Dikenalkan Pada Nenek Moyang

Khairil Hanan Lubis 3 Juli 2012

Saat pertama kali tiba di desaku Lamdesar Barat, yang paling awal dilakukan adalah melaporkan diri ke sana sini. Kepada kepala sekolah, kepala desa, dan yang paling penting tetua adat.

Penting karena jika belum di-adat-kan, aku tak boleh bepergian keluar rumah. Kepercayaan di sini, setiap orang baru memang tidak boleh ke mana-mana sebelum menjalani sebuah prosesi. Bisa terkena penyakit atau gangguan roh-roh halus, kata mereka.

Seorang warga cerita, dulu pernah ada pendatang yang tak mau di-upacarakan. Terus saat di rumah, kepalanya pusing-pusing, serasa dunia berputar. Akhirnya ia justru meminta untuk dijalani prosesi agar penderitaannya berakhir.

Benar atau tidaknya, Wallahualam. Buatku sepanjang masih dalam tahap wajar, tak masalah. Aku menganggapnya sebuah budaya, yang tentu harus kita ikuti sebagai pendatang di kampung orang.

Maka dengan membawa sebotol sofi (arak) dan uang lima ribu, kami memasuki rumah salah satu ketua adat. Namanya Niko Fun.

Sofi kemudian dituangkan Pak Fun itu ke sebuah gelas. Sambil komat-kamit, ia menyipratkan setetes air di gelas itu ke udara. Hanya sekali sambil terus mengucapkan kata-kata dalam bahasa Fordata. Fordata merupakan bahasa yang biasa digunakan masyarakat di bagian utara Kepulauan Tanimbar. Air itu kemudian ditumpahkan sedikit ke lantai di depannya, dua kali dengan selingan komat-kamit. Ia kemudian beranjak dari kursinya dan pergi ke depan pintu rumah. Sofi ditumpahkan sekali lagi di sana. Setelah selesai, sofi dalam gelas itu kemudian ia tenggak habis.

Karena penasaran, aku tanyakan pada Matilda (PM 2) apa arti dari kata-kata yang ia ucapkan. Artinya kira-kira begini, “Dia ini datang dari jauh, punya niat untuk mengajar. Semoga dilindungi dari segala macam gangguan di Tanimbar ini.” Intinya, dia memperkenalkanku ke nenek moyang mereka.

Selanjutnya, sofi dalam botol kembali ia tuang ke gelas. Gelas itu seharusnya untukku. Sofi di sini merupakan bagian dari budaya dan wajib di minum.

Sejak awal aku sudah bicara dengan mereka, kalau aku tak boleh meminum sofi atau alkohol. Syukurnya, Matilda bersedia untuk mewakilkanku meminum sofi itu. Selanjutnya dengan gelas yang sama, sofi itu diminum secara bergilir oleh tiap orang yang ada di ruangan tersebut.

Usai prosesi adat, seharusnya ada dua prosesi lagi yang mesti dilakukan. Yakni prosesi sembahyang jika ingin ke pantai dan meminta izin ke tuan-tuan tanah jika ingin ikut ke kebun. Tapi usai prosesi adat ini, setidaknya aku sudah bisa bebas melenggang keliling kampung.

Maka esok sorenya, katong ronda desa bersama anak-anak.

Salam,

Manise Tanah Beta!


Cerita Lainnya

Lihat Semua