Boh Bu, mandi di sekolah!

Neti Arianti 30 Januari 2012
Itulah kalimat yang berkali-kali diucapkan siswa-siswi Red, saat air sudah menggenangi seluruh lapangan sekolah. Setiap anak pasti mengajak Red untuk bermain air di depan halaman sekolah yang kedalaman airnya cukup untuk menenggelamkan seorang yang tidak pandai berenang. Sudah 7,5 bulan Red tinggal di satu desa yang berada di tengah-tengah aliran Sungai Palin. Telah berkali-kali pula air pasang sampai menggenangi bagian bawah gedung sekolah. Hal itu tidak menjadi masalah berarti bagi pelaksanaan KBM (Kegiatan Belajar Mengajar), karena bangunan sekolah berbentuk panggung. Mungkin hanya mata pelajaran PJOK (Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan) yang agak terganggu kelancarannya, disebabkan lapangan sepakbola, bulutangkis, dan bola voli yang terendam air. Jika air agak tinggi, justru lapangan-lapangan tadi bisa digunakan kembali untuk sarana olahraga yang lain. Semua pasti bisa menebak, olahraga apa yang dimaksud di sini. Yeah... Renang! Beralihnya lapangan sekolah menjadi kolam renang “dadakan” benar-benar terjadi di penghujung tahun 2011, terlebih peristiwa ini datang di saat yang sangat “tepat”. Banjir menyerang tepat di hari kedua para siswa melaksanakan Ulangan Akhir Semester (UAS) satu. Alhasil gedung sekolah tidak dapat digunakan untuk ujian dan sementara diliburkan. Misal gedung sekolah hanya terendam sebatas mata kaki atau betis, mungkin UAS akan tetap berjalan di kelas. Masalahnya air tergenang sampai setinggi paha orang dewasa, otomatis siswa akan berendam saat duduk di kursi kelas. Akhirnya Red dan siswa-siswi yang masih ingin belajar, mengungsi sementara di sebuah rumah tidak jauh dari sekolah. Kondisi banjir di luar kelas tak kalah menarik, lapangan sekolah menjadi kolam renang extra large yang luasnya lebih besar dari ukuran standar olimpiade. Red sempat berkhayal, mungkin monster Lochness yang melegenda di Inggris itu cukup untuk mendiami lapangan. Hehehe... Kedalaman banjir di lapangan sekitar 1,5 – 2 meter, hingga yang terlihat di lapangan hanya tiang bendera, tiang gawang sepakbola, tiang lampu lapangan bulutangkis, dan tiang bola voli. Benar-benar seperti danau yang baru terbentuk, sampai-sampai warga pun berlomba-lomba memasang pukat untuk menangkap ikan. Bukan hanya warga usia dewasa yang sibuk menyambut banjir, anak-anak pun memanfaatkan situasi ini untuk mandi (berenang) setiap saat dan berkayuh (mengayuh dayung dengan sampan) mengelilingi lapangan. Para ibu juga tidak repot-repot turun ke sungai untuk mencuci, karena air sudah hampir sampai ke teras masing-masing rumah. Red pun tak mau bergeming sedih karena UAS yang tertunda, kolam renang extra large pun dijelajahi. Membayangkan mengapungkan diri dan berenang di kolam renang Senayan yang besar, bersama keceriaan anak-anak pastinya yang selalu setia menemani. Banjir besar yang menggenangi gedung sekolah dan beberapa rumah warga bertahan selama 5 hari. Setelahnya air mulai surut dan kelas dapat digunakan, UAS pun bisa dilanjutkan dan selesai dengan lancar . Hmmm... Tak berhenti mengucap “Thank’s God” atas pengalaman-pengalaman menakjubkan yang masih akan berlanjut 4,5 bulan ke depan.

Cerita Lainnya

Lihat Semua