Gadis - Gadis Parit

Mochammad Subkhi Hestiawan 6 September 2011

               Senja sudah menyingsing diufuk barat di ujung timur Indonesia, jalanan koral membentang diantara kerlap-kerlip rumah, sedari pagi tadi hujan menghempas tak kunjung reda, sesekali berhenti lalu mengucur lagi. Jalanan depan rumah dan parit tak dapat dibedakan mana batasnya. Hanya setapak kecil agak tinggi yang tak terjamah air. Air bagai ditumpahkan begitu rupa, begitulah Bomberay dengan iklim regional padangnya, sekali-kalinya hujan lebatnya tak terkira, malam tiba agak hangat udara terasa sisa panas dari tanah menguap ke atasnya. Menciptakan kabut di hamparan padang. Lelah mata ini menunggu hujan tak terasa lelap aku dipelukan kasur lantai lusuh seadanya.  

                Pendaran surya sudah mengintip disela-sela kaca naco jendela diantara ujung tirai hijau kusut. Terbangun disambut aroma kopi dan asap batok kelapa, aroma pagi yang akhir-akhir ini aku mulai akrabi. Kemudian seperti biasa berangkat dengan semangat membara ke sekolah diujung sana. Anak- anak sudah terlihat bermain riang di bangunan rapuh disamping sekolah biasa kami menyebutnya parkiran sepeda. Lalu, disusul dari segala penjuru teman-teman mereka datang berkejaran dengan embun. Teng-teng tanda bunyi bel sekolah menggema, segera anak-anak berbaris di depan sekolah dengan rapi guru piket pak yadiyono dengan sigap mengecek kelengkapan dan kedisplinan siswa. Sentilan ringan dikuping cukup untuk mengingatkan mereka. Masalah kerapian memang agak sedikit berbeda disini karena masalah medan dan keadaan tanah yang agak tidak bersahabat dengan sepatu jadi yang kelengkapan yang satu ini memang kami maafkan untuk sementara.

                Siap gerak, berdoa dimulai begitu suara lantang abdul, ketua kelas empat dimana aku mengajar. Diikuti khusuk doa menggema dalam tunduk. Pak yadiyono mengetuk pintu papan kelas kami.hari ini anak-anak di suruh membersihkan parit saja mas, kalo tidak rumah pak sama mas nanti kebanjiran begitu ujarnya. Memang benar sejak hujan yang semalam air masih tergenang dihalaman menyisakan sedikit gundukan tanah yang sengaja dibuat untuk lewat persis didepan tangga teras depan. Segera dengan sigap anak-anak keluar dan mengganti pakaian mereka dengan pakaian bebas. Sudah menjadi kebiasaan mereka selalu bawa baju ganti ketika sekolah untuk mengantisipasi ulah mereka yang suka bermain di sekitaran sekolah kami yang terdiri dari campuran berbagai medan, rawa, lumpur, padang dan tanah becek. Anak-anak kelas enam sudah siap didepan dengan pacul dan sekop ditangan, sementara yang lain tanpa ragu langsung masuk diparit membersihkan sampah dan grumbul serta tumbuhan air yang menghalangi aliran air ke parit besar di ujung jalan. Anak-anak ini tak ragu memasuki air yang keruh seperti kopi susu itu. Keriangan mereka benar-benar membuatku ikut bersemangat. aku bariu tahu kenapa mereka begitu senang dengan pekerjaan yang satu ini. Aziz anak kelas 3, menghampirku dan memberiku ikan kecil dalam botol air mineral bekas. Pak guru ini ikan untuk pak guru. Keherananku mulai terjawab mereka bekerja membersihkan parit sambil bermain mencari ikan kecil yang jamak berkeliaran disepanjang parit depan sekolah itu.

              Hampir satu jam lamanya mereka berkubang kesenangan dalam air lumpur itu. Terlihat air mulai terlihat menyusut dari halaman rumah pak kepala sekolah diujung halaman sekolah. Akhirnya dengan satu teriakan saja pak yadiyono mengkomando mereka untuk segera mengakhiri pembersihan parit itu. Anak-anak segera keluar dan membersihkan diri di sumur sekolah dan beristirahat sejenak.

              Dasar anak-anak, energi mereka seperti tak ada habisnya, bukannya istirahat malah mereka bermain bola di halaman. Sampai menjelang akhir pagi mereka bermain. Teng-teng teng bunyi bel kembali bertalu, mereka tahu berarti ini saatnya masuk kembali kekelas dan memulai pelajaran. Kembali mereka mengenakan seragam sekolah kebanggaan mereka. Masuk kelas dan pelajaran dimulai. Tak ada keluh lelah atau ratapan kecapekan, hanya seulas senyum menyungging ketika, huruf-huruf mulai ku tulis dipapan tulis. “Matematika operasi hitung campuran”.

               Sampai akhir bel pulang sekolah mereka tetap bersemangat bertanya dan mengerjakan soal yang aku berikan dan aku ajarkan. Wow, ketangguhan dan semangat mereka luar biasa, tanpa keluh bekerja, tanpa henti belajar sekaligus bermain sesuka hati.


Cerita Lainnya

Lihat Semua