Alzheimer? Mungkinkah?

Metias Kurnia Dita 10 Juli 2012

Pernahkah pembaca melihat film Korea berjudul A Moment Remember? Film tersebut mengisahkan tentang seorang perempuan berusia sekitar 30 tahun yang menderita sejenis penyakit lupa, dalam bahasa medis disebut penyakit Alzheimer. Dia sering lupa beberapa bagian hidupnnya, kesulitan mengerjakan sesuatu dan mengalami disorientasi waktu. Saat kambuh, si penderita bahkan lupa ilmu-ilmu yang pernah dia pelajari. Setelah melihat film itu, kira-kira 2 tahun yang lalu, saya tidak percaya bahwa penyakit semacam itu benar-benar ada. Yang saya tahu saat itu hanya penyakit pikun yang biasanya diderita oleh lansia.

Ingatan saya tentang film tersebut tiba-tiba terbangun 4 hari yang lalu. Jumat malam saya berkunjung ke rumah rekan yang saya ajak bekerja sama untuk pengembangan perpus desa. Sebut saja beliau Bapak Budi. Selama 2 pekan saya ada di desa ini, hampir setiap hari saya berkunjung ke rumah beliau untuk menyiapkan dan menata tempat, inventarisasi dan pelabelan buku, serta membicarakan hal-hal lain terkait perpustakaan. Sepekan pertama kami habiskan untuk kegiatan persiapan hingga akhirnya Jumat, 29 Juni perpustakaan kami, “Binar Bima” kami buka untuk pertama kalinya. Sejak saat itu, kegiatan kami setiap selepas isya’ adalah belajar bersama anak-anak di perpustakaan mungil kami itu. Variasi kegiatannya antara lain, membaca buku, origami, menyanyi, menggambar, belajar Bahasa Inggris dan melihat film pendek. Semua kegiatan ini tidak hanya saya dan pak Budi yang mengelola, tetapi juga anak-anak dan istri beliau serta anak-anak di sekitar rumah Beliau. Selama proses itu, hubungan kami semakin dekat dan akrab terutama dengan putri sulung pak Budi yang baru masuk kelas 3 SMP.

Kita sebut saja putri sulung pak Budi dengan sebutan Cahya. Sejak awal saya berkenalan dengan Pak Budi, beliau sudah menceritakan tentang kondisi Cahya pada saya. Menurut beliau, 2 hingga 3 bulan ini Cahya menjadi sangat berbeda. Cahya yang biasanya meraih rangking satu tiba-tiba mengaku tidak bisa mengerjakan ujian sehingga semester lalu dia sama sekali tidak mendapat rangking di kelas. Dulu dia sangat rajin membersihkan rumah dan membantu ibunya. Tapi, akhir-akhir ini sama sekali tidak dia lakukan. Dulu dia rajin sholat dan mengaji, tapi sekarang tidak sama sekali. Pernah Pak Budi menyuruhnya untuk sholat. Cahya pun mengambil wudhu dan memakai mukena. Dari luar kamar Pak Budi memperhahikan gerakan soal sholat si putri. Ternyata Cahya melakukannya tidak dengan tepat. Setelah takbiratul ikhram tiba-tiba dia sujud. Melihat keanehan yang sudah kesekian itu, Pak Budi hanya bisa diam mengelus dada.

Sejak awal-awal melihat keanehan demi keanehan yang terjadi pada putrinya, Pak Budi beberapa kali sudah membawanya ke “orang pintar”. Dan hasilnya, Cahya dinyatakan terkena gangguan jin. Sudah beberapa kali coba disembuhkan, tapi masih saja terjadi keanehan yang lain. Ketika awal saya bertemu Pak Budi, beliau sudah memberitahu saya tentang kondisi Cahya. Harapannya, saya bisa sabar menghadapi keanehan yang mungkin tiba-tiba saya jumpai. Alhamdulillah, hubungan saya dengan Cahya berjalan baik. Dia selalu mengirim sms atau menelpon saya ketika saya terlambat datang. Bahkan, sudah 2 kali dia dan temannya menjemput saya di rumah.

Kamis, 5 Juli Cahya masih menelpon saya. Saat itu saya sedang menengok teman saya di Sape, kecamatan yang berjarak 60 km dari kecamatan saya ditempatkan. Saat itu Cahya menanyakan kapan saya pulang, dan saya menjawab “besok”.

Keesokan harinya, Jumat, 6 Juli saya kembali ke Karumbu, desa saya. Malam harinya saya tidak sabar ingin datang ke perpustakaan. Saya pun dengan penuh semangat dan senyum terbaik melangkahkan kaki ke perpustakaan. Saya sedikit heran ketika 20 m mendekati kios kecil berwarna hijau muda di depan rumah pak Budi yang kami sulap menjadi perpustakaan mungil itu. Semakin mendekat, saya sadar bahwa lampu perpustakaan padam. Juga, tidak ada keriuhan anak-anak membaca buku yang biasanya terdengar dari jarak 20 m. Saya pun tetap melangkah hingga akhirnya tiba di rumah panggung pak Budi.

Lengkap keluarga Pak Budi menyambut saya. Pak Budi segera menjelaskan bahwa perpustakaan tidak dibuka karena Cahya sedang sakit. “Sakit apa Pak?”, tanya saya sedikit heran sambil melihat Cahya yang secara fisik tidak terlihat sakit.

Maka, beliau mulai bercerita tentang kejadian kemarin sore. Saat itu kerabat beliau datang berkunjung bersilaturahim dan mencoba menyembuhkan Cahya. Setelah coba disembuhkan, keanehan lain justru muncul. Cahya bertanya HP siapa yang dia pengang, padahal beberapa waktu lalu dia sendiri yang minta dibelikan HP itu. Dia bertanya bangunan apa yang ada di depan rumahnya, padahal itu adalah perpustakaan yang sama-sama kami kerjakan 2 pekan ini. Dia bertanya kenapa pohon di depan rumahnya cepat bertambah tinggi, dia merasa terakhir melihat pohon itu masih pendek. Dia bertanya baju-baju siapa yang ada di kamarnya, padahal itu adalah baju-bajunya yang dia beli beberapa waktu lalu. Dan yang paling mengejutkan, dia lupa siapa saya. “Kemarin Cahya kan menelpon mbak Dita ya”, tanya saya. Dia tampak kebingungan sambil menoleh ke Ayah Ibunya, “Dia tidak ingat, mbak”, jawab Ayahnya singkat.

Bagi saya, ini adalah kasus yang baru pertama kali saat temui. “Unbelievable !”, itulah kata pertama yang mengisi benak saya saat itu. Lama saya mencerna kejadian yang menurut saya sangat tidak rasional itu. Saya mencoba memberi masukan pada keluarga Cahya agar membawanya ke rumah sakit, mungkin secara medis dia terkena suatu penyakit. Ingatan saya langsung tersangkut pada film “A Moment Remember”. Mungkinkan Cahya terkena Alzheimer? Tapi dalam kasus Alzheimer, penderita lupa kemudian ingat, lupa lagi ingat lagi begitu berulang seterusnya. Selain itu, Alzheimer biasanya diderita oleh orang dewasa dan tua. Saya bukan dokter, jadi tidak bisa mendiaknosis apa sebenarnya penyakit Cahya. Wallahu ‘alam. Baiklah, kita tunggu saja apa yang akan terjadi pada gadis manis ini selanjutnya. Semoga itu adalah sesuatu yang terbaik bagi diri dan keluarganya. Amin.


Cerita Lainnya

Lihat Semua