekal siang ini, Yoris.


Cerita Lainnya

Lihat Semua