From 1 to 51 to 10 to 1..

Nesia Anindita 22 November 2010
Sebelumnya saya mohon maaf postingan blog saya tanggalnya tidak sesuai dengan tanggal saat penulisan karena minimnya sinyal modem dan setiap saya posting blog saya akan berubah menjadi kakek-kakek frustasi, jadi jurnalnya sesuai tanggal yang saya tuliskan yaaa.. bukan tanggal saya mengupdate blog ini (: 12 November 2010 Desa Balai Pungut, Kecamatan Pinggir, Bengkalis, Riau Saya pernah mengetweet kan kata-kata judul diatas pada account twitter saya (it’s @nekneks btw, monggo silahkan di follow *sales twitter haha*) di hari pertama kami mulai ditempatkan di desa masing-masing. Bagaimana tidak? Awal pertama kali datang dan bergabung sebagai pengajar muda (PM) Indonesia Mengajar,saya hanya bisa celingak celinguk kiri dan kanan. Biarpun anak ITB yang lolos menjadi  PM bisa dibilang lumayan banyak, 15 orang, tapi kebanyakan saya hanya kenal nama dan kehebatan mereka karena mereka adalah para aktivis kampus dari jurusannya masing-masing. Saya?  Huehuheu ketahuan cupunya ;p  Minggu awal asrama training camp bisa dibilang masa yang cukup berat untuk saya. Mulai dari beradaptasi dengan lingkungan baru, orang-orang baru, kebiasaan baru, hingga materi yang bisa dibilang jauh meloncat dari bidang yang saya geluti, yang kurang lebih ya antara photoshop-illustrator-dan indesign itu. Tiba-tiba saya dikagetkan dengan pelatihan fisik di RINDAM JAYA, materi-materi dan isu pendidikan Indonesia, debat, dan lain sebagainya. Namun 7 minggu pelatihan membuka mata saya pada banyak hal dan mendekatkan saya pada ke 50 pribadi menarik pengajar muda lainnya. 7 minggu olah raga bareng, lari bareng, solat bareng, makan bareng, belajar bareng, tidur dikelas bareng (oopsss hahhaha) dan lain sebagainya mengokohkan tali pertemanan kami bersama. 51 pemuda pemudi terbuaaaaaiikkkk bangsa, ujar pak hikmat,direktur Indonesia Mengajar, antara menyepet dan memuji sambil menggeleng-gelengkan kepala karena heran dengan perilaku 51 orang yang makin hari makin seperti anak sd, jangan-jangan salah pilih ya pak? Kok bisa lolos ya huehahha. Tapi entah kenapa memang, semakin sering kami bermain dan berinteraksi dengan anak-anak, semakin ajaib pula perilaku kami ;p Belum pernah saya memiliki teman dengan pribadi dan kehebatan seperti di angkatan 1 Indonesia Mengajar ini. Kagum dan hormat, itulah pandangan saya pada ke 50 teman baru saya ini. Akan tetapi setelah minggu-minggu penuh kucuran darah RPP dan keringat lari 10 keliling tiap harinya semakin lama semakin mendekati penghujung. Dari 51 pengajar muda, kami di bagi menjadi 5 kelompok besar yang nantinya akan ditempatkan ke 5 daerah tujuan, yaitu Bengkalis-Riau, Paser-Kalimantan Timur, Tulang Bawang Barat-Lampung, Majene-Sulawesi, dan Halmahera Selatan. Dan saya pun terpilih untuk mengabdikan satu tahun hidup saya ini di Bengkalis, Riau bersama ke 9 pengajar muda lainnya. Rangga, Wildan, Tika, Intan, Fatia, Nanda, Pipit, Roy, dan Agus, itulah ke 9 “the montirs bengkel las” (bengkalis dipisah dan huruf a diganti menjadi e serta huruf i dirubah menjadi a jadi “bengkel las” *maksa*), kalau roy menyebutnya, yang akan bersama-sama berada di Bengkalis nantinya. Sejak pesawat garuda dengan tujuan Pekanbaru take off dan landing, merekalah kawan seperjuangan dan keluarga baru saya disini. Tapi lagi-lagi tidak selamanya kami ber 10 akan terus-terusan bersama. Tujuan kami disini adalah menjadi guru selama satu tahun di desa-desa pelosok di Bengkalis ini, dan setelah bertemu dengan Bupati Bengkalis, Unit Pendidikan Tingkat Daerah (UPTD) Bengkalis, maka tiba saatnya kami berpisah dan mulai berdiri masing-masing di desa masing-masing pula. Dadah Wildan, dadah Tika, dadah Rangga, dadah Intan, dadah Fatia, dadah Nanda.. ke enam pengajar muda pun ditempatkan di desanya masin-masing Pulau Bengkalis. Dan setelah itu giliran kami, Roy, Pipit, Agus, dan saya untuk kembali menyeberang ke daratan Sumatera menuju kecamatan Pinggir, tempat daerah tujuan kami. Pipit di Tengganau, Roy di Muara Basung,  Agus di desa Pinggir, dan saya sendiri ditempatkan di Desa Balai Pungut. Biarpun kami masih bersama-sama berada di daratan Sumatera kecamatan Pinggir ini, tapi perjalanan antar tiap daerah cukup sulit karena jarak yang cukup jauh, dan transportasi umum yang muncul sesuka hati yang membawanya, kadang dua kali kadang sekali, Jadi kalau pun kami berhasil naik oplet paginya dan mau pulang sore? nah itu dia yang baru dipertanyakan.. Dan disinilah saya, tiba di desa tujuan saya, Desa Balai Pungut. Setelah melalui beberapa km dari simpang jalan dan masuk melewati perkebunan sawit, sampai lah saya di desa tertua yang hampir keseluruhan penduduknya adalah suku melayu. Saya memang sendirian disini, menumpang di rumah salah satu guru SDN 02 Balai Pungut yang letaknya tepat di depan sekolah, dan hidup cukup jauh dari teman-teman saya yang sesama di kecamatan Pinggir. BUT HEY! Im not alone! Saya punya the montirs bengkel las lainnya, dan saya punya 50 teman-teman pengajar muda angkatan 1 Indonesia Mengajar yang kini juga sedang berjuang di daerah penempatannya masing-masing, kami punya tujuan yang sama, dan kami punya semangat yang sama. *backsound lagu AKUU BISAAA AKU PASTII BISAAAAA...* Bismillahirrohmanirrohim.. Ya, AKU PASTI BISA  (:

Cerita Lainnya

Lihat Semua