info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

“Pak Guru.. Ajar kita Pak Guru”

Muhammad Habibilah 26 Desember 2011

Pagi telah tiba, saatnya berangkat ke sekolah. Seperti biasa, aku melangkah menuju sekolah seorang diri, dari kejauhan telah terdengar teriakan anak-anak yang sedang membersihkan kelas, ada juga yang bermain-main berlarian kesana kemari. Setiap hari, kubawa setumpuk buku pelajaran untuk anak-anak, sesuai dengan jadwal yang telah dispekati dan seperangkat alat tulis sebagai pelengkap mengajar tunas-tunas bangsa.

Perjalananku masih beberapa meter lagi menuju gerbang sekolah, namun sudah terlihat anak-anak yang berlarian menghampiriku, berebutan untuk membawakan buku dan tas yang kutenteng.

            “Selamat Pagi pak Guru”.. sapa mereka.

            “Selamat pagi anak-anak”.. jawabku,

            “Kita bawa bukunya Pak Guru”.. lanjut mereka.

Itulah kabiasaan baru yang mereka lakukan sejak saya berada disini sampai sekarang. Aku pun terus melangkah memasuki ruang kelas, walapun hanya terdiri dari 3 lokal tak menyurutkan langkahku untuk membagi pengetahuan pada manusia-manusia kecil yang tinggal dipelosok negeri ini. Dan seperti biasa, aku hanya seorang diri, guru yang lain entah kemana. Ini bukan yang pertama kalinya aku hanya sendiri disekolah, tetapi sudah berkali-kali, aku pun tetap memberikan pelajaran pada semua siswa.

“Ajar kita Pak Guru, ajar kita.. “, salah seorang murid datang menghampiri sambil meraih tanganku, disusul siswa yang lain. Aku pun masuk ke kelas mereka, hanya beberapa menit karena siswa yang lain sedang menunggu diluar sebagai tanda bahwa mereka siap menerima pelajaran juga. Kusegerakan menulis dipapan dan kujelaskan sebentar, lalu kutinggal. Dengan segera kumasuki kelas sebelah, sama halnya dengan kelas pertama yang kumasuki, aku hanya bisa masuk sebentar, menulis dan memberikan pelajaran hanya sebentar karena kelas sebelah juga memberi kode bahwa mereka juga siap menerima pelajaran. Hanya beberapa saat kumasuki kelas yang ketiga, dikelas pertama yang diisi oleh siswa-siswi kelas rendah sudah menghampiriku.

            “Pak Guru sudah.. “,  kata salah seorang dari mereka.

            “Iya, sebentar lagi Pak Guru kesana..”, jawabku.

Aku hanya bisa memberikan sedikit pelajaran bagi kelas tinggi, kutambah dengan tugas-tugas sebagai alternatif untuk mengisi kekosongan. Memang tidak maksimal mengajar seluruh sekolah yang hampir mencapai 50 anak dalam setiap hari, tetapi inilah yang bisa aku lakukan untuk mereka. Aku akui bahwa pemberian pelajaran pada mereka tidak sebanding dengan usaha mereka untuk datang ke sekolah, dengan perjalanan yang cukup melelahkan, naik-turun melewati hutan yang terkadang muncul binatang buas dan keseringannya juga tanpa sarapan. Mengapa tidak sarapan?? Pernah satu kali kutanya pada mereka dan mereka bilang karena tidak ada makanan. Aku hanya bisa membagi kue-kue kecil untuk mereka, semoga dapat mrngganjal perut mereka.

Waktu istirahat pun tiba, anak-anak sudah terbiasa dengan istilah “keluar main”, satu per satu kelas kuistirahatkan. Kegiatan istirahat dikota berbeda dengan istirahat disini, dikota pada saat istirahat banyak orang berjualan disebelah sekolah atau ada kantin yang menyediakan makanan dan minuman. Disini, tidak ada, lantas apa yang dikerjakan anak-anak? mereka hanya bermain-main saja, ada yang mengambil air minum dari kran yang ada dirumah warga, ada juga yang memakana mie instant yang mereka bawa dari rumah dengan alasan untuk mengganti sarapan yang belum mereka lakukan. Sudah berkali-kali kuingatkan bahwa apabila makan mie instant harus dimasak, tetapi mereka tidak memperhatikan.

            “Lupa Pak Guru,” itulah alasan yang sering mereka lontarkan.

Jarum jam sudah menunjukkan pukul 09.30 WITA, saatnya mereka kembali ke kelas untuk melanjutakan pelajaran. Satu per satu mereka masuk dan siap melanjutkan pelajaran. Seperti pada awal pengajarn, aku memberi pelajaran dari satu kelas ke kelas yang lain sampai waktu pelajaran usai. Satu jam setelah istirahat kelas 1 pulang, 30 menit kemudian disusul kelas 2, 30 menit kemudian kelas 3 pulang dan 1 jam kemudian kelas 4, 5 menyusul. Hampir setiap hari kulakukan aktivitas ini sendiri.

Aku merasa senang ketika guru lain datang karena aku bisa fokus mengajar di kelas tinggi, dan anak-anak bisa mendapatkan pelajaran secara utuh. Aku berharap semoga ada kesadaran dari semua stake holder agar sekolah ini semakin maju dan anak-anak bisa terpenuhi hak belajarnya.


Cerita Lainnya

Lihat Semua