Hardiknas: Hari Curhat Siswa
Milastri Muzakkar 6 Mei 2012Bukan dengan upacara. Tidak juga berkoar-koar di jalan. Cukup dengan menggelar tikar di depan kelas. Lalu menuliskan apa saja yang ada di dalam hati dan fikiran terkait pendidikan di sekolah. Sederhana? Mungkin. Tapi bicara masalah makna dan subtansi, tunggu dulu.
Itulah yang dilakukan oleh siswa di SD kami tercinta, SDN Kepayang. Baru hari ini mereka tahu bahwa ada yang namanya Hari Pendidikan. Kami, guru-guru pun mengumpulkan seluruh siswa dilapangan untuk mengumumkan perhelatan terbesar dalam dunia pendidikan ini.
“Hari ini tanggal berapa?,” tanyaku ke seluruh siswa yang sudah berkumpul dil apangan.
“Tanggal dua bu...!,” jawabnya serempak
“Bulan berapa?,” lanjutku
“Bulan lima bu...!,” jawab anak-anak lagi
“Nah, kalau tanggal 2 Mei biasanya diperingati hari apa?,” tanyaku lagi
Semua terdiam. Hening. Hanya mata mereka yang sesekali saling bertemu.
“Tanggal lima Mei itu biasanya diperingati sebagai hari Pendidikan Nasional. Yah, ini kayak hari besarnya orang-orang sekolah kayak kita ini,” kataku mencoba menjelaskan.
“Jadi kita mau memperingati hari pendidikan nasional. Sederhana saja. Kalian tuliskan apa yang kalian rasakan, fikirkan, kritik, saran, harapan, masukan, dll, tentang pendidikan selama kalian sekolah di sini. Misalnya Kalian senang, kecewa, atau apalah (kepsek, guru, peraturan, fasilitas sekolah, dll) kalian tuliskan semua,” jelasku ke seluruh siswa.
“Cak mano (artinya: bagaimana bu...? Boleh enggak bilang ada guru yang ganas? Nanti kalau guru marah bagaimana bu?,” tanya beberapa anak dengan ragu-ragu.
“Tidak ada yang marah. Kami semua guru-guru sudah sepakat. Hari ini kalian semua bebas curhat apapun yang kalian mau,” jelasku meyakinkan mereka.
Para siswa pun menggelar terpal di depan kelas masing-masing. di atas kertas berwarna-warni, dengan berbagai bentuk-ada yang bentuk love, bintang, dll-mereka menuliskan aspirasinya tentang pendidikan.
Saya mengamati betul banyak yang kesulitan. Tampaknya mereka tak mengerti harus mulai dari mana. Maklum saja, pertama, sebelumnya mereka tidak tahu apa itu Hari Pendidikan. Dan sekarang mereka harus menyuarakan aspirasinya tentang pendidikan. Kedua, mereka tidak terbiasa-bahkan tidak pernah-dimintai pendapat oleh guru-guru terkait sekolah. Ketiga, kalau pun sudah ada yang mengerti, mereka ragu bahkan, takut mengomentari apalagi terkait kinerja kepsek dan guru-guru.
Butuh waktu satu jam bagi mereka untuk menuliskan curahan hatinya. Kertas-kertas itu pun dikumpulkan lalu ditempelkan di kertas karton. Setelah itu, semua dibawa ke kantor untuk dibaca oleh guru-guru.
Anda tahu apa haslinya? Terpaksa saya harus tuliskan di sini. Tentu bukan bermaksud menjelek-jelekkan sekolah. Tapi agar kita semua tahu apa yang selama ini ada di benak anak-anak. Sehingga bisa dijadikan bahan pelajaran dan perbaikan bagi kita semua.
Berikut adalah beberapa curhat siswa:
“Selama lima tahun saya sekolah di sini, saya senang walaupun harus dimarahi dan dihukum oleh ibu Z. Saya kecewa sama ibu Z. Seharusnya enggak usah dipukul. Cukup ditegur saja gitu. Kalau sekolah kan kita harus semangat. Selamat Hari Pendidikan Nasional (tanpa nama)
“Saya sudah lama sekolah di sini. Saya senang, guru-gurunya baik. Tapi ada juga saya kesel ke ibu Z yang suka memarahi kami. Tapi itu karena kami sendiri yang salah dan bandel. Suka main di dalam kelas dan tidak sopan sama guru. Tapi saya sayang kepada ibu Z dan guru-guru lainnya karena mereka sudah mendidik kami sampai sekarang. Harapan saya: di sekolah ini ada komputer jadi kita bisa belajar. Lantai kelas dan teras sekolah supaya disemen. Saya tahu sekolah tidak harus mewah. Tapi sekolah kita juga perlu seperti sekolah lainnya. Selamat Hari Pendiikan (Delles, kelas 6)
“Saya senang sekolah di sini. Guru-gurunya baik. Tapi saya kecewa sama ibu Z karena dia suka memarahi kami karena kami tidak bisa pelajaran mate-matika. Terus, ibu tidak pernah menjelaskan pelajaran kalau mengajar. Hanya pelajaran mate-matika yang dijelaskan. Pesan saya kepada ibu Z nanti kalau ngajar tolong dijelaskan maksud pelajarannya. Supaya kami mengerti. Supaya kami bisa menghadapi Ujian Nasional. Selamat Hari Pendidikan Nasional (Lokon Tisa, kelas 6)
“Semoga pemerintah mendandani (artinya: memperbaiki) sekolah kami. Lantainya dikasi tembok. Lapangannya juga dikasi semen biar ndak becek. Jadi kita bisa upacara, bisa main bola juga. Selamat Hari Pendidikan Nasional (Ara dea, kelas 5)
“Saya senang sekolah di sini. Saya senang sama ibu S dan ibu M. Mereka orangnya peramah, enggak suka marah, nggak pernah memukul. Kelas kami juga bersih dan indah. Harapannya, semoga ada keamanan di sekolah ini. Supaya tidak orang berbala (artinya: bertengkar/berkelahi). Selamat Hari Pendidikan Nasional (Anggraini, kelas 3)
“Saya senang sekolah di sini. Teman-temannya baik. Ibu X baik. Tapi kami tidak mau punya guru kayak ibu Z. Dia ganas, mata duitan lagi. Hahaha...! Selamat Hari Pendiikan Nasional (Niko, kelas 2)
Pernyataan di atas tentu “menceritakan” banyak hal. Begitulah sekilas wajah pendidikan kita. Memang persoalan seperti ini tidak terjadi di sini saja. Baik di kota, apalagi di desa, hal-hal seperti di atas masih sering mewarnai dunia pendidikan kita. Kita tentu berharap peringatan Hari Pendidikan dimaknai sebagai moment perbaikan kualitas pendidikan.
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda