Sebuah Siang, Sebuah Perenungan
Mohamad Arif Luthfi 1 Agustus 2011
Langit siang Ramadhan hari pertama terbentang biru nyaris tanpa adanya nokta awan. Angin siang itu berhembus lembut menyejukkan dan segar. Cuaca cukup baik. Tetapi matahari bersinar sangat tajam dengan menunjukkan kewibawaannya sebagai pusat tata surya, panas sekali.
Siang itu aku terbangun dari lelapku sekitar pukul 11:40 wita. Sesuai jadwal waktu sholat kota Manado, dhuhur pada hari pertama Ramadhan ini pada pukul 11:46 wita. Artinya, aku yang berada di pulau Lipang yang letaknya tegak lurus dengan kota Manado, dhuhur akan masuk pada pukul 11:48 wita. Ada penambahan waktu 2 menit.
Ada waktu 8 menit tersisa untukku saat ini untuk menyambut dhuhur. Akupun lekas mengenakan sarung berwarna hijau bercorak kotak-kotak dengan balutan atasan batik Solo, Jawa Tengah. Setelah peci berwarna biru aku kenakan diatas kepala, pintu depan rumah tinggalku aku buka dan wuuusss... angin berhembus lembut dan temperatur udara sangatlah tinggi. Aku langkahkan kaki menuruni tiga anak tangga tepat didepan rumah tinggalku. Menyengat tajam terasa pada kulitku. Panas. Panas sekali. Aku kian mempercepat langkahku. Dengan jarak kurang lebih 150 meter, aku gapai masjid besar Ar-Rahmah Lipang.
Diserambi masjid itu, aku dapati seorang muazin yang telah bersiap untuk mengumandangkan adzan dhuhur. Ia bernama Al Safat Hoke, remaja laki-laki yang masih duduk di bangku kelas tiga SMP.
Dengan senyum dan sapaannya pada diriku, telah mampu menyejukkan suasana. Dan hawa dingin pun serta merta berhembus seiring langkahku yang telah masuk dalam serambi masjid. Aku mengambil ember kecil berwarna biru milik keluarga Sujono untuk keperluan mengambil air wudhu pada bak kolam penampungan air hujan. Seusai wudhu, adzanpun berkumandang. Ada lima orang jama’ah yang hadir siang itu. Semuanya laki-laki. Yaitu aku dan Al Safat serta tiga anak kecil yang masih duduk di bangku SD; Haikal, Kholis, dan Opo Ari.
***
Agaknya siang itu memang terasa panas. Terasa enggan aku melangkahkan kaki untuk kembali ke rumah tinggalku. Dari serambi masjid, aku melihat bayang-bayang fatamorgana menjilat-jilat hampir di seluruh permukaan yang ada dihadapan mataku. Karenanya, usai sholat dhuhur, aku rebahkan badanku di atas sajadah tepat didepan mihrab masjid.
Ada sejuk yang tiada tara aku rasakan saat aku merebahkan badanku. Kesegaran hampir mengalir disekujur tubuhku. Dengan posisi badan telentang, aku nikmati setiap udara yang tengah keluar masuk dari lubang hidung. Sungguh nikmat sekali.
Tiba-tiba, pikiranku melayang teringat betapa luar biasanya Allah menciptakan sistem pernafasan yang dahsyat ini. Ketika kita menghirup udara, oksigen masuk melalui hidung, kemudian masuk ke pangkal tenggorokan. Setelah itu, oksigen melewati dua saluran yang berukuran lebih kecil dari tenggorokan. Dua saluran itu disebut bronkus. Bronkus tersusun dari pipa-pipa kecil yang disebut bronkiolus. Pada ujung bronkioli terdapat kantong udara yang disebut alveolus. Alveolus memiliki peran sebagai tempat pertukaran gas karbon dioksida dan uap air serta gas oksigen. Oksigen kemudian diedarkan ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah. Pada waktu yang bersamaan, karbon dioksida dikeluarkan dari dalam tubuh melalui paru-paru.
Menakjubkan sungguh.
Sistem pernafasan kita sangatlah unik dan rumit ternyata. Tidak sederhana. Seluruh komponen yang dilalui oksigen maupun karbon dioksida harus saling bekerjasama untuk menciptakan keharmonisan dalam sistem pernafasan itu sendiri. Andaikata salah satu komponen dari sistem pernafasan kita ada yang tidak bekerja dengan baik, maka bisa dipastikan bisa bermasalah.
Subhanallah. Dalam rebahanku, aku merenungi kedahsyatan sebuah penciptaan dari Sang Maha Indah. Yang kesemuanya itu bisa kita dapatkan secara cuma-cuma. It’s free. Dari hidung, pangkal tenggorokan, trakea, bronkus, bronkiolus, serta alveolus adalah sebuah kemahadahsyatan dari sebuah penciptaan.
Fabiayyii aala irobbikumaa tukadziban, maka nikmat Tuhan mu yang manakah yang engkau dustakan?
Lipang, Senin 1 Agustus 2011
14:13:48 WITA
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda