si Eko vs sang Mamak
Nadia Prasidyawati 13 Desember 2011“ angin tak dapat membaca..” sebuah lagu sinetron tempo doeloe, dibintangi oleh Adam Jordan yang turut melambungkan namanya (wah, fasih betul...hehe) dan diparodikan dengan...
“ Amir tak dapat membaca... menulis.. juga matematika...” kocak... (bagi yang mengerti nada dan iramanya). Jadi terngiang lagu ini saat bertemu “ budak kecik” yang bernama Eko (nama sebenarnya). Anak kelas 2 yang sangat menarik perhatianku. Gerak-geriknya berbeda dengan teman sebayanya. Semacam teaterikal, unik dan lucu. Ini tertangkap mata saat kegiatan di hari sabtu berupa pengembangan diri, ajang unjuk gigi anak-anak per kelas. Eko bergerak bebas , meskipun dia tak tampil di depan, tetapi dia tampil di belakang (ini menurut laporan pandangan mata sendiri). Usut punya usut saat aku berkesempatan untuk mengajar di kelasnya ternyata ada hal yang tak terduga. Gerakan Eko sangat berkontribusi pada tingkat ketertiban kelas, naik meja dan turun bak lompat indah, berlari dari ujung ke ujung kelas, berulang-ulang, puncaknya saling memukul dengan teman hingga melempar tas dan kursi panjang. GUBRAK! Dia pun terkapar dalam tangisannya. Aku pelan-pelan mendekati dan menasehatinya. Anak-anak lain pun berkata, “ teking dia memang bu...” (baca: nakal). Setelah kelas dapat ditenangkan kembali, dia pun tak ada minat untuk belajar. Esoknya pun, ternyata tak ada minat belajar sama sekali. Informasi yang kudapat Eko memang tak memiliki minat dalam belajar bahkan nampak seperti tak memiliki potensi apa-apa. Sedih dan penasaran jadinya. Karena hanya berkesempatan mengajar di kelasnya selama tiga hari dan harus mengenali anak-anak dari kelas-kelas lainnya, sementara Eko luput dari pandangan mata, kemudian setelah mengajar anak-anak di kelas baca setelah jam sekolah akhirnya aku bisa bertemu kembali dengan Eko. Ya, kelas baca kutambahkan untuk anak-anak yang belum dapat membaca dari hari senin hingga kamis untuk empat kelas, kelas tetap dibagi supaya intensif. Hari pertama dia beralasan untuk tidak mengikuti “les” atau kelas baca ini, dengan mudahnya kuterima alasannya dengan syarat minggu depan dia harus mau masuk mengikuti kelas baca, dia pun mengangguk senang karena bisa pulang duluan.
Belum sempat yang namanya minggu depan itu datang, pagi-pagi sebelum ke sekolah anak-anak justru bertegur sapa denganku di kedai milik ibu angkatku. Voila! Aku berkenalan dengan ibu Eko yang hampir tiap pagi mengantarnya dan selalu mampir dulu ke kedai untuk jajan. Aku pun ngobrol banyak dengan ibunya, mulai asal-usul, anak-anaknya hingga tentang Eko. Ibu Eko sangat perhatian dengan Eko, bahkan dia ingin les khusus untuk Eko, nampaknya diapun kuwalahan dengan anaknya sendiri.
“ dia ni anak paling kecik bu, jadi memang melok tak mau disuruh-suruh untuk belajar, memang salah saya dia tak masuk TK jadi di SD dia tak kenal huruf...” (baca: manja). Eko menatap kami dengan pandangan kosong dan terus mengunyah jajannya. Ibunya yang tahu bahwa ternyata aku menyiapkan waktu untuk les pun sangat bersemangat dan betul-betul meminta tolong kepadaku. Alhasil saat kelas baca di kelas Eko, ibunya pun mengintip dari balik pintu. Sesungguhnya aku berpikir keras, meski sudah kelas 2 tapi mereka masih susah mengenali huruf. Kata orang Jawa “boro-boro kenal huruf minat pun tak ada sama sekali..” (backsound : lagu si Amir tak dapat membaca..menulis..juga matematika..)
Aku pun mengajak mereka mengenal huruf-huruf dengan perlahan sambil memberi contoh kata dan gambarnya. Misalnya hanya A, B, C, D dan E saja yang dengan susah payah mereka hafalkan, atau bertanya tentang kesukaan dan pengalaman mereka kemudian menggambarnya sambil mengenalkan huruf-hurufnya.
“ Siapa pernah ke Bengkalis? (kota kabupaten), siapa pernah ke Siak? (salah satu kabupaten yang memiliki peninggalan berupa istana raja), siapa pernah ke Pekanbaru? Naik apa? Siapa yang kesana naik Honda? Siapa yang kesana naik kapal? Ada yang pernah naik pesawat terbang?” semua antusias menjawab, mata mereka berbinar-binar penuh semangat terlebih saat menggambarnya, meski kesulitan saat menuliskan huruf-huruf tapi sepertinya mereka menyukainya. Metode mengulang dengan memberi PR dengan materi yang sama pun disukai mereka, karena PR mereka (ada) menggambar.
Buku Eko baru, sepertinya disponsori mamak-nya khusus untuk les, tidak seperti teman-temannya yang bercampur aduk menjadi satu. Hei....gambar Eko di luar rata-rata, imajinasinya cukup tinggi, dia mampu menggambar yang bahkan berbeda dari contoh gambarku, aku langsung mendekati dan memberinya apresiasi khusus. Dia pun senang mendengar apresiasiku. Eko memang kesulitan saat menuliskan huruf-hurufnya aku pun membantunya dengan perlahan, masih dari balik pintu mamak-nya mengawasi...tiba-tiba...
“ itu..tengok ibu...jawab ibu..jangan diam saja...” mamak Eko berteriak dari luar dan Eko pun menangis meraung-raung. Kucoba menenangkan dan kami pun menyelesaikan pelajaran siang ini begitu pula dengan anak-anak lainnya dengan kondisi penerimaan pelajaran yang serupa. Saat pulang mamak Eko berkata bahwa dia takut dan tak enak hati bila nantinya Eko akan kasar padaku hingga melempar kursi seperti yang pernah Eko lakukan pada pengajar muda sebelumnya. Aku pun menjelaskan bahwa Eko sangat baik, dia menurut dan mamak juga harus percaya pada Eko. Eko menyaksikan lagi obrolan kami ini.
Suatu siang saat berjalan-jalan di desa dari pinggir parit ada anak yang memanggilku dan melambai-lambaikan tangannya, senyumnya mengembang dari kejauhan. Kubalas dengan lambaian tanganku, ternyata Eko yang menyapaku. Keesokan harinya di sekolah Eko menyambutku dan bertanya kemarin aku hendak kemana dan ia bercerita bahwa di dekat tempatnya melambaikan tangan adalah rumahnya dan dia menggandengku menuju kelas. Aku terharu, Eko berubah menjadi sopan dan manis, bahkan saat kelas baca pun sangat antusias. Yak! Eko mulai bisa cepat menghafal huruf-huruf. Alhamdulillah, Kembali aku belajar, bahwa saat kita dipercaya, dihargai setulus hati maka kita pun akan melakukan tugas dan kewajiban dengan rasa tanggung jawab yang juga setulus hati. Titik air menghiasi ujung mata ini.
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda