Semangat yang Menakjubkan
Mohamad Arif Luthfi 4 September 2011
Tiga karakter rekaan yang aku ciptakan untuk mengisi sore Ramadhan di serambi masjid besar Ar-Rahmah pulau Lipang selalu saja menyisakan ruang pada hati peserta. Melalui tiga karakter yang aku hadirkan, aku berusaha mengajak anak-anak pulau Lipang ini untuk mengenal lebih dekat tentang ajaran agama islam. Mulai dari thaharah (bersuci), bacaan adzan, rukun islam, rukun iman, hafalan surat-surat pendek Al-Qur'an, maupun mengenalkan tentang nilai-nilai keislaman yang lain.
Tiga karakter ciptaanku itu mereka adalah; Rama, seekor boneka sapi berwarna putih kombinasi hitam yang berasal dari Jakarta yang berkepribadian santun serta berakhlak baik. Karakter kedua adalah; Dhani, seekor boneka gajah yang berwarna biru kombinasi merah muda yang berasal dari kota Surabaya yang memiliki kecerdikan dalam bercerita. Dan yang ketiga adalah Pretty, seekor boneka katak yang berwarna hijau yang berasal dari kota santri Jombang yang centil dan tangkas yang selalu menjadi sahabat setia bagi Rama dan Dhani.
Adalah menarik saat tiga karakter ciptaanku ini hadir pada setiap sorenya. Durasi waktu yang hanya berkisar satu jam (mulai pukul 16:00-17:00 wita), selalu menjadi tontonan bagi anak-anak untuk menuntunnya mengenal ajaran islam. Antusias anak-anak terlihat saat sholat ashar tiba, mereka telah berada di masjid untuk menunggu kedatangan ketiga tokoh rekaan itu. Terkadang saat hari masih menunjukkan pukul 14:30 wita, disaat aku masih tengah terlelap pada tidur siangku, ada kerumunan anak yang telah memanggil-manggilku untuk serega berangkat ke masjid. Bahkan ada beberapa anak yang nekat berdiri di depan pintu kamarku yang hanya berpintukan kelambu berwarna merah seraya berbisik, “Pretty, ayo bangun. Kita ke masjid”.
Antusiasme mereka sungguh tidak bertepi. Semangat untuk selalu menantikan kehadiran ketiga tokoh karakter rekaan itu senantiasa ada.
***
Disaat awal kedatanganku dipulau Lipang ini, aku banyak mendapat cerita dari para warga tentang bagaimana kehidupan dan daur hidup keseharian mereka. Cerita tentang kehidupan warga pulau Lipang pun juga aku dapat dari Opo Laut, kepala desa, dan juga dari majelis tua-tua kampung. Salah satu cerita, pada suatu ketika, juga aku terima dari Imam masjid Ar-Rahmah Lipang, Pak Abdul Majid Tahumil. Siang itu seudai sholat dhuhur dari masjid, Pak Tahumil menyempatkan singgah di rumah tinggalku dan duduk di teras rumah. Sepenggal kisahnya adalah;
“Saya diangkat menjadi imam masjid sudah sejak tahun 1987. Memimpin masyarakat di pulau kecil seperti ini membutuhkan perjuangan yang sungguh. Pemahaman masyarakat yang masih sangat minim, pendidikan mereka yang rendah, pola pikir yang sangat sederhana, menjadi tantangan tersendiri saat memimpin umat. Sejak saya diangkat pada tahun 1987, belum pernah saya dapati anak-anak mau dan dengan gembira menginjakkan kakinya kedalam masjid kecuali hari raya idul fitri. Tetapi hari ini, saya turut senang melihat banyak anak yang sering saya saksikan berlarian dengan membawa sarung dan kopyah menuju masjid”.
Akupun sempat terkejut. Dipulau yang mayoritas penduduknya beragama islam, tetapi hanya sedikit warga yang bisa membaca tulisan arab, Al-Qur’an. Pun hampir setiap anak demikian. Mereka buta akan tulisan Al-Qur’an. Barangkali salah satu faktor yang menjadi pemicunya adalah tidak adanya guru agama islam di pulau ini dan tidak adanya listrik yang menerangi proses pembelajaran mereka disaat malam tiba. Dan tentu, tidak adanya buku panduan belajar baca Al-Qur’an yang tersedia.
***
Sejak awal kedatanganku, dengan segala keterbatasan fasilitas, aku berusaha sebisa mungkin untuk mengajak anak-anak belajar bersama se-senang mungkin. Nyaris hampir seluruh anak pulau Lipang ini minim pengetahuan dan buta huruf Al-Qur'an. Setiap senja aku datangi masjid. Kali pertama, tidak ada satupun orang yang aku temui di masjid. Sepi. Hanya aku seorang diri. Tidak ada listrik dan untuk berwudhu harus naik bak penampungan air hujan yang tingginya kurang lebih dua setengah meter. Aku nyalakan lampu tempel yang terbuat dari kaleng bekas cat.
Hari pertama hanya aku seorang diri yang datang ke masjid. Alhamdulillah, seiring berjalannya waktu, banyak anak yang ikut meramaikan masjid saat waktu maghrib dan isya'. Seusai sholat maghrib berakhir, seraya menunggu waktu isya' tiba, aku sempatkan belajar bersama anak-anak dalam remang-remang cahaya lampu tempel. Ada sekitar dua puluh lima anak setiap harinya yang hadir. Aku ajak mereka membaca Al-Fatihah bersama dan mulai aku kenalkan mereka dengan surat-surat pendek bermula dari surat An-Nas, Al-Falaq, Al-Ikhlas, dan seterusnya.
Perlahan aku ajari mereka mengenal huruf-huruf Al-Qur'an dan melafalkannya. Dalam cahaya remang-remang seraya sesekali terdengar suara tepukan-tepukan tangan yang memburu nyamuk, mereka mulai menirukan apa yang telah mereka dengar. Sepotong demi sepotong ayat aku kenalkan dan mereka lafalkan. Satu, dua ayat mereka ulang berkali-kali. Jadilah mereka mengetahui secara utuh ayat-ayat dalam satu surat. Secara bergantian mereka hafalkan bacaan-bacaan yang telah mereka serap. Satu surat hafal, pindah ke surat yang lain. Begitu seterusnya.
Alhamdulillah. Mulai ada secercah harapan yang mulai terbit.
Mungkin jika mereka dihadapkan pada Al-Qur'an yang sebenarnya, dipastikan tak seorang pun mampu bisa membaca huruf demi huruf. Apalagi membaca serangkaian huruf arab yang berjajar dalam Al-Qur'an, anak-anak itu pasti akan mengatakan, “tala!”, tidak bisa.
Namun demikian, anak-anak itu telah menghafal diluar kepala surat-surat pendek dalam Al-Qur'an tanpa mengetahui bagaimana tulisan sebenarnya. Selain itu mereka juga mengetahui berapa jumlah ayat dalam setiap suratnya lengkap beserta arti dari nama surat itu.
“Surat An-Nas apa artinya?” Semisal ada yang bertanya demikian.
“Manusia.” Mereka akan menjawabnya tegas.
“Kalau surat Al-Falaq, artinya apa?”
“Waktu subuh.”
Anak-anak sungguh mempunyai kemampuan menghafal yang tidak biasa. Mereka dengan cepat bisa menyerap hal-hal baru yang terkadang mereka tidak mengetahui sama sekali sebelumnya. Mereka adalah pribadi-pribadi yang unik. Menakjubkan. Sungguh pernah aku sangat dikejutkan oleh 'tingkah' anak-anak. Disaat sholat tarawih sudah masuk pada raka'at terakhir witir, imam sholat tarawih saat itu tengah membaca surat Al-Falaq. Tepatnya saat imam samapai pada ayat ke tiga, imam sholat keliru melafalkan bacaan surat Al-Falaq. Serentak suara terdepan yang membenarkan bacaan imam yang keliru itu adalah terdengar suara anak-anak paling kencang. Sungguh menakjubkan. []
Lipang, Minggu 7 Agustus 2011
10:21:56 wita
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda