info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Saya belajar, maka saya ada.

Nila Ningtias 1 Maret 2011
Ada kondisi dimana kita dicintai murid-murid, tapi ada kondisi dimana kita dibenci oleh murid-murid kita. Valuenya adalah keyakinan kita kalau kita sudah memberikan yang terbaik sampai batas kemampuan kita. Dan value lagi, bukan value lain, tapi ini primary, ketulusan yang baru dapat dirasakan di saat terakhir. Ada guru yg tidak melulu ikuti permintaan murid. Ada pula guru yang selalu memberikan kejutan2 menyenangkan untuk murid. Ada juga guru yang cara mengajarnya tidak biasa diterima bahkan tidak bisa diterima oleh para murid. Saya, termasuk guru yang tidak baik. Saya masih mencuri waktu gugling saat murid bertanya dan saya tidak tahu jawabannya. Antropotomi, apa itu? Tapi saya sembunyikan dan tampil seolah-olah saya tahu. Saya bercerita tentang negara2 di benua lain, tapi saya tidak pernah kesana. Murid bertanya, kapan ibu kesana? Saya hanya menggidikkan bahu dan bilang, ayo kesana ramai-ramai! Seorang murid merengek sampai hampir nangis karena tidak bs mengerjakan soal matematika lalu ngambek dan pergi keluar kelas. Saya berdiri mematung di dekat bangkunya dengan pandangan seisi kelas tertuju pada saya. Seorang murid perempuan kelas 5 selalu menolak bahkan menghardik saat berkelompok atau duduk bersebelahan dg murid laki-laki. Saya mengajarkan dia kalau kita sdg belajar bekerjasama dlm tim. Tapi ia hanya menatap saya dg tajam dan memendam emosi. Di hari lain, saya baru tahu, dia sedang mengalami masa pubertasnya yg pertama... Ada anak kelas 3 yang sangat cerewet dan selalu menagih saya membuat roket, tapi saya terlalu sibuk dengan urusan pedagogis kelas tinggi. Padahal saya punya buku dan bahan-bahannya. Ada lagi yang ingin sekali belajar menggunakan leptop sampai terkesan memaksa. Tapi saya tarik ulur keinginannya sebab saya tidak ingin membuat iri teman2nya yang lain. See? What else? Yeaah... Saya tahu, ada banyak kesalahan yang saya lakukan. Disebabkan saya yang kurang peka, saya yang kurang persiapan, saya yang kebingungan karena plin-plan. Sampai-sampai saya sudah tidak peduli lagi apakah mereka masih mencintai saya? Pada akhirnya mereka akan tahu dan belajar bahwa saya seperti guru pada umumnya. Bedanya, saya sering memaksakan kehendak saya pada mereka bahwa nilai bukan prioritas pada pelajaran saya. Tapi sikap yang baik dan bertanggung jawab selalu memiliki poin lebih. Akhirnya, mereka sering bergumam kecewa saat saya menolak memberikan nilai pada beberapa tugas mereka dg alasan masih banyak yg salah. Beda yang lain, saya selalu menahan diri dan menghamba kesabaran untuk tidak menghardik apalagi memukul mereka. Yep! Saya memang seorang guru, bukan malaikat yg bs menyelamatkan hidup mereka seratus persen dari kesulitan. Dan keseharian yg saya jalani adalah kehidupan seorang guru, bukan orang suci. Manusia,lebih-kurang dan keseimbangannya. Itu sebabnya saya belajar. Saya belajar, maka saya ada.

Cerita Lainnya

Lihat Semua