info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Suci

Muhammad 21 November 2012

Perempuan lembut ini sempat membuatku hampir putus asa karena pada awalnya memang tidak mudah masuk dalam dunianya. Sebagai guru baru yang belum dikenal tentunya membuat dia juga belum bisa terbuka terhadapku. Pengalaman dia dengan guru sebelumnya mungkin membuatnya menggeneralisasi guru itu seperti  sosok pengajar yang memaksa dan kurang menyenangkan.

Pada awal aku masuk mengajarnya, seperti biasa anak mana yang tidak senang dengan guru baru dari kota? Semua senang terutama di luar pelajaran. Namun, ketika sudah mulai masuk pelajaran, suasana bagi dia pun terasa mulai berubah. Aku merasakan ketidaknyamanan padanya. Tertinggal dari teman-temannya, selalu di belakang dalam menjawab, cenderung mengalihkan perhatiannya sendiri bahkan ketika perhatianku tertuju padanya. Aku merasakan ketakutan ketika aku memperhatikan dia secara personal. Keringat bercucuran, kaki menyentak-nyentak tidak jelas maksud,  dia pun sebisa mungkin mengalihkan pembicaraan, tidak jarang dia menangis karena merasa tidak bisa. Perhatian dianggapnya adalah judgement bahwa dia tidak bisa, dia bodoh, atau dia nakal. Dan kondisi ini berlaku di hampir semua siswa sekolahku. Mereka ketakutan ketika diperhatikan karena kesalahan bagi mereka adalah teriakan keras dan hukuman. sedikit demi sedikit aku pun masuk ke dunianya. Sebisa mungkin aku menjadi tidak hanya gurunya tapi juga sahabatnya. Sampai sekarang aku terus mencoba meyakinkan dia dan mereka bahwa tidak apa-apa membuat suatu kesalahan. Kita bisa belajar dari kesalahan itu dan belajar untuk memperbaikinya. Kuyakinkan dia dan mereka bahwa mereka bisa kalau berusaha, mereka tidak bodoh dan mereka pada dasarnya tidak nakal. Dalam proses, bahkan aku harus melarang semua kelas yang kumasuki menyebutkan 4 KATA TERLARANG (Nakal, Bodoh, Tidak bisa, dan Susah). Beberapa cara mengajar pun kucoba dalam proses belajar mengajar.

Hari demi hari berlalu, pada suatu hari aku pun terkejut ketika membaca kembali jurnal perkembangan murid kelas 2. Suci, sosok yang dulu di belakang, ketakutan, dan banyak tidak fokus. Suci, yang dulu belum bisa baca tulis dengan benar yang bahkan membedakan huruf pun masih sering salah,  ternyata terdepan dalam membaca dan menulis. Bahkan kemampuan matematika dan mengingatnya meningkat tajam.

Aku pun bergegas menuju orangtuanya, membawa jurnal perkembangan suci. Ingin segera kukabarkan bahwa anak mereka juara. kukatakan pada mereka bahwa telah terbukti anak mereka tidak bodoh. Kujelaskan pada mereka tidak guna menggunakan kekerasan dalam mendidik anak seperti kebanyakan masyarakat sini memperlakukan anak-anaknya. Yah..... meski respon yang kudapat hanya anggukan-anggukan, namun aku dapat menangkap kegembiraan dari raut muka mereka.  

Ah...... Suci..... kini dia malah semakin manja. Penuh keberanian ketika menjawab pertanyaanku, bahkan yang terkadang menjengkelkan menjawab pertanyaan yang bukan untuknya. Hehe....... tapi aku lega karena Suci telah membantuku mewujudkan apa yang kutulis pada saat Direct Assessment pada proses perekrutan pengajar muda;

“aku akan membuktikan, aku bisa mengajar lebih baik dengan tanpa kekerasan.”


Cerita Lainnya

Lihat Semua