Sekolahku bukan kandang ayam

Mochammad Subkhi Hestiawan 6 September 2011

“Sekolahku kandang ayam” saya masih ingat bagaimana puisi ini telah membuat muak hati salah satu wakil presiden RI, ditulis oleh seorang profesor disana di tanah para penguasa.

Sekarang saya bilang dalam hati dapat berkata tahu apa mereka tentang kandang ayam, setiap hari saya disini di sekolah kayu lapuk dengan decit mengiris hati di seluruh pojoknya. Disini di SD Inpres 3 Bomberay Kabupaten Fakfak Papua Barat Anak-anak masih dengan senyumamnya belajar dengan hati yang berbunga. Berangkat sekolah dengan kaki-kaki kecil menapak pasti sungguh sebuah keajaiban ditengah ketidak optimisan terhadap pendidikan. Lalu, dimana kandang ayam itu. Mereka bukan ayam mereka adalah elang, kalo mereka ayam tentu mereka akan lari dari kenyataan buruk sistem yang ada tapi mereka tidak mereka dengan dada terbuka menantang dunia seperti elang di antara awan dan angin.

Kandang itu fisik semata tetapi bukankah ada yang lebih penting dari itu, semangat, jiwa besar dan pengabdian serta profesionalisme mereka yang berdiri didepan kandang membina para elang untuk terbang menembus ketiadaan. Jikalau itu lebih diperhatikan tentunya dimana saja tempatnya ilmu pengetahuan tetap dapat dinikmati dan di bagi. Jangan sampai kemegahan itu menjadi sarana penutup kebusukan dan kebobrokan semata. Apa arti sekolah megah tanpa kompetensi para pengabdi. Kita kembali harus mengembalikan fungsi sekolah sebagai lembaga transfer ilmu dan pembentukan moral yang berpusat pada manusia bukan pada benda. Pengembangan manusia bisa terjamin dengan keberadaan para guru yang profesional dan handal. Jikalau ternyata jutaan rupiah terbuang percuma hanya untuk membangun monumen-monumen kosong sekolah saja lebih baik aku mengajar di kandang ayam saja.

Kekandang ayaman sekolah tidak hanya di sebabkan oleh keadaan fisik saja lebih penting adalah tingkat kompetensi para pengajarnya. Jikalau guru itu punya tingkat kompetensi dan kesejahateraan yang manusiawi tentunya tak jadi soal mereka harus mengabdi dan berbagi ilmu dimana. Asal masih ada buku pena dan tinta proses pengajaran dan pembinaan generasi masa depan akan terus berjalan. Gedung, dan kandang hanyalah penunjang saja tetapi sekarang jadi fokus utama, entah karena keparaktisan pemanenan citranya ataukah karena jumlah uang yang bermain didalamnya.

Untuk para pengabdi ilmu marilah kita bersama meningkatkan diri untuk anak-anak murid kita dan masa depan mereka, sehingga makin banyak elang yang terbang dari kandang ayam ini. para pengambil kebijakan negeri bijaksanalah untuk kami dan muridkami, kami tidak minta lebih banyak tetapi tolong putuskan semuanya dengan mempertimbangkan apa itu arti hakiki dari pendidikan. para rakyat jelata maafkan jika nanti sekolah tetap seperti kandang tetapi kandangnya para elang semoga engkau mengerti bagaimana pendidikan adalah sebuah akar sehingga mungkin tidak kelihatan tetapi berbekas dan menghasilkan tunas-tunas yang tangguh dan subur. Untuk para elang dikandang belajarlah terbang, kemudian carilah ilmu sampai ujung cakrawala sesulit apapun dan dengan keadaan apapun. Kami para pengabdi akan mendorongmu dengan angin-angin ilmu dari belakang “ tut wuri handayani”.


Cerita Lainnya

Lihat Semua