info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Guru Hebat yang Bersembunyi

Mutia Hapsari 22 Juli 2011
Guru bertubuh besar atau yang nantinya akan lebih sering saya sebut sebagai “guru besar” ini menghabiskan sebagain besar waktunya dengan tidur. Empat sampai lima kursi dengan tekun ia susun berjejer memanjang. Beberapa buku sekolah ia tumpuk di kursi yang berada di baris paling depan, untuk nantinya ia gunakan sebagai bantal. Dan singgasana ini akan segera mengantarnya ke alam mimpi pada waktu jam istirahat atau lebih seringnya ketika ia sedang tidak ada jam mengajar. Nanti, begitu jam mengajarnya tiba, ia bangun, merapikan baju dan dengan segera membawa buku untuk kemudian masuk ke kelasnya. Begitu jam mengajar habis, maka kembalilah ia ke ruang guru dan segera menuju tempat tidurnya yang unik. Beberapa murid kelas bahkan berani bercerita bahwa terkadang guru ini tidur di dalam kelas.  Berulang-ulang rutinitas ini ia lakukan tiap harinya. Sehingga seluruh kepala sekolah, guru, bahkan murid-murid hafal dengan kebiasaan ini. Tak ada yang berani menegur, karena beliau sudah sudah senior. Maka yang ada adalah pemakluman dari seluruh warga sekolah. Dan saya pun ikut menjadi salah satu manusia yang berusaha maklum dengan kondisi ini, atau lebih tepatnya, saya juga merasa tidak punya keberanian untuk menegur. Dan  ketika tiba saatnya pengundian wali kelas, saya sangat terkejut dan kecewa mengetahui bahwa guru besar ini terpilih menjadi wali kelas 6. Saya tidak bisa membayangkan seperti apakah wajah murid yang nantinya akan ia bimbing. Saya pun berdoa bahwa suatu hari beliau akan berubah. Maka dimulailah tahun ajaran baru dengan si guru besar ini menjadi wali kelas 6. Dulunya si guru besar hanya menjadi wali kelas 2. Hampir setiap hari, saya khawatir melihat guru besar sambil bertanya mampukah guru besar membimbing murid-muridnya untuk lulus UN dengan nilai baik? Dan bisakah ia tidak tidur ketika mengajar? Saya terus khawatir dan berdoa sambil berharap terjadi keajaiban. Sampai di suatu siang, ketika saya dan dua orang guru sedang tidak ada jam mengajar, saya melihat bahwa kekhawatiran saya mungkin terlalu berlebihan. Saat itu di ruang guru hanya ada saya, wali kelas 4, dan guru agama. Antara ruang guru dengan ruang kelas 6 hanya terpisahkan oleh sebuah dinding kayu, sehingga tidaklah mengherankan jika kami mampu mendengar segala aktivitas di kelas 6. Ternyata saat itu, murid kelas 6 sedang belajar bahasa indonesia. Guru besar meminta salah seorang murid membaca sebuah teks percakapan, sedangkan murid yang lain diminta menyimak. Si murid membaca dengan nada datar dan tanpa ekspresi. Selespas si murid membaca, guru besar pun berkata dengan lembut “Membaca harus diresapi,” ujarnya singkat. Dan guru besar pun mengambil teks buku dan membaca teks yang dibaca oleh murid. Guru besar membaca dengan intonasi seuai dengan tanda baca yang tertera di bacaan. Ketika ada tanda seru, ia akan membacanya dengan keras dan tegas. Ketika tokoh di dalam teks menngucapkan ungkapan kekecewaan, si guru besar pun membaca teks dengan ekspresi dan intonasi orang yang sedang merasa kecewa. Guru besar membaca teks tersebut layaknya seorang aktor sedang berlatih untuk sebuah pemetasan teater. Dan semua murid memperhatikan pertunjukan tersebut. Saat itulah saya menyadari bahwa guru besar ini memang seorang guru. Guru yang benar-benar menunjukkan kompetensinya dalam mengajar. Dan saya mungkin masih jauh jika dibandingkan dengannya. Tiba-tiba saja, wali kelas 4 yang tadi hanya diam berkomentar “Bagus saja dia ngajar kelas 6.” dan guru agama pun menimpali, ”Sebenarnya dia itu guru hebat. Cuma mungkin karena dulu ngajar kelas 2, Cuma ngjar baca tulis jadi lebih banyak santainya.” “Di kelas 6 ini, dia sudah tidak bisa seperti dulu lagi.” Di luar kebiasaan tidurnya, guru besar ini memang guru yang hebat. Guru yang tahu benar bagaimana mengajar. Mungkin karena terlalu hebat, dia tidak pas jika mengajar kelas rendah. Kehebatannya justru bersinanr di kelas yang lebih tinggi. Saya pun berpikir, mungkin sebenarnya di sekolah ini atau mungkin di banyak sekolah ada guru-guru hebat yang tidak mendapat kesempatan untuk menujukkan kehebatannya. Yang mungkin sampai akhir hayatnya tak pernah mendapat sebuah ruang mengjar yang pas untuknya, sehingga baik dirinya maupun murid-muridnya pun menjadi tenggelam. Kehebatannya dibiarkan tersembunyi dan seiring waktu kehebatannya tak mau keluar lagi dari persembunyiannya. Dan saya bersyukur melihat bahwa salah seorang guru hebat yang kehebatannya telah lama bersembunyi, karena mendapat porsi mengajar yang pas, kehebatannya kembali bersinar. Saya berdoa bahwa sinar itu bisa menjadi lentera bagi murid-murid di sekolah ini dalam menapaki jalan mereka untuk menggapai cita-cita....

Cerita Lainnya

Lihat Semua