Si Cuek Jago Nulis

Nia Setiyowati 30 April 2012

Menyerah deh! Aku duduk dekat sekelompok teman sekolahku dan siap makan siang. Tak ada seorangpun, tak ada satupun kawan bicara padaku. Jangankan bicara, senyum sedikit saja tidak! Ada apa sih? Kenapa? Apa saat ini aku manusia yang tak dapat terlihat oleh mata?

Pernahkah kamu demikian? Seakan-akan tak terlihat mata. Lenyap. PUARRR...terjadi uap? Tak ada yang mengenalmu. Kalaupun kenal, mereka tak suka padamu! Wah, wah, wah...kasihan sekalee..

Pernahkah? Saya amat sering merasa seperti itu. Tapi dengarkan sekarang, aku tahu sesuatu yang baru. Tuhan mengenal dan mencintai kita sepenuhnya. Seutuhnya. Tak pernah kita tak kelihatan di hadapan Tuhan. Kenapa? Karena Dia dekat dengan kita.

Bulan lalu aku heran, kenapa dia kok selalu mau menangkan waktu bersamaku? Lalu aku mulai membaca buku pengharapan, maka timbulah ide di kepalaku. Tuhan mencintai kita karena Dialah yang menciptakan kita, dan Dia ingin membuat kita karena ingin selalu dengan kita. Kita untuk mengerti semua ini kita harus mulai dari awal. Dari awal-awalnya.

Begitu kan seharusnya aku mengenal Tuhan. Hanya dengan membaca.

Jadi mari mulai membaca bersamaku.

Penulis: Ardi Seni

***

Apakah teman-teman bisa menebak? Siapakah penulis tulisan di atas? Mungkin tidak ada yang menyangka, bahwa itu adalah karya seorang anak yang berusia 10 tahun dan baru kelas lima SD. Terlebih lagi, ia murid SD yang berada di pulau paling selatan Indonesia, yang baru 8 tahun menjadi kabupaten sendiri, yang masih penuh dengan segala keterbatasan dan tertatih memenuhi standar pembangunan sebuah Kabupaten.

Ya, tulisan di atas adalah salah satu karya anak muridku. Ardi Seni namanya. Ia anak yang terkenal sangat nakal dan suka memukul teman. Sangat tertutup dan cepat sekali terpancing emosi. Pada dua bulan pertama aku mengajar, satu-satunya anak yang sulit sekali kutaklukkan hatinya adalah dia. Jika anak-anak lain selalu dekat-dekat dan mengikuti ke manapun aku pergi.

Lain dengan Ardi. Dia hanya mau berinteraksi denganku saat pelajaran di kelas berlangsung. Selebihnya tidak. Jika anak-anak lain ketika sore hari berteriak-teriak untuk memanggilku, maka Ardi akan memilih untuk berlari menghindar ketika bertemu denganku.

Entah kenapa. Suatu ketika, saat pelajaran Bahasa Indonesia untuk pertama kalinya aku membagikan buku jurnal untuk mereka. Ide ini muncul berkat inspirasi dari teman sesama PM.

Anak-anakku keheranan dan tidak mengerti untuk apa buku itu. Lalu aku jelaskan kepada mereka bahwa itu buku rahasia antara aku dan mereka. Tak akan ada orang lain yang tahu.

Mereka begitu tertarik dan senyum-senyum. Meskipun demikian, ternyata antusiasme tak cukup membuat mereka seketika mengerti apa yang kuinstruksikan.

“Kalian boleh menuliskan cerita apapun yang ingin kalian ceritakan ke Ibu, baik cerita menyenangkan atau cerita sedih kalian. Apapun yang ada di dalam hati dan pikiran kalian silahkan ditulis.”

Banyak sekali anak-anak yang bilang, “Ibu beta son mengerti!!”

Hemm...aku mulai bingung, aku lupa bahwa sebagian besar anak-anakku ini bahkan belum bisa menuliskan kata secara tepat dan lengkap hurufnya (kalau tidak kelebihan atau kekurangan huruf), membuat kalimat secara utuh, apalagi merangkai kalimat menjadi sebuah cerita.

Sadar akan hal itu akhirnya aku berkata, “Baiklah, kalau ada yang masih bingung, coba kalian ceritakan kegiatan apa saja yang kalian lakukan pagi ini, tuliskan itu di buku jurnal kalian.”

Akhirnya ber-oooo.... dan mulai menulis, meskipun masih tetap ada beberapa anak yang garuk-garuk kepala dan mesam-mesem saja.

Beberapa menit berlalu, karena ketika berkeliling aku mendapati ternyata sebagian besar anak belum menuliskan apa-apa di bukunya, maka dengan sedikit putus asa aku bilang,

“Kalau masih tetap bingung mau menulis apa, kalian boleh menggambar apapun yang kalian suka dan ingin gambar, tapi di bawah gambar kalian, tulis alasan kalian menggambar itu, mengerti tidak?”

“yeayyy...boleh gambar.", sahut mereka.

Setidaknya untuk sementara mereka bisa memfungsikan buku jurnal itu. Fiuhh...semoga tidak sia-sia.

**

Tulisan di atas cerita di dua bulan pertamaku. Sekarang, sungguh luar biasa. Keduapuluh tiga anak-anakku bahkan sudah jago menggombal dengan karya-karyanya. Buku jurnal mereka penuh. Mulai dari cerita, puisi, dan gambar-gambar. Sekarang ini, tiap kali mereka bandel (khas anak-anak) dan aku memarahi mereka, maka setelahnya akan berdatangan surat-surat berisi puisi dan “rayuan” mereka. Dan yang paling banyak adalah dari Ardi, jagoan teromantisku.

Yap, merekalah para penghiburku. Yang selalu mengembalikan senyumku. Dan membuat keberadaanku berarti untuk satu tahun ini. Ardi yang dulunya sangat tertutup, kini lebih terbuka melalui tulisan-tulisannya. Yang dulunya begitu kaku dan mudah sekali emosi, kini terasa melembut-meski tetap cuek.

**

Wahai guruku berkat jasamu membuat aku terus bersemangat dengan muka ceria yang engkau pancarkan membuat aku ingin hidup lebih lama lagi bersamamu

Wahai guru, terimakasih mungkin belum cukup untuk membayar semua jasamu tapi aku yakin dengan jasamu pasti aku bisa meraih cita-citaku setinggi langit bahkan membuat Indonesia menjadi lebih maju

Berkat kerja sama kita semua walaupun seringkali aku membuatmu marah tapi kau seperti malaikat dimataku dengan jasamu, kami muridmu berterima kasih dan juga berdoa agar kamu mendapatkan yang terbaik guruku terima kasih engkau sudah membimbing kami.

*) Tulisan di atas merupakan salah satu puisi karya Ardi, bukti kelembutan di balik sikap cueknya. Dapat dibayangkan kan? Betapa manisnya mereka :)?


Cerita Lainnya

Lihat Semua