#5 - Mari berbicara tentang ke (tidak) adilan hidup.

Michael Laurent Salim 1 Maret 2014

Salah satu kata mutiara yang seringkali kita temui menuliskan Life is Mystery. Ya kata mutiara itu begitu tepat dalam menggambarkan kehidupan ini. Berbagai misteri kehidupan kita jalani hari demi hari, rentetan pertanyaan bermunculan beriringan dengan sang mentari. Semakin kita tekun mencari jawabannya, maka semakin banyak pertanyaan yang menghampiri. Seakan-akan Sang Pemilik Hidup ini sangat senang bermain dengan kolom-kolom teka-teki.

Suatu sore selepas mengisi jam les tambahan yang menyulut emosi, emosi karena sulitnya mereka mengulang bahan yang telah dijelaskan di hari kemarin, selintas pertanyaan menghampiri benak ini. Apakah anak-anak ini pernah mempertanyakan kehidupan mereka. Tak lama, saya pun mengasumsikan jawabannya sendiri. Mungkin anak-anakku di SD YPK Pikpik tak pernah bertanya mengenai kehidupan ini, setidaknya sampai saat ini. Namun mungkin, mungkin suatu hari nanti anak-anak polos ini akan mulai bertanya-tanya kenapa harus mereka yang dipilih untuk berada di titik mereka saat ini, di tengah-tengah keluarga dan lingkungan mereka saat ini. Ketika teka-teki kehidupan sudah semakin keras menguji mereka, ketika berbagai keterbatasan semakin tinggi untuk didaki di masa mendatang nanti, ketika kekurangan gizi mereka di masa kecil akan begitu mempengaruhi langkah mereka, dan ketika kurangnya perhatian orang tua mereka di masa anak dulu, akan begitu berdampak bagi masa depan mereka.

Dan ketika berhenti dan berkaca sejenak, sebenarnya tidak hanya mereka, namun saya, anda dan kita semua (mungkin) sering bertanya-tanya tentang kehidupan ini. Padahal, kita nyata-nyata hidup dalam kondisi yang jauh lebih baik dan beruntung dari kebanyakan anak di pelosok negeri ini. Mungkin ada masa ketika kita berkhayal untuk bisa “naik banding” dengan kenyataan tempat lahir kita, siapa orang tua kita, bakat kita, dan berbagai macam kenyataan hidup ini. Berbagai hal tersebut akan menjadi deretan ketidakadilan hidup yang semakin nyata, ketika kita membandingkan kenyataan tersebut dengan orang lain, yang mungkin kita pikir memiliki hidup lebih adil dari kita. Namun benarkah setiap ketidakadilan itu?  

Berbicara tentang keadilan di dalam kehidupan ini, maka setiap tarikan napas kehidupan yang kitap hirup haruslah di kalkulasikan dengan nilai rupiah. Begitu pula dengan kehangatan sinar mentari yang kita rasakan di hari-hari kita, haruslah di konversi ke sebuah nominal mata uang. Namun mampukah kita melakukan itu semua? Tidak, kita tidak mampu dan takkan pernah mampu. Dan sungguh beruntungnya kita, ternyata Sang Pemberi Kehidupan ini memang Sang Pemurah. Dan Sang Pemurah itu juga yang meletakan dan memposisikan setiap detil kenyataan di kehidupan kita.

Bertolak dari hal tersebut, bahwa Sang Pemilik Kehidupan ini adalah Ia Sang Pemurah. Maka mungkin, kita bisa mencoba berhenti sejenak untuk bertanya-tanya dan mempertanyakan kehidupan ini, serta menyatakan setiap ketidakadilan yang kita rasakan -menurut akal pikir kita-. Karena (mungkin) sesungguhnya memang bukan bagian kita untuk menemukan jawaban atas setiap pertanyaan kehidupan ini, dan (mungkin) memang akal pikir kita tak sampai untuk menapak kesana. Tetapi sebuah anugerah bagi kita semua, bahwa untuk lulus dari kehidupan ini kita tidak perlu untuk menjawab tuntas setiap kolom pertanyaan yang ada, biarkan kolom-kolom itu tetap kosong. Dan ketika kita dengan dengan tulus dan lapang dada melepaskan pertanyaan-pertanyaan itu, maka Sang Pemilik Kehidupan itu sendiri yang dengan murah hati membukakan kunci jawabannya bagi kita, mungkin. Life is unfair, but God is good.


Cerita Lainnya

Lihat Semua