info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

KKG Pertama

Mutia Hapsari 5 April 2011
18 Maret 2011, pukul 14:00 wita, di ruang kelas SDN 001 Tanah grogot. Siang itu di tengah langit mendung dan jalanan yang basah akibat diguyur hujan, saya menguatkan tekad untuk tetap berangkat ke acara Kelompok Kerja Guru (KKG) gugus 1. Saya sebenarnya sudah akan mengurungkan niat untuk datang mengingat sejak pulang sekolah pukul 11:00 wib sampai pukul 13:30 wib, hujan tak kunjung reda. Dan hujan berarti tidak ada perahu yang menyebrang. Dan kalau tidak ada perahu berarti tidak mungkin bisa ke Grogot. Suasana gerimis yang berkesan sendu juga sepertinya cocok untuk bermalas-malasan di kamar tidur. Tetapi, akhirnya sekira jam 14:00 langit mulai cerah dan hujan pun berhenti. Dengan sekuat tenaga saya tetap berangkat. Lagipula kalau saya tidak berangkat KKG sekarang, lalu kapan lagi saya bisa merasakan pengalaman luar biasa ini. Bisa jadi setahun di Paser, hanya inilah satu-satunya momen saya dipercaya untuk datang KKG. Mengikuti KKG, membuat saya merasa menjadi guru sesungguhnya. Mengapa? Saya sangat berharap keberadaan saya di SD 15 Tanah Grogot walaupun hanya satu tahun jangan sampai dianggap sebagai orang asing oleh guru dan kepala sekolah. Artinya selama satu tahun ini saya ingin benar-benar merasakan pengalaman menjadi guru. Giuru dengan segala pekerjaanya dan kesibukannya. Saya memang belum mendapatkan kemewahan untuk menjadi guru kelas. Tetapi, saya sudah merasakan bahwa menjadi guru mata pelajaran pun tak kalah menantang. Saya sudah merasakan berbagai beban kerja guru seperti membuat RPP, mempersiapkan bahan ajar, mengajar, menilai pekerjaan siswa, membuat soal untuk ulangan harian maupun ulangan mid semester dan bisa mengikuti KKG sepertinya akan membuat “atribut” saya sebagai guru menjadi lengkap. Keputusan saya untuk mengikuti KKG pun rasanya benar. Saya jadi bisa melihat bagimana wajah-wajah guru di Paser. Bagaimana mereka menjadikan aktivitas KKG ini bukan hanya sekedar sebuah pelatihan, melainkan juga sebagai ajang berkenalan, temu-kangen, dan tentunya saling menumpahkan suka dan duka dalam menjalani profesi sebagai guru. KKG yang berlangsung selama dua hari itu memberikan pelatihan tentang pendidikan budaya dan karakter bangsa. Ini bukanlah mata pelajaran baru. Tetapi lebih kepada bagaimana pendidikan karakter ini dapat disisipkan pada materi pelajaran yang disampaikan kepada murid-murid. Setidaknya ada 18 nilai karakter yang diharapkan dapat ditanamkan pada setiap anak didik. Beberapa nilai di antaranya, yakni nilai relijius, nilai kejujuran, nilai demokrasi, nilai gemar membaca, dan cinta tanah air. Dalam penerapannya, nilai-nilai tersebut ditulis dalam RPP. Misalnya saja, sebelum pelajaran, siswa diminta untuk berdoa. Maka di RPP yang dibuat, kegiatan berdoa ini dianggap sebagai suatu kegiatan untuk menanamkan nilai-nilai religius pada siswa. Kemudian, misalnya saja guru meminta siswa untuk membacakan hasil karyanya di depan kelas. Maka dalam RPP kegiatan ini dianggap sebagai kegiatan untuk menanamkan nilai menghargai prestasi siswa. Intinya guru-guru hanya perlu menyisipkan karakater-karakter ini pada setiap proses belajar-mengajar di sekolah. Di hari terakhir pelatihan, tepatnya sabtu siang, para peserta dibagi menjadi tiga sampai empat kelompok. Kemudian setiap kelompok ini diminta untuk menyusun silabus dan RPP yang menyisipkan pendidikan karakter di dalamnya. Pada sesi ini, saya bisa melihat guru-guru sangat bersemangat mengerjakan tugas ini. Dan saya bisa merasakan sebuah atmosfer semangat belajar yang tinggi pada saat itu. Melihat masih aktifnya sekolah-sekolah mengadakan KKG membuat saya yakin bahwa sebenarnya pemerintah telah berusaha semaksimal mungkin untuk meningkatkan kualitas guru. Rasanya malu dan tak pantas jika kita terus-menerus menyalahkan pemerintah jika kualitas SDM kita jauh ketinggalan dari negara-negara lain. Yang selama ini terjadi, mungkin nilai-nilai untuk menghargai pekerjaan orang lain sudah mulai terkikis dari dalam kita. Sampai-sampai kita tak bisa melihat bahwa orang bekerja semaksimal mungkin, sementara kita hanya diam berdiri, mencela, tetapi tak bergerak untuk melakukan apa-apa.

Cerita Lainnya

Lihat Semua