Selamat Natal Badriah

Dwi Anggrainy Astivan 9 Maret 2014
Aku berada di sebuah sudut timur pulau Kalimantan, tepatnya di desa Maruat kecamatan Longkali, kabupaten Paser, Kalimantan Timur. Sebuah desa tenang seluas kurang lebih 5km yang dikelilingi sawah dan kebun sawit serta kelapa. Cakrawala selalu melingkupiku dengan pesona baru setiap harinya. Walau terkadang matahari terlalu terik memancarkan cahayanya, tetapi hal itu tidak membuat kering senyum dan tawa anak-anak SD 019 Longkali ketika menyambut kedatanganku. “Perkenalkan nama ibu Monica Dwi Anggrainy Astivan, kalian bisa memanggil ibu Monica”, ucapku dengan penuh percaya diri dan senyum termanis. Tidak lama kemudian bisik-bisik kecil mulai terdengar, ada yang berujar “wah namanya panjang”, sebagian lain berusaha mengulang namaku yang memang agak panjang. Lalu sebuah suara muncul dari bibir mungil seorang anak, “itu loh yang artis!” disertai alunan lagu “Cinta ini, kadang-kadang tak ada logika....”. ya aku sudah ikhlas namaku sering dikaitkan dengan seorang artis ibu kota. Aku hanya tersenyum memperhatikan gerik  mereka ketika mengangkat kaki-kaki kecil mereka dengan lincah. Ketika suasana mulai tenang, aku menyebutkan ulang namaku, lalu beberapa anak serentak berujar “Ooo...Ibu Mau Nikah”. Kembali gelak tawa memenuhi ruangan.   Monica merupakan nama babtisku sehingga tidak tercantum di kartu indentitasku, tetapi aku sangat mengagumi nama tersebut sehingga aku memutuskan menggunakan nama itu disini, di tempatku bertugas sekarang. Tulisan ini aku buat pada tanggal 27 Desember 2013 dua hari setelah perayaan hari raya natal. Sebagai penganut agama Katholik tentu saja aku juga merayakan hari raya kelahiran Tuhan Yesus. Tetapi perayaan natal kali ini agak berbeda. Aku berada di tempat berbeda, dengan orang dan kebiasaan yang berbeda pula. Aku tetap dapat menikmati hari natal ini dengan khidmat, walau tanpa lagu natal, tanpa pohon natal, tanpa kue natal, dan tanpa orang-orang yang bersukacita bersamaku. Ya, desaku seluruhnya merupakan muslim dan muslimah, belum pernah ada nasrani atau budhist atau hinduist yang tinggal di tengah-tengah mereka.   “Selamat natal bu Monica”, sebuah suara kecil malu-malu terdengar di belakangku. Kubalikkan sedikit kepalaku mencari sumber suara yang ternyata berasal dari seorang gadis kecil berkerudung putih yang sedang menyodorkan tangannya sambil tersenyum canggung. Agak lama kutatap anak itu, barulah kubalikkan badanku seutuhnya, ku raih tangan anak itu dengan senyum gembira dan kuucapkan terima kasih. Sebuah ucapan natal yang tak pernah terpikirkan olehku. Disini, di sebuah sudut di pulau kalimantan, pertama kalinya aku mendapatkan ucapan natal dari seorang anak yang mungkin baru pertama kali dalam hidupnya memberi ucapan natal. Sebuah ucapan sederhana berisyaratkan kebhinekaan dan toleransi terpelihara sampai di sudut ini. Disini, di bawah cakrawala yang sama dengan anda, aku merasa optimis terhadap generasi penerus bangsa yang penuh kebhinekaan. Walau mungkin terlambat, kuucapkan selamat natal bagi anda semua yang merayakan dan kutitipkan salam dari anak muridku, Badriah

Cerita Lainnya

Lihat Semua