Benarkah di Ruangan Ini Ada Udara?
Mo Awwanah 11 Desember 2011Hari masih gelap, belum terdengar suara Anjing menggonggong. Kudengar suara langkah kaki di lantai papan yang semakin lama semakin mendekat. “Ana cari apa, pagi-pagi begini sudah bangun?”, rupanya mamak terbangun dari tidurnya karena mendengar bunyi gaduh di dapur belakang akibat ulahku. Aku sedang mencari alat-alat dapur yang bisa kujadikan alat peraga untuk pelajaran IPA siang nanti. Tidak banyak yang kubutuhkan, tidak sulit pula untuk mendapatkannya karena semuanya telah tersedia di dapur ini: satu gelas, satu kotak makan, satu mangkuk dan satu botol yang semuanya transparan.
Pelajaran IPA untuk pertemuan hari ini ingin kuisi dengan praktikum. Aku ingin anak-anak tidak hanya mendengarkan teori dan berandai-andai tentang bagaimana teori tersebut dibuktikan. Aku ingin mereka membangun pemahaman konsep dari apa yang mereka lakukan, amati dan mereka buktikan sendiri. Semua peralatan sederhana telah berhasil kusiapkan. Lembar kerja pun sudah ku-copy-kan. Berbekal satu ember berisi air parit yang diambilkan oleh salah satu murid, aku masuk kelas dengan wajah sumringah.
“Coba tebak, apa yang akan Ibu lakukan dengan air ini!”. Semua mengerutkan kening. Mereka mencoba menerka apa yang kira-kira akan kulakukan dengan semua peralatan yang kubawa.
“Air kan benda cair Bu!”
Aku terkesima ketika salah seorang muridku mencoba menebak dengan jawaban mendekati topik pelajaran yang akan dibahas hari ini. “Ya, kita akan belajar tentang sifat-sifat benda cair, gas dan benda padat”, paparku sambil membagikan lembar kerja. “Nah anak-anak, sebelum kita mulai praktikum, Ibu minta tolong dua meja paling depan ini disatukan dulu”, murid kelas ini jumlahnya sedikit dan semuanya suku asli.
Kelas kecil semacam ini membuatku leluasa untuk menerapkan kurikulum individu pada saat teori dan tidak perlu membagi kelompok pada saat praktikum (kecuali jika dibutuhkan), alat peraga yang perlu kusiapkan pun cukup satu set. Anak-anak segera melaksanakan arahanku, nampaknya mereka ingin segera tahu apakah gerangan yang akan kami lakukan pada pertemuan ini.
“Perhatikan petunjuk pada kertas yang sudah Ibu bagikan! Alat dan bahan apa saja yang perlu disiapkan?”. Mereka pun menyebutkan alat dan bahan yang dibutuhkan, kemudian segera meletakkan di atas meja yang sudah mereka siapkan tadi. “Lalu apa yang hendak dilakukan dengan alat-alat ini Bu?”, mereka terlihat bingung dan tidak tahu apa yang harus dilakukan. Aku tidak tahu sebelumnya mereka pernah melakukan praktikum atau tidak, tapi antusiasme dan minat belajar mereka terlihat sangat tinggi ketika diajak belajar sambil mempraktikkan.
Biasanya mereka hanya dapat bertahan dalam lama waktu tertentu di dalam kelas. Jika konsep sudah mereka pahami atau paling tidak sudah disampaikan oleh guru, dan mereka sudah merasa penat, mereka tidak segan minta ke luar kelas untuk bermain. Karena itu, guru-guru di sekolah kami pun harus pandai-pandai mencari cara yang menarik dan menyenangkan dalam menyampaikan konsep dari suatu mata pelajaran. Bahkan tidak jarang kami belajar di luar kelas untuk menyelingi suasana belajar siswa agar lebih dekat dengan objek yang dipelajari.
Setelah kujelaskan langkah-langkahnya, secara bertahap mereka melaksanakan petunjuk sesuai lembar kerja. Diawali dengan sifat benda cair. Dengan sigap mereka memindahkan air dari satu wadah ke wadah lainnya untuk membuktikan bahwa benda cair mengikuti bentuk tempatnya. Kemudian mereka menuang air di halaman sekolah agar dapat mengamati bahwa air mengalir dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah. Selanjutnya, membuktikan bahwa di lingkungan sekitar kita terdapat udara.
“Tahukah kalian bahwa di ruangan ini ada udara?”, pertanyaan pretest untuk mengajak mereka mengingat-ingat materi wujud benda gas yang pernah dipelajari di kelas sebelumnya.
“Ada Bu!”
“Apa buktinya?”
“Hmm...entahlah Bu”, jawaban yang biasa mereka lontarkan saat tidak bisa menjawab suatu pertanyaan. Mulanya aku merasa jengkel ketika mendengar jawaban ‘entahlah’, bagiku terdengar tidak sopan. Tapi, ternyata itu memang bahasa mereka. Jawaban ‘entahlah’ mereka ungkapkan ketika sudah tidak mampu lagi berpikir untuk menjawab suatu pertanyaan, meskipun ada juga yang kadang langsung menjawab ‘entahlah’ tanpa berpikir terlebih dahulu.
Aku mengipas rambut salah seorang muridku, “Coba perhatikan, apa yang terjadi ketika rambut Aris Ibu kipas?”. “Bergeraaak!”, jawab mereka serentak. “Nah, itu menunjukkan bahwa di ruangan ini ada udara. Ketika Ibu mengipas rambut Aris, udara di sekitar rambut Aris bergerak. Udara yang bergerak itu kemudian disebut angin. Ada yang suka main layang-layang? Kalau tidak ada angin, layang-layangnya bisa terbang tidak?”, lanjutku membawa alam berpikir mereka pada contoh yang mereka sukai.
“Tidak Bu...karena udaranya tidak bergerak!”, ternyata mereka dapat memahami konsep dengan cepat.
“Nah, anak-anak...ayo kita buktikan apakah di ruangan ini ada udara atau tidak. Coba kerjakan petunjuk kerja berikutnya!”
Mereka pun memasukkan gelas kosong ke dalam kotak makan transparan berisi air, dengan posisi tegak dan tertelungkup serta dilakukan dalam waktu singkat. Mereka dapat mengamati bahwa air tidak masuk ke dalam gelas karena di dalamnya sudah terisi udara. Masing-masing anak mencoba dan tanpa kuminta mereka memberikan apresiasi tepuk tangan bagi yang berhasil meletakkan gelas ke dalam air tanpa ada air yang masuk ke dalamnya.
Suasana menjadi semakin seru ketika kutunjukkan pada mereka bahwa gelas terisi air tidak akan tumpah saat diletakkan dalam posisi terbalik hanya dengan penutup kertas HVS. Senang sekali melihat mereka dapat menyimpulkan sendiri konsep yang mereka pelajari melalui metode konstruktivisme pada praktikum hari ini*_*. Akhirnya dua jam mata pelajaran dapat dilalui tanpa ada satu pun yang meminta ke luar main pada saat pelajaran berlangsung.
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda