Sepenggal kisah hidup anak didikku "Adam"
Nanda Yunika 23 Januari 2011
Adam, adalah nama panggilannya. Seorang anak laki-laku kelas 5 SD yang tinggal di bedeng (istilah orang daerah ini untuk menyebut lokasi pembuatan batu bata) yang letaknya tak jauh dari tempat tinggalku. Kulit yang coklat terbakar matahari tak menutupi ketampanan wajahnya. Dia berperawakan kecil dan tampak seperti anak seumurannya. Berparas tenang dan tampak biasa-biasa saja di kelas. Namun dibalik semua aku melihat ada potensi yang luar biasa yang masih terpendam di dalam diri anak itu.
Kecerdasannyapun ku rasa diatas rata-rata anak seusianya. Namun mungkin karena kondisi orang tua, dia tak dapat membeli buku-buku sekolah untuk memunculkan bakatnya. Aku sayang anak-anak di sini. Dan menyayangkan tatkala anak-anak yang bak mutiara-mutiara yang masih tersimpan di dalam cangkang kerang tetap tersimpan karena tak ada seorangpun yang membuka dan menemukannya.
Dia pandai matematika. Bahkan tanpa buku atau media apapun sebagai alat penunjang di sekelilingnya, dia dapat melampaui kecerdasan anak-anak seusianya.
Kini dia selalu mengikutiku. Mencari waktu untuk bercakap denganku. Teringatku ketika pertama kali mengajar di kelasnya untuk mata pelajaran IPS mengenai kenampakan alam di Indonesia dan saat itu di ruang kelas tidak ada peta. Pada saat itu dia berkata padaku,”Bu, di sini tidak ada peta”. “Oke, jika tidak ada peta, ayo kita buat peta!,” jawabku di kala itu dan disambut dengan senyum kecilnya sambil menirukan kata-kataku.
Adam si anak rantau. Dia berasal dari Medan. Entah karena kesulitan keuangan yang di temui di sana, akhirnya orang tua Adam memutuskan untuk merantau hingga ke tanah Bengkails ini. di sini Adam sekeluarga di tampung dan dirawat oleh sebuah keluarga baik yang kini menjadi orang tua asuhku di sini. Keluarga Adam kini berprofesi sebagai tukang pencetak batu, begitu pula dengan Adam. Bedeng adalah tempat bermainnya, dan mencetak batu bata adalah salah satu permainan yang paling sering dia mainkan.
Mendengar cuplikan kisahnya yang di ceritakan oleh ibu asuhku tadi (24/12) aku menahan tangis. Betapa tidak? Kata ibu, sewaktu dalam perjalanan merantau Adam pernah membawa bungkusan berisi buku, sepatu dan baju seragam. Namun karena ada orang jahat, bungkusan tersebut hilang dan kini dia tidak mempunyai buku pelajaran. Di sekolah ini pun demikian. Anak-anak di kelas Adam yang mendapatkan ranking adalah anak-anak dari keluarga yang berkecukupan. Ayah ibu mereka dapat memberikan mereka media penunjang pembelajaran, dan tidak bagi Adam. Orang tua Adam bukannya tidak perduli terhadap pendidikan. Sempat ku bercakap dengan ayah Adam dan dari isi percakapan tersebut aku dapat menangkap bahwa ayah Adam adalah orang yang cerdas dan memiliki wawasan yang luas. Di tengah kesederhanaan dan keterbatasan dalam hidupnya, ayah Adam sadar bahwa anak laki-lakinya tersebut memiliki kemampuan lebih dalam bidang matematika sehingga sedari kecil Adam telah diajarkan beberapa konsep dasar pelajaran matematika, yaitu perkalian dan pembagian. Dia dapat berhitung cepat dan memiliki kemampuan menalar yang baik. Cepat menerima pelajaran yang di berikan, dan memiliki semangat belajar yang tinggi.
Dia berpenampilan tenangpun ku rasa adalah hasil didikan kerasnya alam yang pernah dia lalui.
Adam, kau adalah salah satu anak cerdas yang dimiliki oleh Ibu Pertiwi ini. Adam, janganlah kau menyerah hanya karena keadaan. Ingatlah Adam,”Jika kau tidak punya peta, maka buatlah peta. Jika kau tidak memiliki sesuatu, maka buatlah sesuatu itu dari tanganmu. Karena semua orang hebat terlahir bukan dari banyaknya fasilitas yang tersedia di sekelilingnya, tetapi dari jirih payah dan semangat pantang menyerah orang tersebut untuk meraih apa yang di citakannya. Doa tulusku selalu menyertaimu. Kamu bisa Adam.”
Mungkin saat ini Adam adalah satu diantara sekian anak yang biasa saja, bahkan jauh dari biasa karena disamping belajar dia juga harus bekerja untuk membantu kedua orang tuanya. Namun aku yakin kelak, jika berhasil terasah dengan baik, mereka akan menjadi orang terbaik bangsa yang akan memerdulikan orang lain.
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda