Mlepus

Mirah Mahaswari 10 November 2012

Mlepus

Sebagai seorang pendatang, saya mungkin sering mengatakan “Aok...” yang berarti “Ya” untuk menghormati setiap suguhan yang ditawarkan para penduduk. Namun untuk hal-hal dibawah ini, sering kali saya menolaknya dengan halus. Biasanya kami mengistilahkan dengan “mlepus”. Pada prakteknya, tangan kita disentuhkan ke piring atau gelas yang disuguhkan sambil berkata “mlepus”- untuk tetap menghormati hidangan tersebut.

1. Mie Mentah

Bukan cerita baru kalau mie instan bisa dimakan tanpa dimasak terlebih dahulu. Bagaikan cemilan, tinggal di kremes-kremes - taburkan bumbunya – lalu dimakan. Namun kebiasaan makan mie instan mentah agak freak di sini. Anak-anak hampir setiap saat kulihat melakukannya di sekolah maupun di rumah.

Sekolah kami tidak memiliki kantin. Namun ada beberapa anak yang membawa dagangan ke sekolah. Salah satu makanan yang paling laris adalah mie sakura. Merek mie instan paling populer di desa. Harganya seribu rupiah dan hampir selalu dinikmati mentah-mentah. Setiap warung di kampung juga menjajakannya. Tak jarang ku lihat seorang Ibu membelikan anaknya mie sakura di warung. Beberapa juga memiliki stok di rumah. Mereka pun ikut menikmati mie mentah tersebut. Saat kutanya mengapa tidak dimasak saja, mereka simpel menjawab: mentah begini saja sudah enak.  What?

Suatu sore aku memergoki anak muridku akan makan mie mentah, langsung kuajak ia ke rumah dan kumasakkan mie itu untuknya. Kuminta ia datang ke rumah lagi jika besok-besok mau makan mie. Sejak saat itu, anak-anak tak berani makan mie mentah di depanku lagi.

2. Rujak vetsin

Vetsin adalah makanan favorit nomor dua setelah nasi. Hampir setiap masakan berbumbu vetsin. Sayur dan lauk tak sedap rasanya jika belum ditaburi vetsin. Tapi agak lebay jika bumbu rujak pun harus diberi vetsin. Bahkan terkadang, hanya vetsin lah yang menjadi bumbu utama rujak tersebut. Bayangkan buah jambu atau pepaya dicolek-colek dengan semangkuk vetsin atau masako...taraaaa inilah yang dinamakan rujak!

3. Daging ekstrim

Masyarakat Ulu hobi makan apa saja. Daging-daging ekstrim seperti monyet, beruk, biawak, tupai, kura-kura, babi hutan, ular, bekicot, burung pipit, dan hewan manapun yang ditemukan di sekitar kami pasti bisa dinikmati. Ini mungkin soal selera, namun saya tak sampai hati ingin mencobanya.

4. Tempoyak

Pohon durian tumbuh lebat di ladang. Sering juga ditemukan di halaman rumah orang. Mereka mungkin saking eneg nya makan buah durian, sampai dijadikan lauk pelengkap nasi. Namanya tempoyak, katanya jika disimpan, makin lama makin enak. Kepala Sekolah saya makan tempoyak yang sudah setahun lamanya. Tempoyak terbuat dari durian mentah yang ditumbuk lalu ditumis dengan bawang dan bumbu penyedap. Kadang diberi ikan asin lalu digoreng. Baunya semerbak, tapi perut saya tetap saja menolak.

5. Benson dkk

Ini bukan temannya bensin, walaupun bisa diminum. Budaya minum-minuman keras memang menjadi rahasia umum. Hampir setiap hajatan kampung selalu diiringi pesta miras. Tidak hanya sebagai selingan acara joged dangdut, pertandingan bola antar kampung pun diwarnai pemuda mabuk. Saking antinya, saya sampai hafal aroma benson dan teman-temannya. Kalau ada tanda-tanda aroma itu mendekat, saya pasti siap-siap minggat. 


Cerita Lainnya

Lihat Semua