Hari-hari Sibuk
Mutia Hapsari 14 Mei 2011
Bagi seorang guru, setiap hari adalah hari sibuk. Aktivitas dimulai ketika harus bangun pagi dan bersiap-siap berangkat ke sekolah. Tiba di sekolah, maka buku absen, media ajar, buku pelajaran, dan alat tulis harus segar disiapkan untuk dibawa masuk ke dalam kelas. Begitu masuk ke kelas, seburuk apa pun suasana hati harus tetap tersenyum, menyapa murid-murid.
Dan perjuangan sebenarnya pun dimulai. Menjelaskan materi, menjawab pertanyaan siswa, memberi soal, sampai memeriksa pekerjaan siswa dan memberi nilai. Kalau beruntung, semua pekerjaan ini bisa selesai ketika jam sekolah bnerakhir. Kalau tidak beruntung, maka mau tidak mau urusan memberi nilai terkadang harus dilakukan di rumah. Dan jumlah hari tidak beruntung saya jauh lebih banyak daripada hari beruntung saya. Mungkin saya memang harus belajar lagi untuk bisa mengelola waktu dengan baik.
Begitu sampai rumah, maka seorang guru masih harus menyiapkan RPP dan bahan ajar untuk materi keesokan harinya.
Zaki, PM di Rantau Panjang mengatakan, kerja guru adalah kerja 24 jam. Dan nampaknya saya tidak punya argumen yang cukup kuat untuk menyangkal pendapat itu. Karena saya pun mengalaminya. Tapi, biasanya rasa lelah mampu sejenak hilang jika melihat murid-murid kita tersenyum puas ketika bisa mengerjakan soal dengan baik dan meminta kita untuk memberika tugas tambahan. “Kasih soalnya sepuluh Bu!,” ujar salah seorang murid kelas 1.
Tetapi kesibukan ini semakin menjadi dalam tiga bulan terakhir ini. Kepala sekolah, wali kelas VI, beberapa guru yang masuk dalam kepanitiaan Ujian Nasional, dan saya mulai mempersiapkan segala hal demi suksesnya penyelenggaraan Ujian Nasional. Saya dipilih oleh Kepala Sekolah untuk menjadi sekretaris. Saya tidak tahu harus senang atau sedih menerima pekerjaan ini. “Saya pilih ibu, karena bisa mengoperasikan komputer,” ujar kepala sekolah sambil tersenyum.
Dan dimulailah hari-hari saya dengan sibuk membuat kartu peserta Tes Daya Serap atau Pra UASBN, kartu peserta UASBN, dan Kartu peserta Ujian Nasional. Selain itu, ada pula denah tempat duduk, kartu pengawas, daftar peserta, surat tugas pengawas silang, dan jadwal ujian. Awalnya saya mengira pekerjaan ketik-mengetik ini ini hanyalah pekerjaan biasa yang sedikit membosankan. Tetapi, dari pekerjaan ini, untuk pertama kalinya saya tahu bahwa banyak nama siswa kelas VI yang tercantum di buku absen tidak sama dengan nama yang tertera di akte kelahiran maupun kartu keluarga. Misalnya saja murid saya yang sehari-harinya di panggil Sopianti, ternyata di akte kelahiran tertulis Supiyah. Kemudian siswa yang di buku absen tertulis Milda Ulfa ternyata dalam aktenya tertulis Mildaul Damasnun.
Saya pun juga untuk pertama kalinya tahu tanggal lahir murid-murid saya. Yang uniknya, ternyata tidak semua murid-murid saya tahu tanggal lahir mereka sendiri. Maka sehari sebelum Tes Pra UASBN, semua siswa kelas 6 di briefing oleh kepala sekolah agar dalam menuliskan nama dan tempat tanggal lahir mereka di lembar jawaban sesuai dengan yang tertera di kartu nomor peserta. “Kalau nama kamu Intan Delima ya jangan kemudian ditulis Intan Ramadhina,” ujar Kepala sekolah. Intan yang duduk di kursi belakang pun hanya tersenyum malu-malu
Alhamdulillah dalam mempersiapkan dokumen-dokumen ujian, ada beberapa guru honorer yang dengan senang hati membantu saya, yakni Pak Rais, Bu Rahmi, dan Ibu Ainun. Mereka bertigalah yang setiap kali melihat saya sibuk bolak-balik kantor kepala sekolah dengan membawa berlembar-lembar kertas dengan siap sedia melontarkan pertanyaan “Apa ada yang bisa saya bantu, Bu?”. Dan umumnya saya selalu menjawab iya.
Sehari sebelum Ujian Nasional, yakni pada 9 Mei lalu, saya, pak Rais, dan Ibu Eli yang merupakan wali kelas VI saling bergotong royong mempersiapkan ruangan yang akan digunakan ujian. Kami bersama-sama merapikan meja dan kursi, menempelkan nomor peserta di setiap meja, dan memasang taplak meja di meja pengawas. Bahkan saya benar-benar kagum dengan ibu Eli yang mau repot-repot memetik bunga dari halaman rumahnya untuk kemudian dipajang di meja pengawas. “Benar-benar guru yang memperhatikan estetika,” ujar saya dalam hati.
Saya sangat berharap bahwa segala persiapan ini akan menjadi pintu masuk untuk suatu hal yang lebih besar dan lebih indah, yakni keindahan dalam bentuk kejujuran dalam penyelenggaraan UN dari awal sampai akhir......
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda