Si Eko, si Eko..
Nesia Anindita 17 Juli 2011
Eko Pramono namanya. Anak yang selalu duduk sambil mengangkat sebelah kakinya dikursi, memandang angkuh sambil mengangkat dagunya.
Umurnya lebih tua 3 tahun dibanding kawan-kawannya dikelas, badannya pun jauh lebih besar. Cincin petir melingkar di jari tengahnya, tajam dan besar.
Eko, dengan badannya yang besar, memiliki temperamen yang ringan tangan terhadap kawan-kawan lainnya. “Dia pukul aku balas pukul lebih keras lagi bu!” teriaknya begitu dinasehati agar tidak suka ringan tangan. Matanya sipit, ya betul, Eko adalah seorang anak cina-rupat. Beragama Budha, dan rumah Eko berbentuk seperti klenteng tua. Bapak dan Ibunya bekerja sebagai penyusun batu bara.
Eko Pramono! Teriak saya setiap Ia tiba-tiba saja maju dan menantang temannya, tak ragu-ragu untuk melayangkan kepalan tangannya hingga lawannya menangis berguling-guling di lantai.
Preman cilik! Pikir saya setiap berusaha melerai, menangkis, dan menangkap tangan Eko saat Ia berkelahi dalam kelas. Saat pelajaran Bahasa Inggris, pelajaran yang saya ajar, Eko tidak mau menulis, tidak mau mengerjakan tugas yang saya berikan, tidak mau mendengarkan kata-kata saya di dalam kelas.
Sampai suatu ketika saat saya mengisi pelajaran matematika di kelasnya. Ya, matematik! Pelajaran yang minta ampun itu, bahkan waktu kecil pun saya tidak hobi menikmati angka-angka memusingkan didalamnya. Eko mengangkat tangan paling tinggi setiap pertanyaan terlontar dari mulut saya. Eko maju ke depan dan mengisi jawaban di papan tulis. Eko bahkan mampu mengerjakan soal yang paling rumit, yang bahkan tidak ada anak satupun yang bisa mengerjakannya! Eko berulang kali berseru sambil menunjukkan buku tulisnya, begini bu? Serunya sambil menunjukkan soal matematika yang sudah dia selesaikan dengan baik dan benar.
Selama pelajaran matematika Eko tak menggubris ejekan kawan sekelasnya, Ia tekun mengerjakan soal-soal matematika, membalas ejekan pun tidak. Ia terlalu terlena dengan dunia angka-angka tampaknya!
Eko ternyata menyukai matematika, semua soal yang Ia kerjakan dengan teliti. Dan saat ada soal yang salah, Ia langsung merebut bukunya, dan tanpa berkata sepatah katapun dia mengerjakan lagi soal yang salah tersebut hingga benar, dan memberikannya kembali pada saya.
Eko sungguh sangat mencintai matematika. Terlihat dari binar matanya, dan tiap Ia berucap “macam ini Bu?” melambai-lambaikan buku tulisnya dengan angka-angka yang berkeliaran diatasnya. Dan saya hanya bisa tercengang memandang semua hitungan-hitungan yang Ia kerjakan dengan benar dan tepat.
Suatu hari saya memberikan secarik kertas post it berwarna kuning dengan tulisan soal matematika diatasnya. “Eko mau coba kerjakan tidak? Coba dikerjakan, pasti Eko bisa” ujar saya sambil memberikannya pada Eko. Mukanya memandang heran secarik kertas itu. Senyuman lebar kemudian terpampang di wajahnya, dan Ia pun berlari sambil membawa tasnya begitu bel istirahat berbunyi.
Keesokan harinya, Eko mendatangi saya dan memberikan kertas kuning tersebut.
Belum sempat saya mengucapkan sepatah kata pun, Eko sudah meninggalkan saya dengan kertas tersebut ditangan. Saya kemudian mengintip kertas itu dan tersenyum-senyum sendiri.
Jawabannya jelas tidak nyambung, tapi dia menyimpulkan semua pertambahan dan pengurangan dan mengerjakan tambah kurang dengan benar. Akan tetapi yang jauh lebih melegakan hati saya lagi adalah, karena ternyata dengan angka-angka itu saya bisa mendekati Eko, dan Ia mau mengembalikan kertas tersebut, bahkan mengerjakan sebisanya. Sejak pelajaran matematika tersebut, kini di kelas Bahasa Inggris Eko sudah mau menulis dan mengerjakan tugas, bahkan suka mengangkat tangan menjawab pertanyaan yang saya berikan.
Eko, Eko.. Si preman jagoan matematika dari Teluk Rhu ... (:
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda