Inspirasi dari Seorang Rizmi
MirandaYasella 17 November 2015Setiap anak adalah kotak kejutan bagiku. Tak terkecuali Rizmi. Aku pernah menceritakan mengenai ayahnya, Pak Hajuan yang sangat menginspirasi. Buah tak jauh dari pohonnya. Begitulah Rizmi tak jauh beda dengan ayahnya, Pak Hajuan.
Bulan awal penempatan, aku diberikan amanah untuk menjadi wali kelas II. Menggantikan Ibu Fadlia yang sedang izin karena melahirkan. Rizmi adalah salah satu anak di kelas itu. Pertama kali bertemu dengan dia, kesanku anak ini sangat menggemaskan dan lucu. Rizmi selalu bersemangat untuk mencatat dan menjawab semua soal yang diberikan.
Rizmi selalu berusaha sendiri untuk menjawab soal. Bila ada beberapa temannya yang senang ambil jalan pintas alias mencontek, tidak sama halnya dengan Rizmi. Rizmi tak kecil hati ketika aku mengoreksi pekerjaannya dan ternyata masih belum sepenuhnya benar. Anak ini selalu menerima hasil pekerjaannya dengan senyum merekah.
Rizmi termasuk anak yang paham bahwa belajar itu dimulai dari bingung. Dia tak segan menuju meja guru dan memintaku menerangkan kembali. Saat aku memberinya tugas, Rizmi juga tak segan bertanya kepada ayahnya jika masih belum paham.
Kelas II adalah kelas pertamaku menerapkan sistem reward untuk anak-anak. Siapa saja yang hari itu berkelakuan baik dan mau mengerjakan tugas maka akan diberi bintang. Aku membuat daftar nama yang dihias warna-warna, disampingnya diberi kolom kosong untuk ku menggambar bintang dalam berbagai warna. Sangat sederhana. Anak-anak suka membandingkan perolehan bintang mereka dengan temannya.
Suatu hari, Rizmi harus pergi ke Labuha (ibukota kabupaten) bersama ibunya karena urusan keluarga. Rizmi pergi selama 3 hari. Pulang-pulang, aku mendapatkan cerita kalau Rizmi merajuk. Rizmi berkata pada ayahnya bahwa dia tidak mau lagi izin sekolah karena tidak dapat bintang dan tertinggal pelajaran. Mendengar hal itu, aku merasa sangat terharu. Ya ampun, reward sederhana seperti ini bisa begitu berarti bagi seorang Rizmi.
Hari yang lain, ayahnya bercerita kepadaku bahwa Rizmi ingin jadi guru matematika. Motivasinya agar semua anak-anak di desa bisa menghitung. Matematika memang masih menjadi momok bagi sebagian besar anak di SD ku. Kalau Rizmi tidak bisa sampai kuliah dan menjadi guru, Rizmi jadi tukang bangunan saja. Rizmi ingin membangun rumah yang kokoh sehingga apabila ada gempa, penghuninya bisa selamat.
Rizmi juga anak yang sangat kritis. Dia pernah bertanya mengapa air laut asin sedangkan air di kampung tidak. Mengapa air laut nampaknya biru tetapi ketika diambil berwarna bening. Mengapa pohon bentuknya berbeda-beda. Sampai pada pertanyaan kritis dan lucu seperti dimana Allah tinggal. Siapa yang memasak untuk Allah jika Allah lapar.
Kini, Rizmi sudah kelas III. Masih lucu dan menggemaskan. Masih juga enggan diajak ke Labuha jika harus izin sekolah. “Wah kalau pergi lama-lama, saya rugi. Tidak masuk sekolah, tidak ikut Madin (semacam sekolah agama di siang hari), tidak ikut hapalan.” begitulah ujar Rizmi setiap diajak pergi.
Setiap melihat Rizmi, aku selalu berdoa di dalam hati. Ya Allah permudah jalan anak baik ini untuk sekolah setinggi-tingginya. Setinggi niat baiknya untuk menjadi guru matematika agar dapat mengajari anak-anak berhitung.
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda