Tiga Mangga di saat Senja
Mohamad Arif Luthfi 29 Agustus 2011
“PAK GURU MAU MANGGA?” TANYA SAWIR PADAKU BOCAH KELAS DUA SD SEPULANG KAMI DARI MENGAJI DI MASJID.
“WAH, PAK GURU SUKA SEKALI. KENAPA? SAWIR PUNYA MANGGA?”
“IYA PAK GURU. NANTI SEBENTAR, SAYA AMBIL BUAT PAK GURU.” KATANYA DENGAN KHAS DIALEK BAHASA SANGIRNYA.
***
SORE ITU TEPATNYA PUKUL 17:00 WITA. HARI SUDAH MULAI BERANJAK SENJA. SEKELUMIT PERCAKAPAN DIATAS ADALAH SEPENGGAL PERCAKAPANKU DENGAN SALAH SEORANG MURID NGAJIKU DI MASJID AR-RAHMAH PULAU LIPANG. TAMPAKNYA SEDERHANA. HANYA PERCAKAPAN RINGAN YANG SEKADARNYA. TAPI, IZINKAN AKU UNTUK MENGURAI SEDIKIT SEKELUMIT DIALOG ITU.
SEPULANGKU MENGAJAR NGAJI ANAK-ANAK DI MASJID AKU DIBERSAMAI SEKITAR ENAM ORANG ANAK YANG KEBETULAN SAMA-SAMA BERJALAN PULANG KE ARAH YANG SAMA DENGAN ARAH RUMAH TINGGALKU. MEREKA SEMUA MASIH DUDUK DI BANGKU SEKOLAH DASAR. MEREKA DIANTARANYA ADALAH; SAWIR, LIRA, CICILIA, SUNITA, WIWI, DAN SAFI’I.
SEMENJAK KELUAR DARI SERAMBI MASJID, SAWIR MENGGENGGAM ERAT JARI-JEMARI TANGAN KIRIKU. IA MENGGANDENGKU SEOLAH TAK INGIN MELEPASKANKU SORE ITU. SUASANA LANGIT CUKUP CERAH DAN MENYEJUKKAN SORE ITU. BANYAK WARGA YANG TENGAH ASYIK BERCENGKRAMA DI DEPAN RUMAH-RUMAH MEREKA.
AGAKNYA, AKU CUKUP TERKEJUT SAAT SAWIR DENGAN TIBA-TIBA MENAWARIKU BUAH MANGGA. SAAT INI MEMANG DI PULAU LIPANG SEDANG MUSIMNYA BUAH MANGGA. BANYAK POHON MANGGA YANG DIHIASI BERGELANTUNGAN BUAH MANGGA DISANA-SINI. MESKI KERAGAMAN BUAH DI PULAU INI TIDAK SEBANYAK JENIS BUAH-BUAHAN DI PULAU JAWA, TAPI KEBANGGAAN SAAT MERASAKAN MANIS RANUMNYA BUAH PADA TIAP KECAPAN MENJADI SEBUAH KESEGARAN YANG TIADA BANDINGNYA. SEJAUH AKU MENGELILINGI LUAS PULAU INI, HANYA AKU TEMUI EMPAT MACAM BUAH YANG TUMBUH DI PULAU KECIL INI; MANGGA, PEPAYA, NANGKA DAN JERUK LEMON.
HAMPIR SETIAP SIANG, SORE, DAN PAGI, ANAK-ANAK DI PULAU INI DENGAN PENUH SEMANGAT MENCARI BUAH MANGGA YANG BERJATUHAN AKIBAT ANGIN DI KEBUN-KEBUN. APALAGI JIKA HUJAN TURUN SAAT TENGAH MALAM, HAMPIR BISA DIPASTIKAN KEESOKAN HARINYA SAAT HARI MASIH PEKAT GULITA, ANAK-ANAK INI SUDAH PADA SALING BERKELIARAN MENEMBUS GELAP DI KEBUN-KEBUN.
PERNAH AKU DIBUAT KAGET OLEH HOBI ANAK-ANAK MENCARI MANGGA INI.
SAAT AKU KELUAR DARI RUMAH TINGGALKU DIWAKTU SHUBUH BELUM AKU TUNAIKAN, PAGI ITU MASIH SANGAT PEKAT GULITA. TIADA CAHAYA YANG MENERANGI SEDIKITPUN KECUALI KERLAP-KERLIP KUNANG-KUNANG YANG BERTERBANGAN. ANGIN SHUBUH ITU LUMAYAN MEMBAWA DINGIN YANG MENUSUK. SUARA DEBURAN OMBAK SAMUDERA TERDENGAR MENGGEMPUR TANGGUL BETON BIBIR PANTAI. SEPERTI BIASA, HANYA DENGAN PENERANGAN CAHAYA LAMPU SENTER KULEWATI JALAN-JALAN SETAPAK PULAU INI.
TIBA-TIBA DALAM KHUSUK-KU MENAPAKI JALAN-JALAN SETAPAK YANG SEDIKIT NAIK TURUN ITU, DITENGAH-TENGAH SEMAK BELUKAR YANG TIDAK TERAWAT, AKU DIKEJUTKAN SUARA ORANG YANG TENGAH BERLARI MENEMBUS RIMBUN SEMAK-SEMAK DAN SUARA GERAKAN ITU SANGAT CEPAT DAN LUMAYAN KERAS.
PRAKTIS, MENDENGAR SUARA ITU, TANGANKU BERGERAK REFLEK MENGAYUNKAN LAMPU SENTER YANG BERADA DALAM GENGGAMANKU. SAMBIL SEDIKIT MERUNDUK, AKU PASTIKAN KEMANA ARAH GERAKAN CEPAT ITU YANG TIBA-TIBA MENGHILANG. GELAP SEKALI. YANG TERSISA HANYALAH SUARA JANGKRIK YANG AKU DENGAR. DALAM PENCARIANKU, TIDAK AKU TEMUI SEDIKITPUN ORANG ATAU BINATANG YANG MELINTAS. LALU DENGAN CEPAT AKU MATIKAN CAHAYA LAMPU SENTER. AKU BERFIKIR, DENGAN MEMATIKAN CAHAYA LAMPU SENTER BISA TERHINDAR DARI PUSAT CENGKRAMAN PERHATIAN MAKHLUK. SEDIKIT AKU MENGGESER KAKIKU SEKITAR LIMA LANGKAH KE KANAN. DENGAN TUJUAN, JIKA TEMPAT ASALKU MERUNDUK YANG PERTAMA TADI TELAH MENJADI PUSAT PERHATIAN CENGKRAMAN MAKHLUK, AKU DAPAT TERHINDAR DARI TERKAMAN BUASNYA YANG MUNGKIN AKAN MELOMPAT KE ARAHKU DENGAN SANGAT CEPAT. DAN TENTU, AKU AKAN TERLUKA.
DALAM GULITA, FOKUS MATAKU HANYA DIPANDU OLEH CAHAYA-CAHAYA KUNANG-KUNANG YANG SEDANG BERTERBANGAN KESANA-KEMARI. PRAKTIS, DALAM SITUASI MENCEKAM DEMIKIAN, TERBITLAH RASA TAKUT DALAM HATIKU. BULU ROMAKU MULAI BERDIRI. AKU MERINDING DITENGAH SEMAK BELUKAR YANG RIMBUN. UNTUK MENGGESER KAKIPUN AKU MERASA BERAT. SEOLAH-OLAH KEDUA KAKIKU TERGEMBOK KUAT DAN TAK SEDIKITPUN TERSISA RUANG UNTUK KAKIKU MENGGERAK-GERAKKAN RUAS-RUAS PERSENDIANNYA. HATIKU BEKU KETAKUTAN. KU REMAS ERAT-ERAT LAMPU SENTER BERSAMA RASA TAKUT YANG MEMBADAI.
“PAK GURU!” TIBA-TIBA SUARA ITU MEMECAH RASA TAKUTKU.
SECEPAT KILAT, KEDUA MATAKU MENGARAH KE ARAH SUMBER SUARA. HATIKU YANG AWALNYA TADI MENCIUT KETAKUTAN, MULAI TERBIT SEDIKIT RASA LEGA. RONGGA DADAKU SEAKAN DIASUPI RASA TENANG. AKU GERAK-GERAKKAN BOLA MATAKU KE KANAN-KIRI MENCARI KEPASTIAN AKAN SUARA SIAPA YANG MEMANGGILKU.
“PAK GURU! HEHEHE... ” TIBA-TIBA ADA SATU KEPALA ANAK YANG MUNCUL DARI BALIK POHON MANGGA YANG SANGAT BESAR.
LAMPU SENTERKU AKU ARAHKAN PADA KEPALA KECIL ITU.
“GREIS!” SAPAKU
“IYA, PAK GURU. HEHEHE... “
“NGAPAIN KAMU DISINI?”
“MENCARI MANGGA PAK GURU.”
“SAMA SIAPA?”
“SAMA TEMAN-TEMAN.”
LALU AKU PUTAR LEHERKU KEKANAN-KEKIRI. AKU SOROT GULITA DIDEPANKU DENGAN SENTER. MASYAALLAH.. STEBEN, LIRA, CICILIA, SAFI'I, FIKRAM, MONTE, EKA, WIWI, SULIWA, HAFIFA, ANGGINI, INEZ, DAN SAWIR. MEREKA SEMUA ADALAH MURID-MURIDKU, ANAK-ANAK YANG MASIH DUDUK DI BANGKU SEKOLAH DASAR. AKU TEMUI MEREKA SAAT ITU, ADA YANG TIARAP, ADA YANG BERSEMBUNYI DI BALIK BATU BESAR, ADA YANG BERSEMBUNYI DI SEMAK-SEMAK BELUKAR, ADA YANG BERSEMBUNYI DI BALIK KIJINGAN KUBURAN, DAN ADA YANG SUDAH BERGELANTUNGAN DI RANTING POHON MANGGA.
Dalam hati aku berbisik, “begitu kompaknya mereka. Bergerak bersama-sama. Diam tak berkutik tanpa komando secara serentak”. Aku dapati masing-masing mereka telah membawa kantong-kantong plastik yang besar dan tampak berisi.
“SUDAH DAPAT MANGGANYA?” TANYAKU.
“SUDAH PAK GURU.” TERIAK KOMPAK MEREKA SAMBIL MENUNJUKKAN KANTONG-KANTONG PLASTIK YANG MEREKA BAWA MASING-MASING.
SUBHANALLAH.
PIKIRANKU MENERAWANG JAUH DI PULAU JAWA. AKU MEMBAYANGKAN, ANAK-ANAK DIPULAU JAWA AKU YAKIN DALAM HARI YANG MASIH PEKAT GULITA SEPERTI INI, MEREKA PASTI MASIH TENGAH ASYIK DENGAN TIDUR LELAPNYA. BERSELIMUT HANGAT, BERBANTAL DAN BERGULING EMPUK, BERALASKAN KENYAMANAN KASUR DAN TENTU BANYAK JUGA YANG DIMANJAKAN DENGAN AC DIKAMAR-KAMAR TIDUR MEREKA. SAAT TERBANGUN NANTI, MERAKA ANAK-ANAK JAWA ITU SUDAH BANYAK YANG DIMANJAKAN DENGAN SEGALA FASILITAS RUMAH SEPERTI; PEMBANTU RUMAH, SARAPAN, DAN SEGUDANG KENYAMANAN LAINNYA.
TETAPI, BERBEDA DENGAN ANAK-ANAK DI PULAU INI.
JAM BERAPAKAH MEREKA BANGUN DARI TIDURNYA? SEHINGGA DIHARI YANG MASIH PEKAT GULITA SEPERTI INI, MEREKA TELAH MENGANTONGI BANYAK BUAH MANGGA YANG MEREKA PUNGUT DARI ATAS TANAH. MEREKA BERSELIMUT DINGIN, BERALASKAN RUMPUT RAWA YANG LEMBAB, MEMUNGUT MANGGA DALAM GULITA TANPA PENERANGAN SEDIKITPUN. ALANGKAH MAHIRNYA, BATINKU BERKATA. TANPA PENERANGAN, MEREKA DAPAT MEMBEDAKAN ANTARA MANGGA DAN BATU. SUNGGUH JELI.
***
“PAK GURU, INI MANGGANYA UNTUK BUKA PUASA NANTI”. SAWIR DATANG MENGHAMPIRIKU SERAYA MENYERAHKAN TIGA BUAH MANGGA YANG SUDAH SANGAT RANUM MENAWAN.
HATIKU BERGETAR SEIRING MENERIMA MANGGA TERSEBUT. TINGGAL HITUNGAN MENIT, BEDUG MAGHRIB AKAN TERDENGAR. PIKIRANKU MENERAWANG JAUH MENGINGAT BAGAIMANA 'KETANGGUHAN' MEREKA MENCARI BUAH MANGGA. TETAPI, SENJA ITU TIGA MANGGA TELAH DIBERIKAN UNTUKKU DENGAN WARNA YANG SANGAT RANUM MENAWAN. BETAPA BENING IKHLAS BERGURAT CAHAYA SAAT HARGA SEBUAH PEMBERIAN DARI TANGAN KECILNYA MENYERAHKAN UNTUKKU DARI KEPUNYAANNYA. []
LIPANG, SABTU 6 AGUSTUS 2011
22:41:26 WITA
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda