Selamat jalan, Bangko
Nesia Anindita 29 Januari 2011
Dumai, Hotel Southern Asia.
Bangko namanya.
Sampai sekarang saya selalu menganggap diri saya jenius karena menemukan nama itu. Bangko, bang-kanon. Kanon. Canon.Canon 400d.
Ya, si bangko ini tak lain tak bukan adalah kamera dslr canon tipe 400d milik saya. Dia hitam. Kecil. Dan tangguh. Bangko adalah kamera dslr pertama saya. Dan bangkolah yang menemani saya wira-wiri menugas dan memproyek selama 4 tahun bangku perkuliahan saya di dunia desain.
Sewaktu pertama kali mengenal dunia fotografi saya duduk di bangku kelas 2 SMA. Saya dan beberapa teman saya memang sibuk menggandrungi ini itu tentang dunia foto sejak masa-masa tersebut. Namun apa daya, kamera dslr mahal. Saya pun mempelajari dunia fotografi dengan kamera analog ‘pakde’ Nikon FM2 dan juga kamera semi canon powershot G3 milik ayah saya. Untuk kamera dslr sendiri, saya pun nebeng dengan teman dekat saya, Haga, yang memiliki nikon d70. Ayah Haga adalah fotografer profesional yang sekarang berdomisili di malaysia, tentunya barang-barang lungsuran dari Om Tara (bapaknya Haga) ini luar biasa, jadi lagi-lagi saya pun nebeng dan ikut belajar bersama-sama Haga.
Saat kelas 3 saya pun menetapkan niat. Saya akan menabung demi kamera dslr!!! Uang jajan pun saya sisihkan. Tiap hari saya tidak jajan di kantin sekolah, tapi membawa bekal makanan dari rumah. Sosis. Sosis.sosis. huek.sosis.sosis. Tiap hari makan sosis biar tidak mengeluarkan duit disekolah. Sedikit demi sedikit menjadi bukit. Tapi masalahnya bukit itu sendiri tidak cukup untuk membeli kamera dslr yang harganya pada saat-saat tersebut masih melambung tinggi. Makin lama malah tabungan tidak mendekati nominal harga kamera dslr sendiri.
13 Maret 2006. Saat ayah dan ibu saya menanyakan saya ingin apa untuk hadiah ulang tahun ke 18 saya tersebut, saya menjawab dengan pasti : Kamera. Awal-awal permintaan tersebut hanya mendapat tanggapa yaaa..yaa..ya. Tapi dengan kesungguhan berbekan sosis tiap hari sepertinya keinginan saya memperoleh perhatian juga ternyata hehe! beberapa bulan setelah ulang tahun saya lewat, akhirnya dengan bukit tabungan (yang bahkan tidak mencapai setengah harga kamera tersebut) dan suntikan dana dari orangtua saya, saya memegang bungkus packaging kamera Canon 400d tersebut dengan bangga dan penuh semangat. Saya punya kamera dslr sendiri! J
Bangko namanya! Biarpun sejak kuliah saya malah kurang sering hunting foto dan sebagainya, bangko menemani saya dikala iseng dan dikala kebanjiran tugas kuliah. Saat scanner rusak dan ngadat, bangko setia memberikan jasanya. Bangko adalah penangkap momen-momen terindah saat kuliah bersama teman-teman kosan, bersama teman-teman dkv, bersama semua acara-acara penuh kenangan. Bangko selalu ada disaat saya butuhkan, kapanpun itu !
Dan saat saya berangkat Indonesia Mengajar, bangko pun turut ikut meramaikan! Saat pelatihan training di Ciawi,saat bermain bersama anak-anak sd Pancawati, saat bersantai bersama teman-teman di atap pabrik susu sebelah MTC, saat perjalanan, dan saat tiba di Balai Pungut. Bangko menangkap semua momen tersebut. bangko capture all the moments. Freeze all the memories for me.
Tapi tiba-tiba saja, bangko diam tak bergerak saat saya memutar on. Diam. Hening. Layar gelap. Oh baterenya mungkin mati, pikir saya tenang. Batere full charge. Sekali lagi, putar ‘ctakk’ ON. Diam. Hening. Layar gelap. Bangko diam tanpa adanya tanda-tanda kehidupan. Panik. Putar ‘ctakk’ ON. Diam. Hening. Layar gelap. Layar gelap. Layar gelap. SAYA PANIK.
Bagai di kelas HSE (health&safety Emergency) materi training IM kemarin, saya melakukan pertolongan pertama pada bangko. Gagal. Beberapa jam kemudian saya sadar. Bangko telah meninggal dunia. Panik.Panik.Panik. Saat itu saya sedang berada di Kota Dumai, esokan harinya saya akan relokasi dan memulai perjalanan baru ke Pulau Rupat, sebuah pulau yang terletak di barisan garis terluar nusantara Indonesia. Pergi ke daerah baru yang kalau kita googling ‘pulau rupat’ justru malah menunjukkan image-image penuh pantai putih dan laut? Tanpa bangko?? Tanpa kamera???
Saya berusaha untuk tidak mengotak-atik bangko lagi. Berharap penuh andai kata saya mendiamkannya sebentar maka Ia akan kembali hidup. Layar menyala. Dan siap kembali mengabadikan berbagai momen hidup saya mendatang. Tapi harapan tersebut sirna tanpa harapan. Bangko tetap diam. Mati. Meninggal dunia. Saya berusaha menutupi kesedihan dan kesetresan saya didepan teman-teman rupat lainnya, menangis sembunyi-sembunyi dipenuhi rasa kesal dan pedih saat menyadari Bangko, yang dengan penuh perjuangan saya peroleh, semua pengorbanan sosis, dan perjalanan Bangko bersama saya 4 tahun terakhir, kini tidak akan menemani saya lagi.
Uring-uringan akan berangkat ke tempat baru tanpa bangko. Serasa pergi kekondangan tanpa pakaian dalam! Heaahhhh.. setelah berembuk dengan keluarga saya. Akhirnya muncul ide gila. Nekad. Pintar. Atau bodoh. Saya juga tidak tahu.
Pagi-pagi saya ditemani wildan, mengecek ke satu-satunya toko kamera di dumai. Saat memperlihatkan kondisi Bangko, si kokoh hanya menggeleng dan menyatakan ketidaksanggupannya menservis bangko dalam hitungan jam. “Harus dikirim ke Pekanbaru”ujarnya. Saat saya tanya adakah kamera dslr yang dijual, ternyata ada! Canon 1000d. Pikiran saya berfikir cepat. Baiklah dengan penuh pertimbangan akhirnya saya memutuskan untuk berfikir dulu, baru nanti sore datang lagi ke toko ini. Sorenya, BULAT SUDAH! Saya akan membeli kamera tersebut! Dengan langkah riang ditemani Agus, Pipit, dan Wildan, saya kembali ke toko tersebut. Eh? Canon 1000d yang bertengger di etalase kok hilang? Saat saya berujar “saya jadi mau ambil 1000d nya koh” si kokoh menjawab sambil menggelengkan kepalanya “wah sudah dibeli orang dik” DEG. Saya menyesal bukan kepalang kenapa tidak membelinya langsung tadi pagi. Besok saya akan langsung berangkat ke pulau rupat, dan ternyata tidak ada stok di dumai. Baru besok siang stok baru muncul di toko tersebut, dikirim langsung dari pekanbaru. hhfhhhh
Melengos kecewa, saya hanya bisa pasrah. Mau bagaimana lagi? Besok kami akan berangkat dengan speed kayu ke rupat. Mau bagaimana lagi. Saya pun menelan bulat-bulat kekecewaan tersebut. Ya sudahlah. Itu artinya saya disuruh mikir lagi sama Tuhan, pikir saya sedih.
Tiba-tiba keesokannya muncul kabar terbaru, akhirnya faskab kami memutuskan untuk tidak berangkat hari itu karena kondisi laut dan ombak yang tidak bersahabat. Kondisi kesehatan saya sendiri kurang fit, batuk-batuk nonstop. Akhirnya diambilah keputusan untuk berangkat keesokannya saja. Jodoh tak kemana. Saya pun kembali ke toko kamera tersebut sambil dibonceng Agus. Dan ternyata benar, stok kamera akan datang malam ini.
Impulsif? Ya. Pintar? Bodoh? Nekat? Hm... entahlah ini tindakan yang terburu-buru tanpa berfikir atau apa. Atau justru ini tindakan buru-buru yang penuh pertimbangan? Akhirnya sekarang saya ditemani dengan si 1000d yang hingga kini belum saya beri nama. Bangko saya bungkus dengan manis, dimasukkan ke dalam box kamera baru. Dan saya bungkus lagi dengan sweater merah saya. Dimasukkan ke dalam tas kain, dan dititipkan kepada faskab kami, mas Dasuki untuk diberikan kepada orang galuh saat nanti retraining.
:’)
.. Selamat jalan Bangko. Its a pleasure working with you this past 4 years~!
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda