Sya’ban : Sebuah Perjuangan Atas Persamaan Hak

Mochammad Subkhi Hestiawan 16 Oktober 2011

Tatapannya agak Kosong dan setengah mengiba, tapi jauh didalamnya ada antusiasme yang tak terbalas dari ketidakberdayaan.

Senyumannya mengembang saat selesai mengeja kata sederhana atau mengurutkan angka 1, 2, 3. Dia terus mencoba menggerakkan pena-pena walau tak satupun huruf dapat terbaca saat anak lain di kelas kami mencatat bersama di papan tulis. Pemandangan ini sungguh membuatku mengiba. Ditengah ketidak berdayaan dan anugerah Tuhan yang diberikan padanya yang akhirnya membuatnya berbeda justru seharusnya sekolah memberikan kesempatan lebih besar untuk dapat mengenalkan Dunia yang berbeda. Namun, yang terjadi sebaliknya penyingkiran dan pengabaian menyakitinya begitu rupa. Mungkin Sya’ban juga tidak tahu dia sedang disingkirkan, dia terus dengan kepolosannya mencoba bertahan sebisanya.

                Sedikit- sedikit  aku mencoba mencoba mengembalikan kepercayaan dirinya dan menyembuhkan luka-lukanya dari sebuah Institusi yang namanya sekolah ini. Dia harus sekolah kataku setiap melihatnya disingkirkan. Itu adalah hak-nya sebagai Seorang anak Indonesia yang merdeka. Dengan keadaan apapun yang melekat pada dirinya entah itu “ADD” atau “DS” apakah itu mengurangi haknya untuk mendapatkan ilmu atau menurunkan derajatnya sebagai anak yang merdeka tanyaku  dalam hati. Tentulah kita semua akan setuju dengan mengatakan dia punya hak sama dalam pendidikan dan mendapatkan Ilmu di Sekolah. Membuatnya dalam lingkungan sekolah tentunya akan memberikan peluang lebih besar untuk dapat memberikan bimbingan dan Ilmu serta sikap-sikap yang cukup agar membuatnya dapat bertahan. Toh mengurungnya dirumah atau membiarkannya berkeliaran hanya akan membuat keadaan tidak lebih baik.

                Sya’ban mulai gembira ketika nilai-nilai mulai tergores untuk pertama kali dibukunya, setelah sekian lama tindakan penyingkiran itu terjadi. Sebagai guru dan wali kelasnya aku mencoba selalu menempatkannya sebagai manusia dan menghargai setiap upayanya dalam melaksanakan tugas yang aku berikan. Kemajuan yang hebat mengenai dia adalah ketika Membuatnya terduduk diam dan  melaksanakan tugas mewarnai pelangi yang aku berikan. Dan itu agak membuat saya lega sekaligus gembira.

                Saya ingat pada hari senin yang lalu dia mencoba menjadi petugas upacara tepatnya menjadi ajudan bagi pembina. Dia berdiri dengan gagah dan tenang ditengah sengatan matahari sampai akhir upacara. Tugas menyerahkan map berisi pancasila juga tak lupa dia tunaikan dengan sempurna. Aku berupaya memberikan pandangan yang lain kepada sekitarku bahwa sya’ban juga bisa dan dia memang luar biasa. Dari catatanku mengenai ekstra Pramuka, Sya’ban selalu hadir pada setiap pertemuan dan dengan antusias mengikuti semua kegiatan. Dia kelihatan bahagia dengan semua itu dan setiap kali bertanya dengan terbata “Pak Gulu besok jumat kita pramuka lagi ya ?” begitu terus setiap awal minggu dia bertanya.

                Dialah murid yang paling cepat tanggap dalam melakukan perintah saya baik itu mengambilkan spidol yang tiba-tiba habis ketika pelajaran berlangsung, membawakan tas saya dari kantor ke kelas atau menghapus tulisan dipapan tulis ketika pelajaran usai. Bahkan dengan segala keterbatasannya dia ikut juga dalam kerja bakti membersihkan parit depan sekolah. Walaupun teman-teman lain agak terganggu karena muncratan tanah yang terjadi ketika mencoba mencabut rumput dari pinggir parit dia tidak peduli dan terus melakukannya sampai kerja bakti usai. Setelah sekian banyak waktu melihatnya dan berinteraksi dengannya, aku sangat simpati dengan perjuangannya disekolah untuk mendapatkan persamaan hak. Dia mencoba terus membuktikan kemampuannya mencoba segala hal yang dia bisa meskipun hal itu sering diartikan salah oleh lingkungan disekitarnya.

                Sya’ban memang luar biasa sehingga memang butuh cara-cara dan pengertian yang luar biasa pula. Saya mohon dengan hormat Bapak, Ibu dan teman-teman mengerti dengan keadaan saya dan tidak terus terusan menyingkirkan saya, sama seperti kalian saya juga ingin belajar, saya juga ingin sekolah dan saya juga ingin bahagia. Begitu mungkin yang ingin dia katakan dalam tatapan matanya setiap kali memandang saya dan mengharap saya menyampaikan harapan bisu kepada siapapun yang beranggapan salah mengenai dia.

 

Bomberay “ padang harapan yang terabaikan”

NB : Inspirasi dalam sepiring Pecel “ Bu Seno” Kios seberang sekolah


Cerita Lainnya

Lihat Semua