info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Envy (p

Nila Ningtias 1 Maret 2011
Dua hari yang lalu, saat saya sdg membimbing persiapan olimpiade sains di sekolah, azis -murid kelas 5- tiba2 datang membawa seplastik jambu. Walhasil seluruh anak pun berebut ingin memakan jambu itu. Kata ulin, jambu itu nyolong di rumah Pak Ujang -pendeta di kampung- awalnya saya kaget juga, kok nyolong. Ulin sepertinya cukup peka dg ekspresi wajah saya, dia bilang 'Pak Ujang baik kok bu, pokoknya nyolong yang jatuh bukan di pohon. Namanya mulung tp anak2 suka bilang nyolong'. Ooo... Saya pun mafhum. Lalu ulin menyodorkan jambunya pada saya, dia tahu saya ndak kebagian akhirnya dia merelakan jambunya itu. 'loh kamu?', 'gampang bu, ntar nyolong lagi'. Lalu ulin ditemani azis keluar untuk 'nyolong' jambu lagi. Anak-anak disini begitu bebas dan mereka sangat dekat dengan sendi kehidupan di kampung ini. Mereka bahkan sudah hafal dengan seluk beluk kampung juga orang-orangnya. Mereka tahu rumah mana yang boleh diambil jambunya, mana yg tidak. Mereka juga tahu ke siapa harus meminjam gerobak untuk mengangkut sampah. Mereka juga tahu dimana mendapatkan bakso yg enak, tiap hari apa dan jam berapa. Mereka pun tahu isu terkini dari setiap ujung kampung walaupun kadang mereka selipi komentar-komentar mistis ala anak kecil, pergosipan seputar hantu dan sejenisnya. Begitu mudahnya mereka meraup informasi dan mencerna ke dalam lobus-lobus pemikiran mereka. Desa yang tenang dan asri ini sangat piawai menstimulus otak mereka yg cemerlang, mereka hanya butuh bimbingan dan binaan pendidikan yg tepat. Sebelum mereka terkontaminasi oleh ajaran-ajaran pesimis yg sering diucapkan orang-orang di sekitar mereka. Anak-anak disini sangat bebas dan lepas. Mereka mudah meluapkan apapun yang ada di pikiran mereka. Sebenarnya mereka memiliki kreativitas yg besar. Tapi, kadang bentakan dan tudingan seolah mengerem segala inisiatif dan kreativitas mereka sampai waktu yg tak diketahui. Setiap hari murid kelas 4-6 pulang sekolah jam 12 siang. Sejak saya datang, mereka selalu menagih les,bahkan minta ditambah waktunya. Les dimulai pukul 1 siang sampai jam 2, setelah itu mereka ngaji. Pulang ngaji, anak2 laki banyak main bola di lapangan, anak perempuan kembali ke rumah membantu ibu atau bersepeda keliling kampung. Setiap hari, seperti itulah aktivitas mereka. Sampai saya berpikir, kapan capeknya ya anak2 ini?? Jujur, saya sangat iri dengan potensi anak-anak ini. Mereka butuh pendidik yg tepat yg lihai membaca potensi dan tahu teknik apa yg sesuai dlm mendidik mereka. Sedangkan saya, saya hanya lihai menyadari potensi mereka tapi belum tahu bagaimana mengembangkannya. Satu hal, anak-anak disini sangat ringan tangan, mereka suka menolong. Saya sudah tidak sabar ingin melihat mereka tumbuh dewasa dan sukses. (bersambung)

Cerita Lainnya

Lihat Semua