info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Sebuah Perayaan Yang Prematur

Mutia Hapsari 2 November 2010
Prematur: pre.ma.tur/ prematur Belum (waktunya) masak (matang); sebelum waktunya; belum cukup bulan; pradini. Kamus Besar Bahasa Indonesia yang tebal itu mendefinisikan istilah prematur sebagai sesuatu yang terjadi sebelum waktunya atau terlalu cepat. Ketika sesuatu terjadi terlalu cepat, maka bisa dipastikan adanya ketidaksiapan. Seperti layaknya bayi yang lahir prematur, maka kondisi fisiknya pastilah akan sangat berbeda dengan bayi yang dilahirkan tepat setelah sembilan bulan dalam kandungan. Untuk memulihkan kondisi si bayi, maka dimasukkanlah ia ke dalam kotak inkubator. Kondisi belum siap untuk dilahirkan tetapi sudah harus keluar menghirup dunia mungkin merupakan sebuah analogi yang tepat untuk menggambarkan kondisi dua minggu terakhir ini. Semuanya bermula ketika acara konfrensi pers di Plaza Bapindo, 20 Oktober lalu. Sejak acara akbar itu, kegiatan pengajar muda seakan menjadi sorotan media. Banyak pihak yang memuji dan menilai kami sebagai “pahlawan”. Rasanya aneh menjadi sosok yang mendapat pujian padahal belum melakukan apa-apa. Maka tepat rasanya jika segala perayaan dan perjamuan yang diberikan kepada kami dikatakan sebagai sebuah perayaan yang prematur atau terlalu dini. Belum saatnya, tetapi akhirnya terjadi juga. Padahal, dalam kenyataanya perjalanan yang harus kami lalukan untuk menjadi pantas menerima segala pengharagaan tersebut masihlah panjang. Dan semakin hari, aku semakin menyadari bahwa rasanya perjalanan itu semakin sulit untuk dilalui. Sebuah nasehat dari guru SD Pengalaman menjalani praktik mengajar di sekolah membuatku semakin terhenyak bahwa aku masih jauh untuk mencapai taraf seorang pengajar yang baik. Hal tersebut dibuktikan ketika pada hari pertama mengajar kelas IV di SD Cikreteg I, Ibu Emi, guru kelas tersebut memberikan banyak kritikan, yakni:
  1. Sebelum memulai suatu pelajaran, jangan lupa mengabsen siswa. Setelah itu, tulius nama mata pelajaran dan materi yang dijarkan saat itu di papan tulis, sehingga siswa fokus terhadap apa yang diajarkan.
  2. Berikan ice breakeryang berakaitan dengan materi pelajaran hari itu.
  3. Dalam memberikan pelajaran sebaiknya disertai alat peraga, sehingga musik tidak berpikir secara abstrak atau hanya “mengawang-awang” tetapi langsung merasakan pengalaman tersebut.
  4. Ketika membentuk siswa menjadi beberapa kelompok diskusi, maka berikanlah instruksi secara jelas, seperti siapa ketua dan sekretaris dalam setiap kelompok. Buatlah panduan berdiskusi yang ditulis di papan tulis, sehingga siswa mengetahui dengan jelas apa yang harus dilakukan.
  5. Berikanlah pekerjaan rumah kepada murid.
  6. Dalam pembuatan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (oh, that scary words) maka harus disertakan soal-soal yang diberikan kepada siswa. Soal tersebut, tentunya harus pula dilengkapi dengan kunci jawaban.
Kritikan juga datang dari teman-teman se-tim. Menurut mereka aku kurang jelas dalam memberikan instruksi kepada siswa. Segala kritik di hari pertama kemudian menjadi panduan bagiku untuk menciptakan suasana kelas yang lebih baik di hari kedua. Jika di hari pertama aku mengajar kelas IV, maka di hari kedua aku mencoba mengajar kelas VI. Di kelas VI, aku mengajarkan pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dengan materi hewan berdasarkan jenis makanannya.  Proses belajar mengajar bisa dikatakan nyaris sesuai dengan yang aku harapkan. Memang, tidak semua murid bisa langsung fokus terhadap materi yang diajarkan. Tetapi, paling tidak aku berhasil memberikan suatu pengetahuan baru yang selama ini mereka belum pernah ketahui, yakni pengetahuan tentang apa itu insektivora? Insektivora adalah kelompok hewan pemakan serangga, seperti cicak. Hari ketiga, kembali lagi aku mengajar kalas IV. Hanya saja kalau pada hari pertama aku mengajar kelas IV sd hanya satu mata pelajaran, maka kali ini aku harus mengajar dua mata pelajaran alias seharian penuh. Dan apa yang terjadi???? 1)      Pelajaran pertama berjalan dengan lancar, penuh semangat, suara lantang, wajah banyak senyum, dan proses belajar-mengajar berjalan lancar. 2)      Pelajaran jam kedua, tenaga sudah terkuras habis, suara nyaris hilang, capek, nggak sabaran dan sempat menegur satu orang anak gara-gara dia membuat gara-gara. Nampaknya, sikapku yang memarahi siswa walau hanya sekali bisa membekas sekali. Terbukti ketika aku meminta anak-anak menulis surat untuk anak-anak di Kabupaten Pasir, salah satu anak menulis Ibu tia marah kalau kita nggak nurut. Di hari keempat aku hanya membantu teman satu tim Patrya Pratama untuk mengajar kelas VI SD. Justru petualangan paling seru ada di hari kelima, karena harus mengajar siswa kelas I SD dengan jumlah siswa sebanyak  84 orang. Untuk mengajar puluhan siswa ini, maka dilakukanlah tim teaching. Satu kelas dikeroyok empat pengajar muda, yaitu aku, Mansyur, Zaki, dan Patrya. Mengajar anak kelas I banyak tantangannya, di antaranya yang lebih membuat surprise ketika ada seorang anak mau ke kamar kecil, tiba-tiba saja belasan siswa lainnya langsung mengikuti. Aku dan Zaki pun langsung melancarkan kuda-kuda menghalangi belasan siswa lainnya. Dengan segala keributannya, kami berempat berhasil menyelesaikan pelajaran hari itu. Pengalaman adalah guru yang paling berharga. Pengalaman menjalani PPM membuatku dan teman-teman pengajar muda lainnya memahami bahwa guru benar-benar pekerjaan yang luar biasa sulit. Karena baru enam hari saja kami mengajar, ternyata banyak perubahan fisik maupun mental yang kami alami. Di antaranya, suara serak, mata lelah karena harus begadang mengerjakan RPP tiap malam, dan rasa kantuk yang luar biasa. Tak jarang muncul keluhan, “Gila kita bakalan menghadapi ini selama satu tahun!”. Lelah memang..tapi pertemuan dengan Wakil menteri Pendidikan Nasional Fasli Djalal memberikan kami pencerahan bahwa tak peranah ada yang sia-sia dalam melakukan pengabdian dalam bentuk menjadi guru. Semakin keras tekanan yang kita terima, maka semakin banyak ilmu yang kita dapatkan. Dan saya yakin, 51 pengajar muda ini akan melangkahkan kaki dengan tegap pada 10 November nanti. Dari Bandara Soekarno-Hatta, satu persatu dari kami akan menuju daerah tujuan, seperti Tulang Bawang Barat, Bengkalis, Pasir, Majene, dan Halmahera Selatan. Tempat dimana kami akan belajar sesungguhnya tentang usaha menggapai mimpi dan mencintai Indonesia.

Cerita Lainnya

Lihat Semua