Bangga Untuk Siapa

MirandaYasella 3 April 2015

Saat murid ikut berbagai perlombaan. Baik itu akademis maupun non akademis. Mau itu Olimpiade Sains Kuark (OSK), Olimpiade Sains Nasional (OSN) atau lomba antar kecamatan. Nama yang kau kenal disebutkan atau tercantum sebagai salah satu juara. Nama itu adalah nama anak muridmu yang kau latih setengah mati. Terbesit rasa aku bangga anakku jadi juara. Jangan sangkal kalau ada rasa iya menang karena aku yang melatihnya dengan sekuat tenaga.

Benarkah itu anak muridmu. Seutuhnya dan sebenarnya. Bukankah dia adalah anak SD penempatanmu. Lalu saat kau tinggalkan nanti, siapa yang akan melatih dia. Dia akan tetap berada disana, di desa, di sekolah yang sama. Tanpa ada yang melatih. Tanpa ada yang merasa cukup pantas untuk membimbing mereka.

Akankah sekolah punya prestasi yang sama atau lebih baik ketika kau tinggalkan nanti. Kemenangan itu untuk siapa. Untuk sekolah atau sekedar memuaskan ambisi sebagai Pengajar Muda.  Kalau untuk sekolah, mengapa tidak kau berikan tongkat pelatih itu kepada guru sebenarnya. Mengapa tidak kau percayakan kepada orang yang akan tetap berada disana.

Terkadang ketidakpercayaan dan ego memang bisa menjadi alasan rasional untuk tidak melakukan itu semua. Nanti bagaimana kalau guru tidak bisa melatih sebaik diriku. Kalau anak tidak menang bagaimana. Atau terlebih lagi, aku malu kalau nanti hanya sekolahku yang tidak jadi juara.

Pertanyakan lagi. Kebanggaan itu untuk siapa. Kemenangan itu milik siapa. Apa harus selalu menjadi pemenang untuk menjadi lebih baik.

Untuk pertama kalinya, aku mengalami semua pertanyaan itu. Hari itu diputuskan lima orang murid SD N Indong mengikuti OSK. Riad, Hendra, Sinta, Yusrin dan Safriyani. Kami tidak mengirimkan murid kelas 1 dan 2 karena masih terbata-bata dalam membaca. Salah satu guru berkata Ibu Mira to yang kasih latih. Ih jang, Pa sudah yang kasi latih. Nanti kita cari de pe soal untuk latihan bagitu.

Dengan waktu kurang dari satu minggu, aku mempercayakan penuh pelatihan OSK kepada dua orang guru wali kelas. Sesekali aku bertanya ke anak-anak, so belajar apa untuk OSK. Kita belajar baca-baca de pe soal deng cara menghitamkan Bu. Hingga hari itu tiba, peranku hanya sebagai orang yang mendaftarkan dan mencarikan latihan soal.

Kepala sekolah, guru pendamping dan wali murid yang mengantarkan sendiri anak-anak ini sampai ke SD Insan Kamil, tempat berlangsungnya OSK. Bu yang level 2 itu ada yang kita tara bisa, keluh salah satu murid. Yang penting, kitorang so berusaha e. Nanti menang atau kah bagaimana, biar sudah itu masalah nanti.

Hasilnya dua dari lima murid lolos ke babak semifinal OSK. Alhamdulillah Bu Mira. Dua orang masuk semifinal e, ucap kepala sekolah. Rencana, saya mau bikin kelas matematika. Biar kalau ada lomba macam OSK. Kita so latih anak-anak dari jauh-jauh hari, kata salah satu guru. Pemikiran yang bahkan belum terbesit olehku.

Ada rasa bangga, lega, terharu dan senang bercampur aduk. Jika ada yang tanya, bangga ini untuk siapa. Aku bisa jawab, bangga ini dari dan untuk SD N Indong.


Cerita Lainnya

Lihat Semua