Saat Tanah Sendiri Tak Bisa Memberikan Kehidupan

Nani Nurhasanah 2 Juli 2012

“Saya jadi transmigran buat nyari hidup, bukan nyari mati.” Kalimat tersebut disampaikan berkali-kali oleh Pak Rohim dalam obrolan kami selama dua jam lebih. Lelaki berusia 60 tahunan ini bercerita padaku tentang sejarah hidunya sebagai seorang transmigran. Berawal dari kesusahan hidup di daerah Pandeglang, dia bersama 60 KK lainnya mendaftar menjadi transmigran. Irian menjadi tujuan awalnya, namun karena tertinggal Pak Rohim pun tidak berjodoh dengan tanah Irian. Setelah melakukan perjalanan panjang dan terkatung-katung akhirnya sampailah di Bima, sebuah tempat yang Pak Rohim sendiripun belum tahu dimana letaknya.

“Yang penting saya bisa hidup” katanya. Awalnya bekerja sebagai penambak di daerah Sape. Kemudian pindah ke daerah Doro’o sampai akhirnya menetap di SP 3 Tambora. “Saya tidak punya tanah, saya hanya menjaga rumah transmigran yang tidak mau tinggal disini. Saya mengambil jadupnya selama setahun. Kalau sudah setahun saya cari rumah yang tidak ditempati lagi dan mengambil jadupnya. Tapi alhamdulillah, sekarang saya bisa mengelola tanah anak saya di SP3 ini. Anak saya pergi ke Dongo ikut istrinya”.

“Sebenarnya saya rindu tinggal di Pandeglang, tapi gimana lagi. Kulantaran disana tidak bisa hidup, jadi we saya jadi transmigran. Alhamdulillah, saya pernah 2 kali pulang ke Pandeglang, tapi da sodara saya juga tidak banyak disana. Yang lain jadi transmigran juga ke Irian. Yah, gimana lagi. Dari pada tidak bisa hidup di tanah sendiri, mending saya nyari hidup di tanah orang. “

***

“Kakak akan pergi ke Malaysia lusa, mau jadi buruh sawit saja. Disini panennya gagal terus, rugi terus gak ada untungnya Cuma dapat capek aja.” Kata Kak Rafi, kakak angkatku. Aku tertegun didepannya. Tadi siang Kak Rafi (anak kelima orang tua angkatku) datang ke SP 3 jauh-jauh dari Dompu bersama Kak Muis (menantu kedua orang tua angkatku). Walaupun baru bertemu beberapa jam, aku bisa merasakan kasih sayang dan ketulusan mereka sebagai kakak angkatku. Kak Rafi menasehatiku banyak hal. Tentang bergaul dengan masyarakat tansmigran dan menyikapi berbagai isu tentangku di SP3. Agak kaget juga saat mengetahui kedatangan Kak Rafi ternyata untuk pamitan karena akan pergi ke Malaysia.

“Sudah banyak tetangga Kakak yang pergi ke Malaysia, kebanyakan berhasil. Kakak juga mau berhasil seperti mereka. Disini sudah usaha macam-macam dari mulai nanam jambu mete sampai kacang tanah, tapi hasilnya tak bagus. Kakak pergi paling lama 4 tahun saja. Kakak mau ajak anak dan istri Kakak. Kakak ingin bisa membuat mereka hidup bahagia. Ndak apa-apa harus pergi ke negri orang juga yang penting bisa hidup dan tak buat orang lain susah “

“Kakak senang ada Nani di rumah. Nani bisa menemani Mama Sei dan Bapak Emo. Anaknya jauh-jauh semua. Di Batam, Semarang, Mataram, Bima. Biar Mama Sei dan Bapak tak kesepian. "


Cerita Lainnya

Lihat Semua