Kita so Tau Bagi-bagi

NisaNur Iskandar 14 Februari 2015

Malam telah merayap naik. Sebagian besar warga sudah pulang dari masjid menuju ke rumahnya masing-masing. Malam itu malam minggu, atas permintaan mama piaraku, khusus pada malam itu les malam diliburkan. Selepas sembahyang magrib aku memutuskan untuk menghabiskan malam dengan membaca dan merapikan buku-buku.

Tiba-tiba seseorang datang, membawa dua buah buku tulis lama dan sebuah pena. Menyingkap tirai kamarku sambil mengucapkan salam. Ia datang sendirian. Malam itu tanpa malu-malu ia memintaku mengajarkan matematika. Bukan materi tentang statistika dan peluang yang seharusnya dipelajari seorang siswa kelas tiga SMP yang sebentar lagi akan Ujian Nasional. Tapi pembagian sederhana, 2 dibagi 2.

Selama ini konsep pembagian yang tertanam dalam pikirannya tak ubahnya pengurangan biasa. Baginya 2:2=0 dan 6:2=4. Adik piaraku, anak kelas 3 SD menertawainya mengejek. Dengan kepala tegak ia menjawab “daripada tara tau kong, lebih baik kita belajar sekarang1”.

Tak ada sedikitpun rasa malu dalam dirinya, sikapnya menunjukkan keinginan kuat “aku tahu aku belum tahu, maka aku belajar agar tahu” sekuat langkahnya kemari menembus jalanan gelap sambil bertelanjang kaki.

Maka malam itu kami belajar pembagian, dengan papan congklak dan sedotan yang dipotong-potong menjadi 70 buah. Belajar membagi potongan-potongan itu ke dalam ceruk-ceruk pada papan.

Sepuluh, lima belas soal bisa ia kerjakan dengan baik. Sekarang ia memintaku mengajari pembagian susun. Hanya tiga kali kami mengerjakannya bersama-sama, kemudian ia memintaku memberikan pertanyaan untuk ia kerjakan sendiri. Tujuh soal yang kuberikan, semuanya bisa ia kerjakan dengan benar. Karena sudah larut malam ia pamit pulang, sebelum pulang ia memintaku memberikan tugas rumah.

“Ternyata bagi-bagi itu pe gampang me, sekarang kalau dong tanya pa kita, kita bisa jawab so tau bagi-bagi. Bagi-bagi susun me so tau2”. Ia tersenyum senang. Hanya dalam waktu singkat, ia bisa mengerti apa yang kami pelajari tadi.

Aku percaya tak ada yang namanya anak-anak berkepala angin, aku percaya semua anak di sini memiliki potensi yang besar. Bagaimana tidak? Setiap harinya mereka makan ikan segar yang tinggi protein, sepanjang hidupnya tubuh mereka dicukupi oleh alam yang kaya. Yang ada hanyalah hati dengan keinginan yang lemah, yang kalah oleh panasnya matahari dan gelapnya malam. Jika saja semua anak memiliki hati dengan keinginan yang kuat maka tidak ada yang tidak mungkin.

Seperti malam itu, hanya dengan keinginan yang kuat ia menembus jalanan gelap sambil bertelanjang kaki, membawa kebahagiaan baru: “kita so tau bagi-bagi3”.

 

1   ”Daripada tidak tahu, lebih baik saya belajar sekarang”

2   ”Ternyata pembagian itu gampang ya, sekarang kalau orang lain bertanya pada Saya, Saya bisa jawab kalau Saya sudah tahu pembagian, bahkan pembagian susun juga Saya sudah tahu”.

3   ”Saya sudah tahu pembagian”

Cerita Pengajar Muda IX Halmahera Selatan lainnya dapat dinikmati di http://issuu.com/rumahinspirasihalsel/docs/inspirasi_halmahera_selatan


Cerita Lainnya

Lihat Semua