Sungai Silat Rasa Cokelat

Mirah Mahaswari 28 Oktober 2012

Silat Hulu adalah nama kecamatanku. Artinya kecamatanku berada di bagian hulu Sungai Silat. Sungai ini membentang di bagian selatan desaku. Nanga Lungu sendiri berarti muara Sungai Lungu. Sungai Lungu adalah anak Sungai Silat. Yah, pembagian wilayah di sini hampir selalu berpatokan pada aliran sungai.

Sungai adalah salah satu sumber kehidupan warga kampung. Kata orang, dulu Sungai Silat masih jernih dan banyak ikannya. Warga desa kami dengan mudah mengonsumsi ikan di Sungai Silat sebagai lauk sehari-hari. Namun sejak kemunculan para penambang emas beberapa tahun yang lalu, air Sungai Silat menjadi keruh karena pengeboran. Warnanya coklat pekat, persis seperti susu rasa cokelat. Jumlah ikan segar pun berkurang. Kini, penduduk desa kami harus pergi memancing ke desa lain untuk mendapatkan ikan. Saya sendiri bergantung pada penjual ikan keliling yang lewat.

Tingkat kejernihan air ternyata tidak menyurutkan kebiasaan warga untuk melakukan aktivitas M.C.K di sungai. Tua muda mandi tiga kali sehari di Sungai Silat. Ya, mereka biasanya juga menceburkan diri di siang hari yang terik. Sering saya lihat anak-anak berenang di sungai sepulang sekolah. Anak-anak mandi dengan baju kaos dan celana, beberapa anak laki-laki mandi telanjang. Wanita dewasa mandi menggunakan kain (kemben). Mereka kemudian berganti dengan kemben yang kering sesudah mandi. Pria dewasa hanya mandi dengan celana kolor. Jadi, bukan pemandangan yang aneh jika kita melihat pria berkolor melintasi desa. Di sini ada istilah mandi telanjang, artinya mandi dalam WC tertutup. Maklum, hal tersebut merupakan sebuah kemewahan karena sebagian penduduk tidak memiliki WC di rumah. Meskipun tidak memiliki WC, warga terbiasa buang air kecil di tempat yang sama untuk mencuci piring. Biasanya letaknya di dekat dapur, beralaskan kayu yang susunannya tidak rapat. Untuk buang air besar, tersedia lanting yang terapung di sungai. Lanting bentuknya seperti bilik kayu tak beratap, bagian bawahnya dibuat lubang untuk kotoran.

Dalam hal transportasi, sungai adalah pra sarananya. Warga biasanya menggunakan timpil atau sampan saat bepergian lewat sungai. Beberapa warga memiliki speed, yakni mesin untuk sampan bermotor. Saat musim hujan, transportasi air ini sangat diminati warga. Aliran sungai yang deras akan mempercepat waktu tempuh dibandingkan melalui jalanan berlumpur dan licin. Speed juga menjadi andalan saat kita bepergian dengan barang bawaan yang banyak, karena kapasitas sampan tentu lebih besar daripada motor. Saat musim kemarau, bepergian dengan speed bisa jadi menyulitkan, karena aliran air yang tidak deras justru membuat pengemudi harus mendorong sampannya beberapa kali. Selagi jalan desa masih kering, maka transportasi air adalah alternatif bagi kami.

Sungai adalah tempat bermain bagi anak-anak. Mereka sering mengajak saya merahu, yang artinya main perahu di sungai. Biasanya kami merahu sembari memancing ikan atau mencari buah engkuang yang pohonnya berjejer di sepanjang sungai. Kadang kami berhenti sejenak untuk memetik sayur pakis atau ubi jalar. Saya sangat menikmati sejuknya berlayar di sungai. Hawa rindang pepohonan memberi kedamaian yang jarang didapatkan di kota besar. Riak air sungai yang terkadang membuat kami terjungkal menjadi kejutan kecil yang menyenangkan. Sungai Silat, kenangannya tentu semanis cokelat.


Cerita Lainnya

Lihat Semua