Bu Guru Suster, Kitong Belajar!

Novandi Kusuma Wardana 5 Maret 2017

Hiruk pikuk pembelajaran di kelas enam SD Inpres Wooi terus berjalan. Jika sebelumnya kami lari dengan mesin motor tempel 15PK, sekarang kami ganti dengan mesin 25 PK. Lembar-demi lembar berbagai pelajaran terus kami hajar, lelah memang. Tapi bagaimana lagi ini tidak lebih keinginan anak murid sendiri supaya lebih siap menghadapi ujian yang semakin di depan mata. Pagi itu, Kamis pembelajaran kami masuk pada bab pernafasan dan sistem pencernaan manusia. Sebenarnya materi tersebut masuk bukan di kelas enam, namun di kelas lima. Karena materi tersebut tidak hanya sering masuk dalam soal ujian, pentingnya materi tersebut untuk juga terhadap permasalahan di kehidupan sehari-hari. Terutama soal permasalahan di sekitar seperti mengapa kita tidak boleh merokok, mengapa sebelum makan harus mencuci tangan, mengapa lingkungan rumah harus bersih. Permasalahan tersebut setidaknya dapat digunakan untuk memulai pembelajaran materi pernafasan dan sistem pencernaan manusia.

Dalam benak saya akan lebih mudah jika materi ini dijelaskan dengan alat peraga. Minimal gambar. Namun tiba-tiba wangsit (baca : ide) itu datang. “Kenapa tidak minta bantuan petugas medis puskesmas Wooi untuk menjelaskan?”. Tanpa basa-basi sepulang sekolah saya langsung pulang kerumah, sembahyang, makan, dan ganti pakaian. Biasanya yang sepulang sekolah tidak sengaja ketiduran tapi siang itu saya berjalan ke Puskesmas, yang letaknya jadi satu lokasi dengan pelabuhan. Melewati desa Wooi, Dumani, dan berakhir di Rembai. Sampai di depan puskesmas PaMan ( Pak Mantri) Manrabuyan sedang duduk santai didepan puskesmas. “Selamat siang paman” , PaMan pun membalan “Selamat siang guru, ada perlu apa siang begini main puskesmas”. Mungkin dikira saya akan berobat, tapi tanpa berbasa basi saya langsung masuk ke topik maksud pembicaraan. “PaMan, bisa minta tolong mengajar untuk anak-anak kelas 6, mengajar tentang sistem pencernaan dan pernafasan. Jadi nanti anak-anak saya bawa ke sini, terus PaMan yang mengajar langsung. Kan PaMan lebih jago menjelaskan yang begini… hehehe”ujar saya. Belum dijawab pertanyaan saya suster Misyreti Kirihio datang ke arah kami. “Pak Guru, ada perlu apa ini siang begini main ke puskesmas?”. “ Ini suster, mau minta tolong ke PaMan untuk jadi guru buat anak murid.” Suster pun menjawab “ Wah jadi pak guru mantri ya. Hahahaha ……” obrolan kami pun jadi panjang sambil membahas hal-hal diluar topik pembicaraan. Saya lihat PaMan sedang menimbang-nimbang permintaan saya. “Baik pak guru, nanti kamis depan ya … saya siapkan dulu materinya. Kan puskesmas habis direhab jadi kita bongkar-bongkar dulu ya. Nanti sekalian praktik alat kesehatannya boleh ya PaMan”. PaMan pun menjawab “terserah guru sudah”. Hari itu saya rasa girang apa. Niatan ini disambut baik oleh pihak puskesmas. Siang itu meski terik panas namun kegembiraan terus membasuh hati ini.

Besoknya dikelas ditengah pelajaran saya memotong perhatian siswa. “Ehm.. pak guru dengar dulu Mariana pernah bilang ingin jadi suster ya ..” Mariana pun menjawab dengan elakan khas Papua “Jeeee..”. seisi kelas tertawa sudah mendengar jawaban Mariana. Sebenarnya bukan hanya jawabannya namun ekspresi yang menyertainya itu sungguh sesuatu sekali. “Minggu depan hari Kamis kita akan belajar di puskesmas, mempelajari soal sistem pernafasan dan pencernaan. Yang tidak kalah penting adalah kalaian kemungkinan bisa belajar juga dengan alat kesehatan!”. Seisi kelas pun berteriak kegirangan. Sampai setiap hari pembelajaran berlangsung kadang konsentrasi buyar karena anak-anak yang menginginkan ke puskesmas dipercepat. Sampai hari yang ditunggu pun datang.

Berjalan dari sekolah dengan ritme yang sedikit tempo, akhirnya tibalah kami didepan puskesmas. “Selamat siang suster. PaMan ada kan?” Tanya saya. “aduh pa, guru PaMan lari ke Serui kemarin sore, dia melarikan diri.” Saya tidak tahu emoji apa yang tepat untuk saya pilih untuk mewakili perasaan saya waktu itu.” “Pa Guru saya yang gantikan PaMan, tidak mengapa juga toh…” langsung saja perasaan saya yang awalnya takut mengecewakan murid tapi seketika berubah menjadi berbagai emoji yang tidak karuan seperti :* , :D , J, ^_^ , dan emoji kebahagiaan lainnya.

Kami pun dipersilakan masuk di ruang kerja petugas kesehatan. Disana kursi empuk seperti di resepsi pernikahan itu sudah ditata rapi, sisanya duduk di kursi kayu yang biasanya ditaruh di ruang tunggu puskesmas. Selagi menunggu Suster Misiyreti saya memberikan kode ke beberapa murid “keluarkan buku, tulis!”.waktu terus berjalan, suster menjelaskan dengan gambar dan menceritakannya. Anak-anak hanyut dalam dongengan suster. Sesekali mereka tertawa karena apa yang dijelaskan suster ternyata adalah pantangan kesehatan dan mereka lakukan sehari-hari. Misalnya “mana suster lihat, kuku anak-anak yang tidak pernah dibersihkan, tapi makan dan tidak cuci tangan” langsung antara murid saling baku lirik. Dan akhirnya tertawa dan menyembunyikan masing-masing tangan. Jadi merasa malu sendiri dulu waktu saya SD juga jarang juga cuci tangan, tapi hari ini anak-anak malah yang jadi bulan-bulanan suster.

Sesi terakhir pun ditutup dengan mencoba alat-alat kesehatan. Inilah sesi yang ditunggu anak-anak, konsentrasi mereka pun buyar ketika suster menjelaskan satu persatu nama dan kegunaan alat kesehatan, mulai dari stetoskop, mikroskop, berbagai macam pisau bedah, tensi meter, sampai selang infus diruangan perawatan pasien. “ya silahkan anak-anak yang mau mencoba silahkan….” Dasar anak-anak tadi ketika ada sesi Tanya jawab tidak banyak yang bertanya, tapi giliran diberi kesempatan mencoba langsung saja berebut.

Seluruh kegiatan hari ini pun selesai. Siang itu semakin membuat saya bahagia adalah ketika diakhir sesi si Moses kecil bertanya ke saya “Pak Guru kapan belajar begini lagi?” . seperti biasa sesi foto bersama pun wajib dilakukan, kamera saya taruh diatas meja petugas jaga, timer kamera saya pasang dengan 4x jepretan. Anak-anak sudah siap, shutter saya tekan dan lampu menyala kedap-kedip. Saya berlari ke sudut yang sudah dipersiapkan untuk saya. 1…….2………3….. cekrek.

Terimakasih suster, kapan-kapan belajar bersama anak-anak lagi ya.


Cerita Lainnya

Lihat Semua