Belajar Sudut Pandang

Nindya Intan Putri 5 September 2013

 

Tak pernah sebelumnya membayangkan akan sedikit “kejutan” memasuki bulan kedua ini. Bayangan akan masyarakat yang ramah dan pemurah, guru-guru yang mendukung dan anak-anak yang menyemangati memang selalu ada. Tapi ingat kawan,kebahagiaan itu tak 100%  isinya dengan hal yang membuat senyum diwajah kita atau yang membuat buncahan dalam dada yang seakan-akan menenggelamkan segala kegundahan. Kadang kebahagiaan itu lebih bermakna jika dibumbui dengan tangis, takut, gundah, marah dan segelintir perasaan tidak enak lainnya. Itulah yang kualami..karena itu aku akan sedikit bercerita tentang nikmatnya hidup dipesisir timur Indonesia timur ini. Di hari ke 18 ramadhan, aku mulai merasakan sulitnya sendiri..menyiapkan sahur dan buka sendiri ditengah keterbatasan makanan dan temaram lilin, memaknai dan menangisi ibadah seorang diri, bahkan ketika dilanda sakitpun sendiri. Mungkin jika ada listrik ataupun sisa-sisa sinyal akan berkurang kesendirian itu. Tapi jangankan didesaku yang merupakan desa terakhir dari kecamatan alias paling ujung, bahkan di pusat kecamatan yang jarakny 15an km dari desakupun tidak ada sinyal sama sekali. Ya, sekecamatan tidak ada sinyal..alhasil jika ingin bertemu pihak kecamatan hanya mengandalkan feeling apakah yang didatangi ada atau tidak. Kalaupun tidak ada harus menunggu dari jam 7 pagi sampai jam 5 sore jika ingin kembali ke desa. Karena satu-satunya kendaraan yang lewat hanya sekali putar balik. Kalau mau cari sinyal ya harus kekota kabupaten, jaraknya 84 km atau 2 jam perjalanan dengan mobil.  Listrik disini menggunakan genset kawan, menyala tiap hari jam 19.00 WIT sampai 23.00 WIT. Itu kalau ada uang, kalau tidak ada ya gelap. Diterangi bintang malam yang banyaknya melebihi bintang dipulau jawa hehehe..pernah 4 hari berturut-turut hanya diterangi bintang dan headlamp tercinta. Atau tentang cuaca daerah pesisir timur maluku tenggara barat yang sedang angin musim timur?jaket, kaos kaki dan kupluk tak pernah lepas dari tubuh..Mandi?tunggu matahari terbit dulu agar hangat..Masuk sekolah?jam 9 baru masuk karena murid dan guru lain belum datang, alhasil dari pagi jam 07.00 WIT sendirian bersih-bersih sekolah. Angin kencang, hujan deras sepanjang hari sehingga hampir semua anak didesa yang memang kurang gizi ini semakin kurang gizi karena ayah mereka tidak berani mengaik sehingga susah ikan. Ketika ada yang berani mengailpun tidak ada yang mau menjual karena untuk konsumsi keluarga sendiri. Sebentar..dijual? maaf kawan aku lupa, kalau angin timur dan tidak panen kopra tidak ada pendapatan disini. Paling banyak Rp.50.000,- sebulan jika ada rejeki.  Ditambah hasil kebun yang sedikit karena musimnya sedang tidak bagus bercocok tanam. Masih bagus pulang dari kebun yang jaraknya rata-rata 10 km naik turun bukit dan letaknya dipinggir hutan, membawa daun pepaya atau bunga pepaya, tapi hal itu sulit dilakukan dimusim seperti ini. Jadi bersyukurlah jika tiap hari masih disuguhi ubi, singkong, sayur bunga pepaya, atau sayur daun pepaya. Oh iya kawan, apakah kalian tahu betapa susahnya mendapatkan sayur dan buah di kabupaten ini..jangankan didesa tapi levelnya kabupaten! Ini menu sayurnya sawi, bayam (jika beruntung), buncis, daun singkong dan daun pepaya. Buahnya pepaya, lemon (a.k.a jeruk bali), mangga, jambu air. That’s enough. Wajar kalau ada anak 1,6 tahun disini yang belum bisa jalan. Kurang gizi kawan.. Jadi kawan, jika kamu sekarang mengeluh karena makanan yang dimasak ibumu atau pembantumu tidak enak atau kamu lupa minggu ini belum makan di restoran fastfood maka bersyukurlah..karena kami disini tiap hari berpikir akan makan apa nanti malam, apakah masih ada sayur dan ubi yang tersisa. Jika kamu nanti malam mengeluh tidak bisa tidur karena kipas angin atau AC mati atau mungkin kasurmu tidak empuk lagi, maka bersyukurlah lagi kawan..kami disini kedinginan menahan air yang merembes dari genting daun nira dan seng, tidurpun diatas kasur (atu tidak disebut kasur lagi) yang tipisnya mungkin sama dengan komik yang sering kalian baca. Atau ketika sebagian dari kalian mengutuk kenaikan TDL,tetaplah bersyukur masih ada cahaya listrik..disini kami mengandalkan genset yang hanya ada 1 untuk menerangi seluruh kampung kawan, doakan selalu ada rejeki untuk kami ya agar cahaya untuk anak-anakku les tiap malam selalu ada.  Oiya ada satu lagi, jangan boros dengan uang Rp.50.000,00 mu yakawan..kalau lagi musim seperti ini dan tidak panen kopra, itu uang kami sebulan.. Tetapi hal itu semua akan selalu tertimbun dalam ketanah saat kalian melihat anak-anakku kawan..tawa mereka, senyum dan tangis mereka tiap hari, tingkah polah aktif mereka, kepolosan mereka dan kejernihan hati mereka, tulisan cakar ayam mereka..meskipun mereka masih sulit menulis dengan benar dan rapi tetapi selama ini sering aku dikirimi surat, puisi ataupun coretan mereka..diatas kertas itu mereka selalu mengawali dengan kalimat yang sama “teruntuk ibu intan yang saya cintai selamanya” lucu kan kawan.. ?. Kulit yang menghitam, tubuh yang semakin kuruspun tak membuatku bersedih sedikitpun kawan..karena aku jatuh cinta dengan mereka.

Cerita Lainnya

Lihat Semua