Guru biasa, tidak biasa dan luar biasa
Nanda Yunika 23 Januari 2011
Guru biasa berkata,”Iya.. iya... stuju... itu sajalah bu...”
Guru tidak biasa berkata,”Paling mudah bu... ini cuma usul saja lho ya... daripada repot-repot mending ibu ke Bengkalis (kota),nyari warnet trus ngopi soal dah. Tak payah (tidak usah_red) mikir soal, diketik pula... gampang kan?”
Dan si guru luar biasa tanpa banyak berkata mengutak atik butir-butir soal yang nantinya akan di gunakan untuk manjadi soal-soal olimpiade tingkat gugus yang akan kami adakan tiga hari lagi.
Kembali pada hari sabtu di mana selepas rapat gugus tiba-tiba seorang guru dari SD Mentayan datang menghampiri dan bertanya padaku. “Soal-soal olimpiade gugusnya sudah siap buk?,” tanya beliau. “Nah, justru itu yang ingin saya tanyakan. Baiknya bagaimana ya pak?,” tanyaku memancing. Di sini aku tidak ingin bekerja sendiri. Aku ingin mengajak guru-guru untuk turut ambil bagian dan berpartisipasi dalam setiap langkah perkembangan yang ada di sekolah mereka. Tidak seperti format lama dimana siapa yang mengusulkan dialah yang melakukan, sendirian. Aku ingin mencoba sedikit demi sedikit mengubah kebiasaan itu.
Dari percakapan singkat selepas KKG dii dapatkan keputusan bahwa Senin 17 Januari 2011 pukul 09.00 WIB perwakilan SD datang ke SD Induk-yang kebetulan merupakan SD tempatan PM Tika Dewi-untuk membuat soal (Hore ketemu temen...).
Senin, 17 Januari 2011... pukul 07.00 WIB
Hari ini aku sengaja datang menggunakan kendaraan untuk memudahkanku langsung menuju ke SD Inti selepas mengajar. Aku datang dengan mengendarai Honda pinjaman dengan rem tangan yang hanya berfungsi sebagai pajangan sedang rem kaki tak terlalu makan. Yak, aku adalah guru kedua yang datang di sekolah itu setelah seorang guru yang memang tinggal di sekolah. Setelah upacara dan mengajar pelajaran pertama, yaitu matematika aku mohon ijin kepala sekolah untuk melancong ke dusun sebelah. “Mau membahas soal olimpiade gugus pak,” kataku meminta ijin dan diijinkan. Dengan Honda pinjaman tadilah aku menyusuri hutan karet, jalan berkelok yang tak rata, beberapa RT hingga akhirnya tiba di dusun Mbelas, tempat sekolah induk berada. Selama perjalanan, bunyi gemeratak badan Honda plus suara desiran angin menyentuh dedaunan menjadi irama yang mengantarkanku menuju (M)belas, dusun tetangga tempat sesama Pengajar Muda bernama Tika.
Setibanya disana aku disambut oleh Tika dan kami segera menuju kantor. Jam menunjukan pukul 09.30 wib. Aku di sambut oleh kepsek sekolah tersebut. Tak berapa lama berdatanganlah guru-guru tim dari sekolah segugus dan mulai berkelompok tuk membuat soal. Aku dan 2 orang guru mendapat jatah membuat soalan matematika sedang Tika dan 1 guru lainnya IPA. Hening... dan hanya terdengar suara kertas di bolak balik. Seorang bapak di timku sibuk mengutak atik soal, yang satunya lagi memegang selembar kertas dan sesekali melirik bapak yang tetap asyik mengutak atik soal tersebut. Tetap hening... “Bagaimana pak? Ada soal yang mungkin bisa di jadikan soal olimpiade?,” tanyaku mecahkan suasana keheningan di tim itu. “Kalau ini gimana?,” kataku lagi. Tanpa melihat butir soal salah seorang bapak guru langsung mengiyakan tawaranku dan yang satunya tampak mencermati soalan tersebut dan mencoba mengerjakannya terlebih dahulu sebelum mengiyakan. Dan, kegiatan tersebut berlangsung sepanjang pembuatan soal. “Dulu sewaktu ada OSN(Olimpiade Sains Nasional) untuk seleksi gugusnya juga membuat soal seperti ini ya pak?,” tanyaku. “Nggak Bu, dulu kita belum ikut dan tidak membuat soal-soal seperti ini. Biasanya dulu pernah ada mahasiswa yang mengadakan olimpiade sekolah dan mahasiswa-mahasiswa itulah yang membuat soalan,” kata bapak tim soal IPA menjawab dengan lengkap. Alhamdulillah, momen ini adalah momen pertama dimana guru-guru baik ini berkumpul dan secara bersama-sama membuat soal demi siswa-siswa mereka.
Jam menunjukan pukul 12.00 WIB. Salah seorang guru di tim matematika nampaknya sudah menyerah dan menyerahkan kepercayaanya padaku dan 1 guru luarbiasa untuk membuat soal-soal matematika itu, dan tak lama kemudian beliau berkata,”Teman-teman sudah pulang semua. Tak pulang pak?,”ajak seorang guru pada guru lain di satu timnya. “Saya nanti saja, ada teman yang sedang kerja, kita kok kita enak-enakan langsung pulang,” katanya menjawab pertanyaan dari si bapak tadi. Saat itu sebenarnya soal-soal sudah ditentukan dan siap di ketik. Mendengar jawaban tersebut, si bapak tadi nampak rikuh dan akhirnya mengurungkan niatnya sejenak untuk pulang. Dalam perjalanan pembuatan soal tadi sesekali kami berbincang mengenai cara menyikapi murid. Walau sedikit namun cukup berguna sebagai masukan yang bisa ku eksperimenkan esoknya di kelas.
Disamping mutiara yang belum diasah, ternyata di sini tersimpan mutiara-mutiara tua yang tetap memancarkan kilau sinarnya yang bening, murni dan iklas untuk mendidik siswa-siswanya. Untuk saat ini tak banyak memang, namun ada dan masih ada potensi untuk menemukan guru-guru hebat yang sejenis dengan bu Muslimah di sini. Siapa ya? Ayo ada yang mau?
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda