Dua Mei dan Membaca
Mutia Hapsari 14 Mei 2011
Ki Hajar Dewantara mungkin tak pernah membayangkan jika suatu hari, tanggal kelahirannya akan diperingati sebagai hari Pendidikan Nasional. Tetapi berkat perjuangannya dalam dunia pendidikan , maka negara ini pun mengapresiasinya dengan menjadikan tanggal 2 Mei sebagai hari pendidikan nasional. Dan jadilah setiap tanggal 2 Mei setiap tahunnya sebagian besar siswa SD sampai SMA akan melakukan upacara untuk mengenang jasa-jasa beliau.
Seandainya Ki Hajar masih hidup, banggakah ia jika hari kelahirannya diperingati dengan upacara? Kalau tidak, dengan cara apakah beliau ingin dirinya dikenang oleh masyarakat Indonesia? Yang jelas, murid di SD 15 Tanah Grogot tidak memiliki kemewahan untuk merasakan sebuah upacara karena ketiadaan lapangan. Maka tidaklah mengherankan jika 2 Mei di sekolahku tak ada bedanya dengan hari-hari lain.
Dari 17 siswa kelas VI, hanya satu anak, yakni Nisa, yang mengetahui bahwa tanggal 2 Mei merupakan hari pendidikan nasional. Walaupun hanya satu anak yang tahu, aku cukup bersyukur dengan hasil tersebut. Kurasa menjadi guru di sekolah yang minim fasilitas dan informasi, membuatku dan teman-teman PM yang lain belajar mensyukuri keajaiaban-keajaiban kecil setiap harinya. Dan menemukan satu anak yang tahu tentang hari pendidikan nasional adalah salah satu dari kejaiban itu.
Maka saya pun berharap untuk bisa menciptakan keajaiban kecil yang lain di sekolah pinggir sungai ini. Meskipun murid-muridku tak bisa mencicipi upacara hari pendidikan nasional, paling tidak saya berharap meraka bisa melihat bahwa 2 Mei bukanlah sebuah tanggal yang sama dengan hari-hari lainnya. Maka saya memilih untuk membawa semangat Ki Hajar Dewantara ke dalam diri murid-murid saya. Ki Hajar menjadi orang yang pintar karena beliau merupakan seorang yang gemar membaca dan menulis. Maka semangat gemar membaca itulah yang kemudian ingin saya tularkan ke murid-murid. tepat tanggal 2 Mei, untuk pertama kalinya saya membagikan kartu anggota perpustakaan kepada 17 siswa kelas VI. Kepemilikan kartu anggota ini berarti bahwa murid-murid saya bisa meminjam buku untuk dibawa pulang ke rumah.
Waktu saya mengumukan hal ini, saya bisa melihat wajah-wajah bahagia dari murid-murid saya. Dan pemandangan tersebut memunculkan rasa haru dalam diri saya. Maklum selama enam tahun bersekolah di SD 15 mereka tidak pernah merasakan bagaimana rasanya memiliki sebuah perpustakaan, bagaimana rasanya bisa meminjam buku-buku dari perpustakaan, dan bagaimana rasanya bisa membaca buku-buku dengan gambar dan cerita yang menarik.
Awalnya ide untuk meminjamkan buku untuk dibawa pulang ini sempat ditentang oleh beberapa guru. Bukannya mereka tidak suka dengan kegiatan ini, hanya saja para guru khawatir buku akan rusak. Saya pun memberi pengertian bahwa tidak semua buku bisa dipinjam. Khusus ensiklopedi hanya bisa dibaca di sekolah. Aturan dalam meminjamkan buku pun cukup ketat. Di antaranya. Buku hanya boleh dipinjam selama tiga hari. Kalau terlambat mengembalikan atau ada yang robek maka didenda Rp 1000,- Kalau aturan ini dilanggar tiga kali berturut-turut, maka kartu anggota milik siswa yang bersangkutan akan diambil dan tidak diperkenankan untuk meminjam lagi. Alhamdulillah para guru lambat laun bisa menerima keputusan ini. Bahkan beberapa guru bersedia membantu kegiatan perpustakaan ini.
Tanggal Dua Mei memang sudah berlalu. Tetapi, saya yakin kebiasaan gemar membaca yang dimiliki Ki Hajar Dewantara perlahan-lahan juga akan menjadi kebiasaan murid-murid saya juga. Dan saya yakin, ini bukanlah cara yang buruk untuk memperingati hari pendidikan nasional.....
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda