info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Dari Sudut Edelweis

Mohamad Arif Luthfi 12 Februari 2012

 

*Untuk Jessica Hutting dan Tujuh Pengajar Muda Sangihe

Goresan sebuah malam dari RS. Liun Kendage, Tahuna

Ruangan Edelweis malam itu diselimuti sunyi. Hanya ada empat orang perawat yang terjaga pada meja recepsionist: tiga orang perempuan dan seorang perawat laki-laki. Malam itu, bulan terlihat mengguratkan cahayanya yang mahadahsyat. Bayang-bayang rumpun dedaunan pohon yang terhampar pada sudut-sudut rumah sakit terukir tegas menghias lembah berumputkan malam. Indah sekali. Noktah-noktah gerombolan awan tipis terlihat singgah pada langit yang tak bertepi. Bisikan angin yang menerobos himpitan-himpitan dedaunan berhembus lembut menggoyang lembar demi lembar kecantikan daun.

Iya. Hari ini, Sabtu 4 Februari 2012.

Bulan diluar sana masih saja terus berjalan. Sementara awan-awan tipis itu terus bergerak, yang entah kemana. Suasana hening pada persimpangan malam sangat terasa. Ruang-ruang kamar Edelweis itu, kini telah dihuni banyak raga yang terlelap. Tarikan-tarikan nafas mereka, naik-turun detak jantung mereka dan aliran pembuluh darah mereka terus berjalan. Sebuah peristiwa pada sebuah malam telah terjadi. Dan, pada sebuah kamar, seorang perempuan tengah terbaring; Jessica Hutting.

Sudah empat hari, ia terbaring di bangsal Edelweis. Dari hasil pemeriksaan darah, ia divonis dokter positif malaria. Falciparum level tiga. Raganya lemah. Kantung matanya pucat. Tubuhnya lunglai. Tulang-tulangnya tak sepenuhnya kuat menopang seluruh tubuhnya dengan sempurna. Demam tinggi yang ia derita mampu membongkar ketenangannya. Dan ia terbaring dengan bantuan infus pada tangan kanannya. 

Setetes demi setetes cairan infus itu mengalir kedalam tubuhnya bersama hari yang kian malam. Dengan tenang, dadanya naik turun menghembuskan nafas dalam lelap diatas ranjang. Kedua matanya terkatup lekat. Begitupun dengan bibirnya yang telah putih membiru. 

Sementara itu, Furi (sahabat Jessica) terlihat berjaga tepat pada samping bawah ranjang Jessica. Malam itu, dalam lelah ia terlelap menemani Jessica diatas selembar karpet berwarna biru. Telapak tangan kanannya menggenggam ponsel. Seolah siaga untuk menghubungi seluruh temannya apabila dibutuhkan. Entah itu Fendi, Yuri, Kiki yang berada di Tapuang belakang atau Anggi, Nisa, dan Vany yang berada di Tidore bawah. 

Dengan segenap cinta mereka ada untuk Jessica. Langkah-langkah kecil mereka merupakan untaian do’a. Aku melihat ada peristiwa yang sungguh mengisahkan berjuta cerita. Mereka berjalan, berlarian, dan terkadang gerimis menemaninya pada langkah-langkah mereka untuk tetap memberi energi positif pada Jessica; sembuh.

Hari kian malam. Kini kalender dunia menunjukkan tanggal 5 Februari 2012. 

Malam kian hening. Dingin kian menyusup pada tulang-tulang tubuhku. Suasana sepi. Beku. Tak ada tanda-tanda degup kehidupan yang berarti. Dari sudut Edelweis, aku kirim pesan singkat pada ponsel Jessica;

“Hari ini, kukhatamkan sejumlah amanah 

yang dibisikkan ibu pada daun-daun keladi 

di tubir jendela rumah kita. 

Hidup tak pernah lunas. 

Maka datangilah kafilah-kafilah putih 

yang turun dari langit di bulan maracahaya.

Mataku basah, antara perih dan gembira.

Rinduku pecah, antara gelisah dan nestapa.

Aku rindu pada kafilah-kafilah putih

yang terbang dihalaman langit-Mu

melewati daun-daun keladi yang layu,

meniupkan angin hingga jendela menutup pada senja yang beku.

“Pada sajadah isya’-ku,

dalam lekat kening sujudku,

ada setangkup do’a yang t’lah luruh

menuju langit biru

semoga Jessica, lekas sembuh”

***

Ruangan Edelweis malam itu diselimuti sunyi. Hanya ada empat orang perawat yang terjaga pada meja recepsionist: tiga orang perempuan dan seorang perawat laki-laki. Malam itu, bulan terlihat mengguratkan cahayanya yang mahadahsyat. Bayang-bayang rumpun dedaunan pohon yang terhampar pada sudut-sudut rumah sakit terukir tegas menghias lembah berumputkan malam. Indah sekali. Noktah-noktah gerombolan awan tipis terlihat singgah pada langit yang tak bertepi. Bisikan angin yang menerobos himpitan-himpitan dedaunan berhembus lembut menggoyang lembar demi lembar kecantikan daun.

- - - - -

Tahuna, Minggu 5 Februari 2012 

01:25:52 wita.


Cerita Lainnya

Lihat Semua