info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Bungkus Kelam Seonggok Mutiara

Francisca Andana Okasanawati 29 April 2012

 

"Lautan luas menjauhkan mereka dari sebuah kemewahan, memalingkan mereka dari sebuah kemajuan, hingga gelombang besar pun turut serta agar mereka terlupakan dari sebuah pioritas. Mereka nyata namun seakan kita tak pernah melihat, menyapa, terlebih untuk peduli. Mereka ada, dengan segelintir kehidupan sederhana, seonggok senyum dan seuntai harapan untuk memperjuangkan kehidupan mereka."

 

Hati ini tiba – tiba bergetar, menantang keberanian kami untuk menyebrangi lautan, seakan deburan ombak itu akan membawa kita pada arah hidup yang tak bertepi, desiran angin di dermaga membuat mata melihat  gelombang besar, balapan yang datang semakin menyiutkan nyaliku untuk turut serta menuju salah satu penempatan teman kami. Namun rasa ingin tahuku membakar ketakutanku dan berubah menjadi rasa keberanian yang luar biasa. Perjalanan di laut lepas sangat menegangkan, balapan yang ku naiki mengikuti arah gelombang, ku terhening sejenak dan  “ya seperti itulah sisi lain kehidupan”,  terkadang kita sebagai manusia harus mengikuti aliran hidup yang digariskan Tuhan. Namun satu yang bisa kita pertahankan hanya sebuah kemauan dan keberanian untuk berani bermimpi dan menggapai impian kita.

Hampir 1jam kami berada di lautan lepas, perjalanan ini mengantarkan kami pada sebuah tepi kehidupan, yang bahkan terkadang tak terlihat oleh mata, terinjak oleh kaki dan tersentuh oleh tangan, bahkan tak ada yang berani menghantarkan mereka pada sebuah impian dan cita – cita besar. Pertama kalinya kuinjakan kaki di desa ini, sebuah fenomena yang luar biasa bagi mata dan hati ini, rumah panggung yang tersusun diatas laut dipinggir hutan bakau. Gelintiran orang lalu lalang berjalan, menjemur ikan diatas jalan kayu, seakan semua ini menghantarkanku pada dunia lain, negeri lain yang bukan Indonesia.

Hati ini takjub, ternyata mereka itu ada dan aku sekarang percaya bukan lagi sebuah penglihatan di tv namun disinilah ada sebuah desa Slengot salah satu tempat penempatan temanku yang sama – sama Pengajar Muda. Sumber air yang berasal dari air hujan, listrik yang berasal dari genset, dan makanan yang serba hasil tangkapan masyarakat dari laut. Desa ini bisa dibilang jauh dari kabupaten bisa juga dibilang dekat, dari kota kabupaten kita harus menempuh perjalanan darat 1-1,5 jam, lalu menyebrang menggunakan balapan sekitar 1jam, namun perjalanan ini sangat menantang maut terutama bila gelombang besar, seperti pagi itu angin yang besar membuat deburan gelombang besar menghantarkan kami menuju desa Selengot ini.

Sesampainya disana, kutelususri jalan berkayu, melihat sekeliling desa ini cukup 30menit waktu yang kubutuhkan, hanya sebuah ketakjuban yang aku temui,  decak kagum yang tak pernah selesai. Tak hentinya aku mencari foto disetiap sudut perjalananku, rasanya semua ingin ku abadikan dan akan aku ceritakan pada semua orang yang aku kenal. Kehidupan orang – orang di pesisir yang keras, tak pernah menyurutkan perjuangan mereka, mencari kekayaan laut untuk melanjutkan kehidupan mereka. Harapan mereka tak banyak hanya terbatas untuk meneruskan kehidupan, diangan mereka jauh terbelesit pada sebuah tingginya jenjang pendidikan. Anak – anak berlarian menuju sekolah mereka, menggendong tas dan begitu santainya meski waktu sudah begitu siang. Kuperhatikan polah tingkah mereka, merekapun melihat aku seakan ingin bertanya siapakah aku. Setiap jengkal langkahku snyum kulontarkan untuk menyapa warga dan beberapa anak-anak kecil yang belum sekolah. Angan ini semakin tajam, banyak pertanyaan tertambat pada hati dan pikiran ini.

Kamipun diajak untuk ke sekolah bertemu para guru dan murid – murid disana, aku memang tak masuk kelas, hanya memperhatikan mereka dari luar dan mengabadikan setiap moment itu, senyum mereka bagai guyuran hujan di siang itu, menyiramkan kesejukan yang mendalam. Mereka anak – anak yang manis dan tak sekeras yang aku bayangkan, mereka mengajak berkenalan dan kami langsung bercanda ria untuk mencairkan suasana yang kaku. Murid- murid disana ternyata pandai berpantun yang kuingat “Adek pake Batik, Ibu oka sangat Cantik” dan kamipun tertawa bersama. Setelah pulang sekolah mereka mengikutiku kerumah yang ditinggali temanku, mereka mengajakku bermain sepakbola dan badminton, mereka berdecak kagum dan heran karena aku seorang guru cewek namun bisa bermain bola. Canda tawa itu berlangsung begitu cepat, sore itu kami seluruh pengajar muda pulang karena esok harinya harus mengajar kembali di sekolah.

Ketika kami pulang, semua anak menyalami, kami berfoto bersama, dan anak – anak menyuruhku untuk tetap tinggal, mereka membuntutiku, dan mengatakan Ibu Oka, ibu mirip artis sinetron yang di Indosiar bu! Akupun tertawa bahkan mereka mengatakan jangan – jangan itu ibu, sekarang lagi ngajar di sini ya, aku semakin tertawa dan kujelaskan bahwa itu bukan aku. Mereka mengantarkan kami hingga kami naek balapan, mereka melambaikan tangan dan mengatakan “ ibu, besok kesini lagi ya!” di hati ini masih ingin aku bermain bersama mereka, bercanda dan tertawa, ingin sekali kuperkenalkan mereka pada seisi dunia , mereka itu ada segelintir orang – orang pesisir dengan segala keunikan mereka. Mereka ada untuk menambah keanekaragaman Indonesia, namun apakah kita pernah mengenal mereka lebih jauh? Memahami mereka dan membantu mereka untuk bermimpi mengenyam pendidikan yang lebih tinggi?

Kapankah kita peduli? Terlebih untuk mengenalkan mimpi, berjabat tanganpun terkadang kita enggan, kadang hanya sayup – sayup kita mendengar keberadaan mereka. Mereka bagai seonggok mutiara – mutiara laut yang indah, mereka akan terlihat lebih indah jika kita bisa menemukannya dan menggapainya, marilah kita bersama – sama menyelami samudera bangsa kita, negara yang begitu kaya akan budaya dan keanekaragaman potensi bahkan mimpi anak – anak. Sisihkan waktumu, lihatlah mereka, bantulah mereka agar mereka mampu bermimpi, merasakan kehidupan yang selayaknya mereka dapatkan seperti kita atau sekedar mengenalkan adanya dunia yang belum mereka lihat yang terbelenggu lautan. Hilangkan rasa takut, rasa tak peduli, saatnya kita semua bergerak menyiapkan mereka. “Anak muda singsingkan lengan bajumu terjunlah pada dunia nyata yang ada di sekitarmu, berkeringatlah agar butiran keringatmu terasa untuk orang – orang disekitarmu!” Oka ;)


Cerita Lainnya

Lihat Semua